Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh belahan dunia. Dari berbagai penelitian epidemiologi, penderita PPOK diperkirakan mencapai 10% pada populasi usia 40 tahun atau lebih. Risiko PPOK meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Prevalensi global diperkirakan berkisar antara 7-19%. Prevalensi pada laki-laki diperkirakan lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini kemungkinan terjadi karena angka merokok pada pria lebih tinggi.[2]
Global
Pada tahun 2019, WHO menempatkan PPOK di peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian paling sering di seluruh dunia, terutama di negara berkembang.[1,9] Di Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%).[9,10]
PPOK diperkirakan terjadi lebih banyak pada laki-laki (11,8%) dibandingkan wanita (8,5%). Di Amerika Serikat, prevalensi emfisema dilaporkan sebesar 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronis sekitar 34 kasus per 1000 orang.[2]
Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan bahwa orang yang merokok setiap hari mencakup 24,3% penduduk usia di atas 10 tahun. Dalam Riskesdas ini, diperkirakan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.[11]
Mortalitas
PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia. WHO melaporkan bahwa PPOK menyebabkan 3,23 juta kematian pada tahun 2019. Hampir 90% kematian PPOK terjadi pada kelompok usia di bawah 70 tahun. Tingkat kematian yang lebih tinggi dilaporkan pada negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Indonesia.
Selain kematian, PPOK juga akan mengganggu kualitas hidup pasien. PPOK menyebabkan gejala pernapasan yang persisten dan progresif, termasuk kesulitan bernapas, batuk, dan produksi dahak. Pasien PPOK sering mengalami eksaserbasi dan akan mengalami penurunan produktivitas bermakna dalam hidupnya.[10,24]
Penulisan pertama: dr. Yudhistira Kurnia