Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik y2afrika 2024-11-03T14:44:11+07:00 2024-11-03T14:44:11+07:00
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Oleh :
dr. Qorry Amanda, M.Biomed
Share To Social Media:

Tujuan utama dari penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah meningkatkan status fungsional dan kualitas hidup pasien. Hal ini dilakukan dengan mempertahankan fungsi paru yang optimal, memperbaiki gejala, dan mencegah rekurensi eksaserbasi.

Mayoritas episode eksaserbasi akut PPOK (lebih dari 80%) dapat ditangani secara rawat jalan. Terkadang, pasien-pasien PPOK eksaserbasi akut yang dapat dilakukan rawat jalan tersebut diberi pengobatan inisial terdahulu di IGD, lalu dilanjutkan dengan obat untuk di rumah.[14,17]

Saat ini, terdapat intervensi teknologi berbasis komputer maupun ponsel yang telah diteliti manfaatnya untuk self management pasien PPOK. Selain itu, suatu studi kecil telah meneliti manfaat suplemen diet nitrat untuk pasien PPOK dengan hipoksia, tetapi masih diperlukan studi lebih lanjut.

Pendekatan Terapi Berdasarkan Kategori Pasien

Manajemen awal terapi pada pasien PPOK yang stabil bergantung pada derajat keparahan. Langkah pertama dalam menangani pasien PPOK adalah dengan menentukan terlebih dahulu pasien PPOK tersebut masuk ke kategori mana.Gejala dievaluasi menggunakan skala dispnea Modified Medical Research Council (mMRC) atau COPD Assessment Test (CAT).

Grup A

Grup A adalah pasien dengan gejala minimal, risiko rendah eksaserbasi. MMRC grade 0-1, nilai CAT 1 eksaserbasi per tahun dan tidak pernah dirawat inap akibat eksaserbasi PPOK yang dialami sebelumnya.

Untuk kategori ini, pasien membutuhkan terapi Short Acting Beta Agonist (SABA) atau suatu kombinasi SABA dengan Short Acting Muscarinic Antagonist (SAMA) untuk menghilangkan gejala. Pilihan SABA yang dapat digunakan terangkum dalam Tabel 1, sementara pilihan SAMA atau LAMA terangkum dalam tabel 5.

Grup B

Grup B adalah pasien yang lebih jelas bergejala, berisiko rendah untuk mengalami eksaserbasi akut di masa mendatang. MMRC grade ≥ 2 atau nilai CAT ≥ 10 dengan 0-1 eksaserbasi per tahun dan tidak pernah dirawat inap akibat eksaserbasi PPOK yang dialami sebelumnya.

Untuk kategori ini, direkomendasikan untuk memberikan Long Acting Muscarinic Antagonist (LAMA) atau Long Acting Beta Agonist (LABA). Lebih disukai untuk memberikan LAMA dibandingkan LABA pada kategori pasien ini. Namun demikian, penggunaan LABA satu kali sehari merupakan alternatif yang masih dapat dipertimbangkan bila tidak terdapat LAMA. Adapun pilihan LABA yang dapat digunakan terangkum dalam tabel 2.

Grup C

Grup C adalah pasien bergejala minimal, berisiko tinggi untuk eksaserbasi di masa mendatang. MMRC bernilai 0-1 atau nilai CAT ≥ 10 dengan eksaserbasi 0-1 ≥2 per tahun atau ≥ 1 dirawat inap akibat eksaserbasi PPOK yang dialami sebelumnya.

Direkomendasikan untuk memberikan LAMA pada pasien kelompok ini karena telah terbukti mengurangi eksaserbasi akut.

Grup D

Grup D adalah pasien yang lebih bergejala, berisiko tinggi mengalami eksaserbasi di masa mendatang. MMRC bernilai ≥ 2 atau nilai CAT ≥ 10 dengan eksaserbasi ≥ 2 per tahun atau ≥ 1 episode rawat inap akibat eksaserbasi PPOK yang dialami sebelumnya.

Pada kategori ini, direkomendasikan untuk menggunakan LAMA. Namun demikian, pada kondisi sesak napas yang berat, pasien dapat diberikan kombinasi LAMA-LABA. Bila pasien didapati memiliki kondisi PPOK dengan overlapping asthma, kombinasi LAMA-glukokortikoid inhalasi lebih disarankan untuk diberikan. Adapun glukokortikoid yang dapat digunakan pada pasien PPOK terangkum dalam Tabel 3.

Terapi Nonfarmakologi Bagi Semua Pasien PPOK

Selain terapi farmakologi, terapi nonfarmakologi yang dapat diberikan untuk semua kelompok pasien adalah sebagai berikut:

  • Berhenti merokok
  • Olahraga teratur
  • Terapi oksigen jangka panjang bila terjadi hipoksemia kronik
  • Rehabilitasi paru
  • Evaluasi berkala ketepatan cara penggunaan inhaler

Berhenti Merokok

Menghentikan semua sumber paparan asap rokok sebagai perokok aktif atau pasif, menjadi langkah paling penting dalam menahan laju progresivitas PPOK. Dokter harus menekankan pentingnya peran pasien dan dukungan keluarga pasien dalam mewujudkan hal tersebut. Dimulai dengan edukasi pada pasien dan keluarganya tentang dampak buruk rokok terhadap kondisi pasien, kemudian menargetkan tanggal untuk mulai berhenti merokok, diikuti dengan dukungan yang baik dan prevensi bila adanya relaps.

Nikotin merupakan bahan utama rokok yang menyebabkan adiksi sehingga dapat terjadi withdrawal reaction seperti ansietas, iritabilitas, kesulitan konsentrasi, marah, kelelahan, rasa kantuk berlebihan, depresi, dan gangguan tidur. Efek withdrawal syndromes dapat diantisipasi dengan nicotine replacement therapies.[1,2]

Manajemen Bronkodilator

Bronkodilator merupakan salah satu terapi farmakologi utama dalam pengelolaan PPOK. Tujuan pemberian bronkodilator adalah untuk mengurangi kontraksi otot polos bronkus, sehingga dapat ikut menurunkan airflow resistance yang memang telah terganggu pada pasien PPOK.

Penelitian klinis menunjukkan bahwa agonis-beta2 yang dikombinasi dengan antikolinergik menghasilkan respon terapi yang jauh lebih baik dibandingkan hanya agonis-beta2 saja. Target kerja agonis-beta2 adalah dengan menstimulasi reseptor adrenergik beta sehingga akan meningkatkan cyclic AMP. Peningkatan cyclic AMP pada akhirnya akan mencegah terjadinya kontraksi otot polos bronkus.

Bronkodilator yang digunakan merupakan kombinasi dari agonis-beta2 kerja pendek dan kerja panjang. Contoh agonis-beta2 kerja pendek adalah salbutamol, sedangkan contoh kerja panjang adalah salmeterol. Tabel 1 dan 2 akan memaparkan jenis dan dosis secara lebih rinci.[1,2,17]

Tabel 1. Obat Agonis-Beta 2 Kerja Pendek (SABA)

Nama Obat Dosis
Salbutamol

  • Sediaan MDI (metered dose inhaler): 2 puff setiap 4-6 jam. Tidak boleh melebihi 12 puff dalam 24 jam
  • Sediaan larutan nebulizer: 2,5 mg bila diperlukan 2-3 kali dalam 24 jam. Atau 1,25 mg hingga 5 mg setiap 4-8 jam bila diperlukan.
  • Sediaan tablet: 4 mg setiap 12 jam; dapat dinaikkan menjadi 8 mg setiap 12 jam. Tidak boleh melebihi 32 mg dalam 24 jam

Levalbuterol

  • Sediaan MDI: 2 puff setiap 4-6 jam atau 1 puff setiap 4 jam. Tidak boleh melebihi 2 puff setiap 4 jam
  • Sediaan larutan nebulizer: 0,63 mg 3 kali dalam 24 jam dengan interval 6-8 jam; dapat dinaikkan hingga dosis 1,25 mg 3 kali sehari dengan pengawasan ketat

Fenoterol

  • Sediaan MDI: 1-2 puff setiap diperlukan, maksimal 8 puff dalam 24 jam
  • Sediaan larutan nebulizer: 0,5 ml hingga 1,25 ml

Tarbutaline

  • Sediaan tablet: 2,5 mg setiap 6-8 jam; tidak boleh melebihi 15 mg dalam 24 jam
  • Sediaan injeksi subkutan: 0.25 mg setiap 15-30 menit; tidak boleh melebihi 0.5 mg dalam 4 jam

Sumber: dr .Qorry, Alomedika. 2022.[2,17]

Tabel 2. Obat Agonis-Beta 2 Kerja Panjang (LABA)

Nama Obat Dosis
Salmaterol Sediaan MDI: 1 puff dua kali dalam 24 jam maksimal
Formoterol Sediaan larutan nebulizer: 20 mcg / 2 ml setiap 12 jam
Arfomoterol Sediaan larutan nebulizer: 15 mcg / 2 ml setiap 12 jam
Indacaterol Sediaan inhalasi oral: 75 mcg setiap 24 jam
Olodaterol Sediaan MDI: 2 puff setiap 24 jam maksimal

Sumber: dr. Qorry, Alomedika. 2022.[2,17]

Manajemen Inflamasi

Inflamasi merupakan faktor utama dalam patogenesis PPOK. Steroid diharapkan dapat mengendalikan reaksi inflamasi itu dan memperbaiki kondisi pasien. Namun demikian, perlu diingat bahwa penggunaan steroid memiliki efek samping yang dapat bersifat lebih merugikan dibandingkan menguntungkan. Beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk mulai memberikan steroid adalah:

  • Pasien memiliki riwayat rawat inap akibat PPOK eksaserbasi akut
  • Episode PPOK eksaserbasi akut yang dialami pasien dua kali atau lebih dalam satu tahun
  • Jumlah hitung eosinofil ≥ 100-300 sel/microliter
  • Pasien memiliki riwayat penyakit asthma bronkial

Penggunaan steroid pada PPOK harus dihentikan bila didapati:

  • Kejadian pneumonia berulang
  • Jumlah hitung eosinofil <100 sel/mikroliter
  • Pasien memiliki riwayat infeksi Mycobacterium sp.[2,17]

Tabel 3. Pilihan Steroid pada PPOK

Steroid Inhalasi Dosis
Fluticasone propionate 2 puff setiap 12 jam; maksimal 10 puff setiap 12 jam
Budesonide Dimulai 180 mcg setiap 12 jam; maksimal 720 mcg setiap 12 jam
Steroid Oral Dosis
Prednison 40 mg setiap 24 jam
Methylprednisolone 0,5 mg/kg atau 40 mg setiap 24 jam

Sumber: dr. Qorry, Alomedika. 2022.[2,17]

Tabel 4. Pilihan Antagonis Muskarinik Kerja Pendek dan Panjang

Antagonis Muskarinik Dosis
Ipratropium (SAMA-Atrovent, Combivent, Berodual) 1 unit dose vial (UDV) diulang setiap 6-8 jam
Tiotropium (LAMA-Spiriva) 1 kapsul inhalasi (22,5 mcg tiotropium bromide setara dengan 18 mcg tiotropium) setiap 24 jam
Glikopironium (LAMA) 50 mcg setiap 24 jam
Aclidinium (LAMA-Tudorza) 400 mcg inhalasi (1 puff) diulang setiap 12 jam
Revefenacin 1 UDV setial 24 jam

Sumber: dr. Qorry, 2022.[2,17]

Saat ini terdapat juga terapi maintenance baru untuk PPOK, yaitu ensifentrine. Ensifentrine bekerja melalui dual inhibisi phosphodiesterase (PDE) 3 dan PDE4, yang memberikan gabungan efek antiinflamasi dan bronkodilatasi.

Manajemen Infeksi

Pada pasien PPOK, dapat terjadi infeksi kronik atau peningkatan kolonisasi dengan S. pneumoniae, H. influenzae, dan M.catarrhalis. Pada beberapa pasien juga terdapat infeksi P. aeruginosa. Beberapa antibiotik yang dapat dipertimbangkan diberikan pada pasien adalah:

  • Azithromycin: 500 mg setiap 24 jam selama 3 hari atau 500 mg pada hari ke-1 dilanjutkan dengan 250 mg setiap 24 jam pada hari ke-2 hingga ke-5.

  • Levofloxacin: 500 mg setiap 24 jam selama 7 hari

  • Erithromycin: 250 mg-500 setiap 6-12 jam

  • Moxifloxacin: 400 mg setiap 24 jam

  • Doxycycline: 200 mg setiap 24 jam (dosis tunggal atau terbagi)

  • Cefuroxime: 250-500 mg setiap 12 jam selama 10 hari.[2,17]

Manajemen Kekentalan Sputum dan Bersihan Hasil Sekret

Agen mukolitik dapat digunakan untuk menurunkan viskositas sputum dan memperbaiki bersihan sekret. Berikut pilihan obat yang dapat digunakan:

  • N-acetylcysteine: 600 mg setiap 12 jam

  • Carbocysteine: 1500 mg setiap 24 jam
  • Erdosteine: 300 mg setiap 12 jam.[18-20]

Terapi Oksigen

Pemberian oksigen telah dilaporkan dapat mengurangi angka kematian pada pasien dengan PPOK. Studi menunjukkan bahwa terapi oksigen jangka panjang dapat meningkatkan kelangsungan hidup 2 kali lipat pada pasien hipoksemia dengan PPOK.

Terapi oksigen jangka panjang direkomendasikan untuk pasien dengan PaO2 kurang dari 55 mm Hg, PaO2 kurang dari 59 mm Hg dengan bukti polisitemia, atau cor pulmonale. Oksigen digunakan selama 15-19 jam per hari. Evaluasi kembali pasien dalam 1-3 bulan setelah memulai terapi untuk mempertimbangkan keperluan melanjutkan terapi oksigen jangka panjang.

Pada pasien dengan PPOK yang mengalami hipoksemia saat aktivitas, dapat diresepkan oksigen suplemental. Suplementasi oksigen selama latihan dapat mencegah peningkatan tekanan arteri pulmonalis, mengurangi dispnea, dan meningkatkan toleransi latihan.[1,2]

Pembedahan

Terapi pembedahan pada pasien PPOK adalah transplantasi paru. Transplantasi paru dilakukan untuk mengurangi keluhan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Rerata kesintasan pasien setelah transplantasi adalah 5 tahun. Tingkat kesintasan dalam 1 tahun mencapai 90%.[2,21]

 

 

Penulisan pertama: dr. Yudhistira Kurnia

Referensi

1. Agarwal AK, Raja A, Brown BD. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. [Updated 2021 Dec 10]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559281/
2. Mosenifar Z. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/297664-overview
14. Singh D, Agusti A, Anzueto A, Barnes PJ, Bourbeau J, Celli BR, Criner GJ, Frith P, Halpin DMG, Han M, López Varela MV, Martinez F, Montes de Oca M, Papi A, Pavord ID, Roche N, Sin DD, Stockley R, Vestbo J, Wedzicha JA, Vogelmeier C. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Lung Disease: the GOLD science committee report 2019. Eur Respir J. 2019 May 18;53(5):1900164. doi: 10.1183/13993003.00164-2019. PMID: 30846476.
17. Global Strategy for The Diagnosis. Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD). Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Report. 2021. https://goldcopd.org/2022-gold-reports-2/
18. Ansari SF, Memon M, Brohi N, Tahir A. N-acetylcysteine in the Management of Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Cureus. 2019 Nov 5;11(11):e6073. doi: 10.7759/cureus.6073. PMID: 31832291; PMCID: PMC6892576.
19. Rogliani P, Matera MG, Page C, Puxeddu E, Cazzola M, Calzetta L. Efficacy and safety profile of mucolytic/antioxidant agents in chronic obstructive pulmonary disease: a comparative analysis across erdosteine, carbocysteine, and N-acetylcysteine. Respir Res. 2019 May 27;20(1):104. doi: 10.1186/s12931-019-1078-y. PMID: 31133026; PMCID: PMC6537173.
20. Calverley PM, Page C, Dal Negro RW, Fontana G, Cazzola M, Cicero AF, Pozzi E, Wedzicha JA. Effect of Erdosteine on COPD Exacerbations in COPD Patients with Moderate Airflow Limitation. Int J Chron Obstruct Pulmon Dis. 2019 Dec 2;14:2733-2744. doi: 10.2147/COPD.S221852. PMID: 31819405; PMCID: PMC6896911.
21. Siddiqui FM, Diamond JM. Lung transplantation for chronic obstructive pulmonary disease: past, present, and future directions. Curr Opin Pulm Med. 2018 Mar;24(2):199-204. doi: 10.1097/MCP.0000000000000452. PMID: 29227305; PMCID: PMC5839672.

Diagnosis Penyakit Paru Obstrukt...
Prognosis Penyakit Paru Obstrukt...

Artikel Terkait

  • Efek Samping Sistem Kardiovaskular Pada Bronkodilator Kerja Panjang Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis
    Efek Samping Sistem Kardiovaskular Pada Bronkodilator Kerja Panjang Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis
  • Perbandingan Potensi Kortikosteroid Sistemik
    Perbandingan Potensi Kortikosteroid Sistemik
  • Manfaat dan Pilihan Antibiotik Profilaksis untuk Penyakit Paru Obstruksi Kronik
    Manfaat dan Pilihan Antibiotik Profilaksis untuk Penyakit Paru Obstruksi Kronik
  • Manajemen PPOK Menurut Pedoman GOLD 2023
    Manajemen PPOK Menurut Pedoman GOLD 2023
  • Pedoman Penanganan PPOK 2025 – Ulasan Guideline Terkini
    Pedoman Penanganan PPOK 2025 – Ulasan Guideline Terkini

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Emillya Sari
Dibalas 22 November 2023, 15:57
Manajemen PPOK Menurut Pedoman GOLD 2023 - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Emillya Sari
1 Balasan
Penyakit paru obstruktif kronik atau PPOK merupakan suatu kondisi paru yang ditandai adanya sindrom respirasi kronik seperti batuk berdahak dan sesak napas...
dr.Peter Fernando
Dibalas 12 Juli 2023, 15:23
Mnemonic #10: Gejala PPOK
Oleh: dr.Peter Fernando
2 Balasan
P - Perlahan (Progressif): Gejalanya berkembang secara perlahan seiring waktu. P - Pernafasan (Sulit): Kesulitan bernafas, terutama saat aktivitas fisik. O -...
dr. Hudiyati Agustini
Dibalas 21 Desember 2022, 09:00
Pilihan Terapi Yang Tepat untuk Pasien Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) - Artikel Alomedika
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
1 Balasan
ALO Dokter!Pilihan terapi yang tepat untuk pasien asma dan PPOK adalah kombinasi long-acting beta-2 agonist (LABA) dan inhaled corticosteroid (ICS). Termasuk...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.