Epidemiologi Tuli
Data epidemiologi menunjukkan bahwa tuli memiliki angka kejadian yang tinggi, dimana laporan WHO memperkirakan terdapat 446 juta penduduk dunia mengalami berbagai derajat tuli di tahun 2020. Data epidemiologi juga memperkirakan 1-3 bayi per 1000 kelahiran hidup mengalami tuli kongenital.[2]
Global
Pada tahun 2020, WHO menyebutkan terdapat 466 juta penduduk di dunia yang mengalami gangguan pendengaran. 34 juta di antaranya terjadi pada anak–anak dan bersifat preventable. WHO juga menyebutkan bahwa 1 hingga 3 bayi per 1000 kelahiran hidup mengalami tuli kongenital. Angka ini meningkat menjadi 2 hingga 4 per 100 bayi pada perawatan intensif.[2]
Di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat lebih dari 30 juta orang dewasa, atau hampir 15% dari keseluruhan penduduk Amerika Serikat, mengalami berbagai derajat tuli. Tuli dilaporkan lebih banyak ditemukan pada lansia. Diperkirakan bahwa 80% lansia berusia di atas 85 tahun mengalami tuli.[3]
Indonesia
WHO menyebutkan bahwa Indonesia termasuk ke dalam 4 negara di Asia dengan angka gangguan pendengaran yang tinggi. Angka kejadian tuli di Indonesia diperkirakan sebesar 4,6%.
Data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa terdapat 0,11% anak usia 24-59 bulan mengalami tuli kongenital.[2]
Mortalitas
Tuli diperkirakan berpotensi meningkatkan mortalitas. Peningkatan risiko mortalitas diduga berhubungan dengan peningkatan risiko depresi, penurunan tingkat aktivitas fisik, dan risiko kecelakaan.[6]
Tuli juga telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko mortalitas karena kelainan kardiovaskular. Meski demikian, belum jelas apakah memang ada hubungan kausatif antara keduanya.[7]
Penulisan pertama oleh: dr. Novita Tirtaprawita
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta