Patofisiologi Abses Peritonsilar
Patofisiologi abses peritonsilar dijelaskan oleh 2 hipotesis besar, yakni hipotesis tonsilitis akut yang menyatakan bahwa abses peritonsilar merupakan komplikasi dari tonsilitis akut, dan hipotesis kelenjar Weber yang menyatakan bahwa abses peritonsilar terjadi karena infeksi pada kelenjar Weber.[4]
Area peritonsilar terbentuk dari jaringan ikat longgar sehingga mudah terbentuk abses bila terjadi infeksi. Jaringan ikat longgar antara kapsul fibrosa dibatasi oleh tonsil palatina di bagian medial dan otot konstriktor faring superior di bagian lateral. Bagian anteroposterior dibatasi oleh pilar tonsil. Sisi superior area peritonsilar ini dibatasi oleh torus tubarius sementara di sisi inferior terdapat sinus piriformis.[1]
Hipotesis Tonsilitis Akut
Patofisiologi pasti abses peritonsilar belum diketahui pasti. Menurut hipotesis tonsilitis akut, abses peritonsilar didahului oleh tonsilitis, kemudian terjadi selulitis, lalu membentuk abses. Hipotesis tersebut mengatakan bahwa infeksi terbentuk pada kripta magna, kemudian menyebar menembus kapsul tonsil ke area peritonsilar menyebabkan peritonsilitis. Peradangan difus peritonsilar inilah yang kemudian berkembang menjadi abses peritonsilar.[1,4]
Hipotesis Kelenjar Weber
Hipotesis kedua mengatakan bahwa kelenjar Weber memiliki peran penting pada patofisiologi abses peritonsilar. Kelenjar ludah minor ini terletak di bagian superior tonsil. Duktus kelenjar Weber menembus kapsul tonsil menuju kripta tonsil. Kelenjar Weber berfungsi membersihkan debris dari area tonsil. Jika terjadi peradangan pada kelenjar ini, akan terbentuk selulitis lokal. Saat peradangan bertambah berat akan terbentuk pus dan jaringan nekrosis yang kemudian menumpuk karena terganggunya fungsi kelenjar Weber.
Tonsilitis rekuren dan proses inflamasi lain pada tonsil dapat juga menyebabkan sumbatan sekunder pada duktus kelenjar Weber dan menyebabkan peradangan lebih lanjut.[1,5]