Patofisiologi Inkontinensia Urine
Patofisiologi inkontinensia urine terjadi akibat disfungsi mekanisme otot detrusor, fungsi sfingter uretra, dan fungsi sistem saraf, sehingga fungsi kontinensia saat penyimpanan atau pengeluaran urine tidak berlangsung dengan baik.[8-10]
Fisiologi Berkemih
Fungsi berkemih sangat tergantung pada struktur anatomi (vesika urinaria, uretra, dan otot pelvis), jaringan penyokongnya, serta persarafan traktus urinarius bawah. Traktus urinarius bawah berfungsi untuk menyimpan (storage atau filling) dan mengeluarkan urine (voiding). Kelainan mekanisme ini menyebabkan gangguan miksi dan terkadang menyebabkan inkontinensia yang merupakan kebalikan retensi urine.[8-11]
Refleks miksi diatur pada pusat miksi di pons dan korteks serebri, kemudian stimulus dihantarkan ke otot detrusor, sfingter, dan vesika urinaria melalui saraf somatik, parasimpatik, dan simpatik medula spinalis. Pons berfungsi untuk mengatur relaksasi sfingter uretra dan kontraksi otot detrusor, sedangkan korteks serebri berfungsi untuk menginhibisi refleks miksi.[4,9]
Pada fase filling atau storage, terjadi inhibisi parasimpatik (S2–S4) dan stimulasi saraf simpatik (T6) untuk kontraksi leher buli dan relaksasi dinding buli. Saraf somatik pada nukleus onuf merangsang relaksasi rhabdosfingter dan mempertahankan tonus otot periuretra serta otot dasar pelvis. Vesika urinaria mempertahankan relaksasi, ekspansi adekuat, outlet tetap tertutup, mukosa uretra intak, tekanan intravesika rendah, serta tekanan uretra tinggi.
Ketika vesika urinaria penuh, dinding buli akan mengalami distensi, sehingga otot detrusor merangsang medulla spinalis dan pons untuk inhibisi simpatik, inhibisi saraf somatik, dan stimulasi parasimpatik. Fase pengosongan (voiding) dimulai saat terjadi relaksasi rhabdosfingter, relaksasi leher buli, dan kontraksi otot detrusor, sehingga resistensi uretra menurun dan urine dapat dikeluarkan.[4,8-11]
Inkontinensia Stres
Inkontinensia stres terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan gradien tekanan uretra dan vesika urinaria, terutama pada saat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen, seperti pada saat batuk atau tertawa. Inkontinensia stres disebabkan oleh 2 mekanisme utama, yaitu hipermobilitas uretra dan defisiensi sfingter interna saat terjadi kenaikan tekanan intraabdomen.
Hipermobilitas uretra terjadi ketika struktur penyokong vesika urinaria mengalami kelemahan, sehingga leher vesika urinaria dan uretra bagian proksimal mengalami disposisi, terutama saat terjadi peningkatan tekanan intraabdomen.
Batuk ringan menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen transien, sehingga bagian proksimal uretra mengalami pergeseran kaudodorsal sekitar 10 mm. Perubahan posisi ini menyebabkan tekanan yang dihantarkan ke vesika urinaria dan uretra proksimal tidak seimbang, sehingga tekanan intravesika lebih tinggi daripada uretra.
Sfingter interna berfungsi untuk menjaga tekanan uretra tetap tinggi pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdomen dengan cara berkontraksi, sehingga tidak terjadi perubahan gradien tekanan. Bila terjadi defisiensi sfingter interna, kontraksi sfingter melemah, sehingga tidak adekuat untuk mempertahankan tekanan uretra terhadap peningkatan tekanan intraabdomen dan terjadi inkontinensia.[8-10]
Inkontinensia Urgensi
Inkontinensia urgensi terjadi akibat overaktivitas detrusor, yang menyebabkan sensasi urgensi dan keluarnya urine secara involunter. Dalam kondisi normal, otot detrusor berkontraksi hanya pada saat proses voiding. Overaktivitas detrusor adalah kontraksi involunter otot detrusor pada fase filling atau storage yang terjadi akibat gangguan otot (miogenik) ataupun gangguan saraf (neurogenik).
Overaktivitas detrusor miogenik disebabkan akibat hipereksitabilitas otot, sedangkan gangguan neurogenik disebabkan oleh hiperaktivitas refleks miksi akibat denervasi spinal atau kortikal. Inkontinensia terjadi ketika overaktivitas detrusor mengakibatkan tekanan intravesika lebih tinggi dibandingkan tekanan uretra. Mekanisme inkontinensia urgensi dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya denervasi otot detrusor dan penurunan inhibisi sentral.[4,8,11]
Denervasi Otot Detrusor
Pada otot detrusor, terdapat area yang mengalami denervasi secara tidak merata (patchy) dan bertambahnya jaringan ikat otot polos. Hal ini menyebabkan peningkatan aksi-potensial spontan dan hipertrofi sel otot polos, yang lalu mengakibatkan coupling serabut otot dan aktivitas elektrik meningkat.[4,8,11]
Peningkatan Kontraktilitas Spontan Otot Detrusor
Inkontinensia bisa terjadi akibat peningkatan coupling serabut-serabut otot detrusor, sehingga terjadi eksitasi otot polos secara involunter pada fase storage.[4,8,11]
Oversensitivitas terhadap Stimulus
Reseptor otot detrusor bisa mengalami regulasi naik, sehingga lebih sensitif terhadap asetilkolin dan stimulus elektrik. Akibatnya, terjadi overaktivitas otot.[4,8,11]
Peningkatan Aktivitas Fiber Aferen C
Neuron aferen fiber C bisa mengalami regulasi naik, sehingga mengaktivasi refleks miksi dan menyebabkan kontraksi involunter dengan menimbulkan sensasi urgensi. Nerve growth factor (NGF), neurotropin, dan sitokin juga ditemukan meningkat pada detrusor overaktif dan meningkatkan aktivitas neuron aferen.[4,8,11]
Penurunan Inhibisi Sentral
Terjadi gangguan transmisi rangsang dari sistem saraf pusat ke pusat miksi pada pons, sehingga refleks miksi diatur oleh traktus spinobulbospinal medulla spinalis tanpa inhibisi korteks serebri.[4,8,11]
Peningkatan Transduksi Mekanosensoris Urotelial
Ketika ada deformasi atau stretch urotelium, neurotransmitter seperti ATP (adenosine triphosphate), asetilkolin, dan neuropeptida akan dilepaskan, sehingga menyebabkan transduksi neurotransmitter meningkat dan terjadi amplifikasi rangsang saraf. Transmisi ini menyebabkan sensasi penuh di buli, sehingga merangsang refleks miksi.[4,8,11]
Inkontinensia Luapan atau Overflow
Inkontinensia luapan terjadi ketika kandung kemih mengalami overdistensi akibat retensi urine ataupun gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete emptying) akibat menurunnya kontraktilitas otot detrusor, obstruksi outlet kandung kemih, atau kombinasi keduanya.
Hal tersebut menjadikan penderita inkontinensia luapan sering tidak merasakan sensasi berkemih ketika vesika urinaria telah mencapai kapasitas maksimal, sehingga dinding kandung kemih yang elastis mengalami distensi berlebih. Jika berlangsung secara kronis, overdistensi vesika urinaria akan menyebabkan inkontinensia.[2,4,7,8,10]
Inkontinensia Fungsional
Inkontinensia fungsional terjadi akibat gangguan fisik ataupun psikologi. Tidak terdapat kelainan dalam proses fisiologi berkemih. Kelainan ini umumnya disebabkan oleh faktor etiologi nongenitourinari yang dapat berlangsung transien ataupun permanen.[2,4,9]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur