Patofisiologi Epistaksis
Patofisiologi epistaksis adalah robekan pada lapisan mukosa dan pembuluh darah yang memvaskularisasi area hidung. Epistaxis diklasifikasikan menjadi epistaksis anterior dan posterior berdasarkan lokasi anatomis dari sumber perdarahan. Identifikasi sumber perdarahan pada epistaksis sangat penting, karena akan berpengaruh terhadap pemilihan tata laksana.[1]
Epistaxis Anterior
Sebanyak 90-95% kasus merupakan epistaksis anterior. Perdarahan pada epistaksis anterior umumnya berasal dari pleksus Kiesselbach, disebut juga sebagai Little area, yang terletak di bagian anterior septum hidung.[2,3]
Pleksus Kiesselbach merupakan sebuah anyaman pembuluh darah yang terdiri dari cabang terminal beberapa pembuluh darah yang memvaskularisasi rongga hidung, yaitu arteri etmoidalis anterior, arteri sfenopalatina, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior.[1,4]
Oleh karena terletak di sekitar pintu masuk rongga hidung, anastomosis pembuluh darah ini sangat rentan terhadap paparan suhu dan kelembapan ekstrem, serta sangat berpotensi mengalami trauma. Selain itu, area ini juga memiliki lapisan mukosa yang sangat tipis.[4]
Epistaxis Posterior
Epistaksis posterior berasal dari pembuluh darah pada area posterior rongga hidung. Beberapa pembuluh darah tersebut merupakan cabang dari arteri maksilaris interna, arteri sfenopalatina, arteri palatina descendens, dan arteri ethmoidalis posterior.[1]
Hanya 5-10% dari seluruh kasus saja yang termasuk dalam epistaksis posterior [3]. Epistaksis posterior umumnya terjadi pada individu dengan komorbid atau faktor predisposisi tertentu. Hipertensi, tumor, gangguan vaskular atau pembekuan darah, dan penggunaan obat-obatan yang memengaruhi proses koagulasi merupakan beberapa contoh kondisi yang berperan dalam terjadinya epistaxis posterior.[4]