Patofisiologi Noise Induced Hearing Loss (NIHL)
Patofisiologi noise-induced hearing loss (NIHL) melibatkan proses jejas pada koklea dan jaras pendengaran melalui mekanisme stres oksidatif. Paparan bising berulang akan menimbulkan jejas terus menerus tanpa adanya resolusi. Hal ini akan menyebabkan kerusakan permanen pada koklea.
Proses Mendengar Normal
Sistem auditori manusia terdiri dari komponen auditori perifer dan nervus auditori. Komponen auditori perifer sendiri terdiri dari 3 bagian, yaitu telinga bagian luar, tengah, dan dalam. Telinga bagian luar berfungsi untuk menangkap gelombang suara dan meneruskannya ke telinga bagian tengah dan dalam.
Ketika terdapat gelombang suara, membran timpani yang merupakan pembatas antara telinga luar dan tengah, akan bergetar dan mengubah gelombang suara ini menjadi energi mekanik dan diteruskan ke telinga bagian tengah. Energi mekanik ini akan diteruskan ke telinga bagian tengah melalui tulang-tulang pendengaran atau osikel.[7]
Telinga bagian dalam memiliki koklea yang di dalamnya terdapat sel-sel rambut. Sel-sel rambut ini terletak di dalam organ korti dan dibagi menjadi dua, yaitu sel-sel rambut bagian luar dan bagian dalam. Energi mekanik dari tulang pendengaran akan menggerakan cairan yang ada di telinga bagian dalam dan menggerakkan membran basilar.
Gerakan ini akan mencetuskan impuls elektrik melalui proses elektrokimia. Sinyal elektrik ini akan dikirimkan ke otak melalui nervus auditori. Otak akan menerjemahkan sinyal ke dalam bentuk suara.[7]
Patogenesis
Patogenesis noise induced hearing loss (NIHL) melibatkan faktor lingkungan berupa paparan bising dan faktor internal seperti faktor genetik.
Temporary Threshold Shift
Paparan bising memiliki tingkat energi yang berbeda-beda tergantung dari intensitas suara, diukur dengan satuan desibel dan durasi paparan suara. Paparan bising dengan energi yang tinggi akan menyebabkan kerusakan pada organ pendengaran perifer dan menyebabkan peningkatan ambang batas pendengaran sementara (TTS atau temporary threshold shift).[1]
Kondisi ini dapat bersifat reversibel dan kembali normal dalam waktu 24–48 jam. Akan tetapi, walaupun ambang batas pendengaran kembali normal, kerusakan terhadap sinaps antara sel-sel rambut di bagian dalam dengan neuron aferen sudah terlanjur terjadi, walaupun belum menimbulkan gejala.[8–11]
Permanent Threshold Shift
Jika paparan bising dengan energi tinggi terjadi secara terus menerus, peningkatan ambang batas dapat berubah menjadi permanen (permanent threshold shift/PTS). Paparan bising dengan intensitas tinggi dalam jangka waktu lama akan menyebabkan dekompensasi metabolik.
Dekompensasi yang terjadi adalah gangguan pada stereosilia, pembesaran nukelus, pembengkakan mitokondria, vesikulasi sitoplasma, dan terbentuknya vakuol. Kerusakan metabolik ini terjadi akibat adanya stres oksidatif yang dipicu oleh radikal bebas yang berasal dari stimulus bising. Stres oksidatif memicu timbulnya reactive oxygen species (ROS) dan glutamat yang berujung pada kematian sel.[10–12]
Kerusakan Mikroskopik
Stimulasi bising yang berlebihan juga dapat meningkatkan ion kalsium bebas yang memicu nekrosis dan apoptosis sel. Selain itu, stimulasi suara juga dapat memicu aktivasi aksis hipotalamus–pituitari–adrenal (HPA). Aktivasi aksis ini akan menyebabkan stres psikologi dan fisiologi (meningkatkan tekanan darah, meningkatkan nadi).[13]
Kerusakan yang terjadi akibat stimulasi berulang ini menimbulkan jejas yang permanen dan dapat dilihat melalui mikroskop. Histopatologi yang dapat ditemukan adalah hilangnya sel-sel rambut fokal dan degenerasi ujung-ujung saraf yang berhubungan dengan sel-sel rambut tersebut.[14]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli