Etiologi Epistaksis
Etiologi epistaksis dapat dikelompokkan menjadi lokal dan sistemik. Faktor lingkungan dan penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya epistaksis.[1-4] Sebagian besar kasus epistaksis terjadi secara spontan dan sulit untuk menentukan etiologi yang spesifik. Meskipun cukup jarang terjadi, adanya neoplasma dan malformasi vaskular tetap perlu dipikirkan pada setiap kasus epistaksis .[2,4]
Faktor Lokal
Epistaksis merupakan manifestasi dari perubahan pada kondisi fisiologis mukosa hidung dan pembuluh darahnya. Trauma, inflamasi, kelainan struktural dan neoplasma merupakan faktor lokal yang menyebabkan epistaksis.[1-4]
Manipulasi hidung dengan jari, mengorek atau mengupil secara berulang merupakan trauma minor yang paling sering menyebabkan epistaksis, terutama pada populasi anak dan balita. Jenis trauma lain yang menyebabkan epistaksis, antara lain benda asing pada hidung dan benturan pada hidung atau wajah. Trauma juga dapat bersifat iatrogenik akibat penggunaan jangka panjang dari nasal kanul, pemasangan pipa nasogastrik, serta tindakan invasif seperti pembedahan.[1,3,4]
Penyakit sinusitis kronis, rhinitis alergi, penyakit granulomatosa, serta infeksi virus maupun bakteri dapat menyebabkan terjadinya epistaksis. Kelainan lokal lain yang menyebabkan epistaxis adalah deviasi septum, perforasi septum tumor atau neoplasma, dan malformasi vaskular.[1,3]
Faktor Sistemik
Penyebab sistemik dari epistaxis umumnya merupakan proses patologi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan gangguan sistem koagulasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan dengan kejadian epistaksis. Namun, hubungan sebab akibat antara hipertensi dan epistaksis masih perlu dikaji lebih jauh.[2,5,6]
Sepertiga pasien dengan epistaksis berulang diketahui memiliki gangguan koagulasi. Diantaranya adalah defisiensi faktor-faktor koagulasi (vitamin A, D, E, K), hemofilia, penyakit Von Willebrand, telangiektasia hemoragik herediter, leukemia, dan disfungsi platelet lainnya. Gangguan fungsi liver (sirosis hepatis) dan intoksikasi alkohol juga dapat menyebabkan epistaksis. [2]
Faktor Risiko Lain
Faktor risiko lain yang turut berpengaruh dalam terjadinya epistaksis adalah:
Penggunaan Obat-Obatan Tertentu
Penggunaan obat-obatan yang memengaruhi fungsi platelet atau proses koagulasi meningkatkan risiko terjadinya epistaksis. Obat-obatan tersebut yaitu, golongan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti diklofenak; antiplatelet, seperti aspirin; dan antikoagulan, seperti warfarin. Penggunaan obat dekongestan, seperti efedrin dan steroid intranasal juga dapat meningkatkan risiko epistaksis.[1,2]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang meliputi tingkat kelembapan, suhu, serta kontak dengan zat iritan atau alergen juga dapat berkaitan dengan insidensinya. Kejadian epistaksis dilaporkan meningkat pada kondisi lingkungan yang kering dan saat musim dingin. Hal tersebut dikarenakan mukosa hidung yang kering lebih rentan terhadap trauma.[4]