Penatalaksanaan Otitis Media
Target penatalaksanaan otitis media adalah resolusi dari gejala, serta mencegah atau mengurangi kemungkinan rekurensi. Seringkali tidak perlu diberikan antibiotik karena sistem imun anak dapat melawan infeksi dengan sendirinya, sementara anak dianjurkan untuk istirahat, penambahan cairan, dan pemberian analgesik. Namun, terkadang antibiotik diperlukan untuk menangani kasus berat, atau otitis sudah lebih dari 2‒3 hari.[3,17,18]
Medikamentosa
Otitis media dengan gejala ringan-sedang umumnya akan sembuh secara spontan dan hanya membutuhkan terapi suportif berupa pemberian analgesik. Pemberian kortikosteroid tidak terbukti bermanfaat pada kasus otitis media dengan efusi. Pertimbangkan untuk melakukan watchful waiting jika gejala otitis media akut (OMA) tanpa komplikasi.[3,17,18]
Analgesik
Analgesik bermanfaat untuk mengatasi nyeri, demam, dan rasa tidak nyaman akibat otitis media. Analgesik dapat sistemik, seperti ibuprofen (10 mg/kg setiap 6 jam) atau paracetamol (15 mg/kg setiap 6 jam).[3,18]
Analgesik topikal dapat diberikan bila tidak terdapat perforasi timpani, berupa suspensi telinga antipyrine / benzocaine. Ulasan Cochrane terhadap 5 studi mengenai analgesik topikal untuk penderita OMA anak dan dewasa menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang terbatas terkait efektivitas obat tetes telinga dalam 30 menit setelah diaplikasi. Namun, hasil studi tidak jelas apakah hasil dari perjalanan penyakit alami, efek plasebo karena menerima terapi, efek menenangkan dari cairan apa pun di telinga, atau efek dari obat tetes itu sendiri.[3,11]
Antibiotik
Antibiotik dapat diberikan secara oral maupun topikal. Pada anak di bawah 6 bulan, antibiotik diberikan tanpa perlu melakukan penundaan pemberian. Sedangkan untuk pasien usia di atas 6 bulan dengan otitis media ringan-sedang, yaitu keadaan umum baik dan stabil, otalgia tidak berat, dan demam tidak lebih dari 39 derajat Celsius, lakukan observasi selama 2‒3 hari. Jika gejala tidak membaik, baru diberikan antibiotik.[6,7,17]
Antibiotik lini pertama adalah amoxicillin dengan dosis 75‒90 mg/kg BB/hari. Untuk menjamin kepatuhan minum obat antibiotik maka pemberian dosis yang lebih jarang lebih dianjurkan, seperti satu atau dua kali dalam sehari. Selain itu, dipilih juga durasi terapi antibiotik pada OMA yang lebih singkat yaitu 5‒7 hari.[3,6,7]
Antibiotik lain dipilih jika pasien memiliki riwayat mengonsumsi amoxicillin dalam waktu 30 hari sebelumnya, atau bersamaan pasien juga mengalami konjungtivitis purulen, atau pasien alergi terhadap penisilin. Antibiotik lain misalnya golongan sefalosporin (cefdinir, cefpodoxime, cefuroxime), trimetoprim-sulfametoxazol (kotrimoksazol), dan makrolida (azithromycin, clarithromycin).[3,6,7]
Jika gejala menetap selama 4‒6 hari, berikan amoxicillin clavulanate 90 mg/kg 1 kali per hari selama 10 hari. Ceftriaxon intravena/intramuskular dapat diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB satu kali per hari, selama 3 hari pada pasien dengan muntah atau resisten terhadap amoxicillin clavulanate. Jika tetap tidak ada respon terhadap terapi, berikan clindamycin oral 30-40 mg/kgBB dalam dosis terbagi 4 kali per hari, dan lakukan timpanosentesis untuk kultur dan uji resistensi. Ganti antibiotik sesuai hasil kultur dan uji resistensi yang dilakukan.[3]
Antihistamin
Antihistamin dan dekongestan sering digunakan dalam pengobatan otitis media. Namun, berdasarkan penelitian terkini maka pedoman terbaru dalam terapi otitis media tidak direkomendasikan rutin memberi antihistamin maupun dekongestan. Tidak terbukti kombinasi kedua obat ini bermanfaat secara klinis, bahkan terdapat potensi penggunaan antihistamin dapat memperpanjang durasi efusi otitis media. Untuk itu, antihistamin, dekongestan, maupun keduanya tidak disarankan untuk otitis media efusi.[6,13]
Tindakan Operatif
Tindakan operatif yang dapat dilakukan pada otitis media adalah timpanosentesis, miringotomi, dan mastoidektomi.
Timpanosentesis
Timpanosentesis merupakan tindakan untuk diagnostik sekaligus terapeutik berupa insersi jarum pada bagian anterior membrane timpani untuk drainase cairan telinga tengah. Cairan yang diaspirasi kemudian dapat dilakukan kultur dan uji resistensi untuk mengidentifikasi patogen penyebab dan resistensi obat. Timpanosintesis dipertimbangkan untuk dilakukan pada:
- Anak dengan gangguan sistem imun
- Neonatal dengan OMA curiga patogen yang invasif
- Pasien yang sudah diterapi dengan antibiotik namun tidak ada perbaikan gejala lokal maupun sistemik (sepsis)
- Pasien OMA terkomplikasi yang sedang dilakukan pemeriksaan patogen etiologis dari cairan tubuh lainnya, seperti darah atau cairan serebrospinal[12]
Miringotomi
Miringotomi merupakan tindakan insisi membran timpani dengan ukuran yang lebih besar daripada timpanosentesis. karena tujuan tindakan ini adalah untuk mengeluarkan cairan supurasi pada OMA supuratif menuju kanal telinga. Membran timpani akan sembuh dengan sendirinya dalam durai hari hingga beberapa minggu. Miringotomi dapat juga dilakukan disertai pemasangan tuba timpanostomi. Pemasangan tuba ini bertujuan untuk drainase cairan telinga tengah dalam jangka waktu yang lebih panjang. Pemilihan tuba ventilasi dilihat dari berbagai aspek seperti butuh berapa lama tuba ventilasi dipasang (6‒9 bulan, 9‒18 bulan, dan lebih dari 2 tahun) dengan mempertimbangkan peningkatan resiko komplikasinya dan keadaan membran timpani saat pemeriksaan.[12]
Mastoidektomi
Salah satu indikasi mastoidektomi adalah otitis media supuratif kronis (OMSK) dengan atau tanpa kolesteatoma. Mastoidektomi memberikan akses untuk mengangkat matriks kolesteatoma atau sistem sel udara mastoid (osteitis/periostitis) serta memberikan kemudahan bagi operator karena dapat visualisasi tulang temporal yang sulit untuk dilihat jika tindakan dilakukan dari kanal auditori eksterna.[12,14]