Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Inkontinensia Urine general_alomedika 2023-03-10T12:41:29+07:00 2023-03-10T12:41:29+07:00
Inkontinensia Urine
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Inkontinensia Urine

Oleh :
Josephine Darmawan
Share To Social Media:

Diagnosis inkontinensia urine umumnya dapat ditegakkan berdasarkan keluhan pasien berupa pengeluaran urine secara involunter. Pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk mengidentifikasi etiologi dan memilih tata laksana.[1,3,4]

Anamnesis

Anamnesis merupakan komponen paling penting dalam diagnosis inkontinensia urine. Beberapa hal yang penting dalam anamnesis adalah:

  • Menentukan inkontinensia terjadi secara transien atau terus menerus
  • Menentukan jenis inkontinensia yang dialami
  • Menentukan derajat keparahan inkontinensia
  • Menentukan etiologi inkontinensia
  • Mencari tanda bahaya (red flag)

Pada kasus inkontinensia urine, dokter menanyakan gejala traktus urinarius bawah seperti nokturia, frekuensi, hesitansi, kencing tidak lampias, dan mengejan saat buang air kecil. Tanyakan juga riwayat buang air besar dan fungsi seksual pasien. Identifikasi juga faktor pencetus inkontinensia, seperti alkohol, kafein, soda, atau rokok. Penting juga untuk mengetahui riwayat obstetri dan riwayat operasi abdomen atau urologi.

Inkontinensia urine transien merupakan inkontinensia akibat penyebab tertentu yang gejala inkontinensianya akan menghilang setelah faktor penyebab berhasil dieliminasi. Penyebab inkontinensia transien sering disebut “DIAPPERS”, yaitu:

  • Delirium
  • Infeksi
  • Atrophic vaginitis

  • Pharmaceuticals (obat-obatan): agonis alfa adrenergik, antikolinergik, antagonis alfa, diuretik, calcium channel blockers, angiotensin-converting enzyme inhibitor, sedatif, dan obat antiparkinson

  • Psychological disorders (kelainan psikologis)

  • Excessive urine output (pengeluaran urine lebih banyak)

  • Reduced mobility (gangguan mobilitas)

  • Stool impaction (impaksi feses)[1-5,13]

Three Incontinence Questionnaire atau Kuesioner 3IQ

Evaluasi jenis inkontinensia urine yang dialami pasien dapat dibantu oleh kuesioner 3IQ (Three Incontinence Questionnaire), yang isinya mencakup tiga pertanyaan. Kuesioner ini memiliki spesifisitas 77% dan sensitivitas 75%.

Pertanyaan Pertama:

Dalam 3 bulan terakhir, apakah anda mengalami pengeluaran urine secara involunter?

  • Bila Ya, pasien mengalami inkontinensia dan dokter perlu melakukan evaluasi lebih lanjut untuk membedakan jenis inkontinensia yang dialami pasien
  • Bila Tidak, pasien tidak mengalami inkontinensia dan kuesioner tidak perlu dilanjutkan

Pertanyaan Kedua:

Dalam 3 bulan terakhir, dalam kondisi apakah pengeluaran urine involunter terjadi?

  • Ketika melakukan aktivitas fisik, seperti angkat berat, batuk, bersin, olahraga
  • Ketika merasakan sensasi ingin buang air kecil (urgensi), tetapi tidak dapat ke toilet dengan cepat
  • Tanpa aktivitas fisik ataupun sensasi urgensi

Pertanyaan Ketiga:

Dalam waktu 3 bulan terakhir, dalam kondisi apakah anda paling sering mengalami pengeluaran urine secara involunter?

  • Lebih sering saat aktivitas fisik, seperti angkat berat, batuk, bersin, olahraga
  • Lebih sering saat merasakan sensasi ingin buang air kecil, tetapi tidak dapat ke toilet dengan cepat
  • Tanpa aktivitas fisik ataupun sensasi urgensi
  • Sama sering saat aktivitas fisik dan sensasi urgensi

Bila pengeluaran urine lebih sering saat beraktivitas fisik, pasien mungkin mengalami inkontinensia stres atau inkontinensia dominan stres. Bila lebih sering saat urgensi, pasien mungkin mengalami inkontinensia urgensi. Bila terjadi tanpa aktivitas fisik atau sensasi urgensi, kemungkinan pasien mengalami inkontinensia akibat penyebab lain. Bila terjadi sama sering saat aktivitas fisik ataupun sensasi urgensi, inkontinensia yang terjadi merupakan inkontinensia campuran.[3,4,19]

Sandvik Severity Score

Derajat keparahan inkontinensia dapat dinilai dengan bantuan sistem skoring Sandvik atau Sandvik Severity Score for Incontinence, yang isinya terdiri dari dua pertanyaan.

Pertanyaan Pertama:

Seberapa sering anda mengalami inkontinensia?

  • Skor 1 bila <1 kali dalam 1 bulan
  • Skor 2 bila ≥1 kali setiap bulan
  • Skor 3 bila ≥1 kali setiap minggu
  • Skor 4 bila setiap hari dan/atau malam

Pertanyaan Kedua:

Berapa banyak volume urine yang dikeluarkan setiap kali terjadi inkontinensia?

  • Skor 1 bila beberapa tetes atau sedikit
  • Skor 2 bila lebih banyak

Skor Sandvik dapat dihitung dengan mengalikan hasil pertanyaan pertama dan kedua. Interpretasi skor Sandvik adalah:

  • Skor 1–2 = inkontinensia ringan
  • Skor 3–4 = inkontinensia sedang
  • Skor 6–8 = inkontinensia berat[4,13]

Tanda Bahaya Inkontinensia Urine

Jika ada tanda bahaya atau jika penyebab inkontinensia tidak dapat dijelaskan, pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis urologi. Beberapa tanda bahaya yang diwaspadai:

  • Inkontinensia dengan infeksi saluran kemih berulang
  • Inkontinensia dengan gejala neurologi onset baru
  • Inkontinensia dengan nyeri abdomen
  • Inkontinensia dengan nyeri panggul
  • Inkontinensia yang membutuhkan tindakan pembedahan
  • Adanya pembesaran prostat
  • Prolaps organ pelvis melewati introitus vagina
  • Hematuria tanpa adanya infeksi saluran kemih
  • Proteinuria persisten
  • Volume residu pasca berkemih >200 ml
  • Riwayat pembedahan atau radiasi pelvis
  • Kelainan neurologi: hidrosefalus, trauma medulla spinalis, penyakit Parkinson

  • Usia tua >60 tahun[3,5,13]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan inkontinensia urine meliputi pemeriksaan umum, neurologi, urologi, dan pemeriksaan pelvis. Beberapa pemeriksaan khusus, seperti tes batuk (cough stress test), tes popok (pad test), atau tes tisu (toilet paper test) juga dapat dilakukan.[3,4,13,14]

Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan toraks untuk menilai fungsi paru dan jantung serta untuk menilai ada tidaknya overload cairan. Adanya penyakit arteriovaskular atau gagal jantung kongestif dapat menyebabkan inkontinensia urgensi.

Pemeriksaan abdomen secara umum dapat mendeteksi adanya massa, nyeri, distensi kandung kemih, dan nyeri ketok sudut kostovertebra. Tes Ballotement dapat menilai ada tidaknya pembesaran ginjal. Adanya massa abdomen sering kali mengganggu otot detrusor dan menyebabkan inkontinensia luapan.[3,4,13,14]

Pemeriksaan Neurologi

Kelainan neurologi seperti gangguan sistem saraf pusat dapat mengganggu fungsi pengaturan miksi atau otot detrusor, sehingga pemeriksaan neurologi terarah penting dilakukan pada pasien inkontinensia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

  • Status mental
  • Pemeriksaan gait: kelainan gait dapat menandakan kelainan medulla spinalis atau neuropati perifer
  • Pemeriksaan sensorik dan motorik: dapat mendeteksi kelainan serebrovaskular
  • Pemeriksaan refleks tendon dalam ekstremitas bawah
  • Refleks perineum, perianal, bulbokavernosus: dapat mendeteksi neuropati pudendal atau kelainan saraf sakral (S2–S4)
  • Pemeriksaan pergerakan leher (kaku kuduk), serta refleks Babinski juga dapat dilakukan untuk mendeteksi spondilosis atau stenosis yang mengganggu fungsi otot detrusor

Jika ada kecurigaan kuat kelainan neurologi, usia pasien geriatri, inkontinensia urgensi onset mendadak, gejala neurologi onset baru, dan riwayat penyakit saraf, sebaiknya dokter melakukan pemeriksaan neurologi lebih lengkap.[3,4,13,14]

Pemeriksaan Urogenital

Pada pasien wanita, pemeriksaan urogenital meliputi inspeksi bagian luar untuk menilai atrofi mukosa vagina, penyempitan introitus, stenosis, inflamasi, tanda-tanda prolaps organ, dan kekuatan otot pelvis. Pemeriksaan bimanual mungkin dilakukan untuk mendeteksi massa atau nyeri pada organ reproduksi.[2,3,4,13,14]

Pada pasien laki-laki, lakukan pemeriksaan genitalia eksternal untuk menilai posisi meatus uretra, infeksi, kista, dan regio inguinalis untuk menilai hernia. Pada pasien yang belum sirkumsisi, kulit skrotum harus diperiksa untuk mendeteksi adanya fimosis, parafimosis, hipospadia, dan balanitis.[2,4,14]

Pemeriksaan Pelvis

Pemeriksaan pelvis terutama penting dilakukan pada wanita dengan inkontinensia. Pemeriksaan dilakukan dengan spekulum untuk pemeriksaan dalam. Minta pasien batuk saat pemeriksaan dalam untuk menilai hipermobilitas uretra. Pemeriksaan dalam juga dapat menilai defek dinding anterior dan posterior, lesi uretra, tanda-tanda prolaps organ dalam pelvis, dan tanda defisiensi estrogen.

Pada pasien pria, lakukan pemeriksaan colok dubur (rectal toucher) untuk menilai tonus levator ani, kelainan prostat, massa rektum, dan adanya impaksi feses.[2,3,4,13,14]

Pemeriksaan Khusus

Pemeriksaan khusus seperti tes batuk (cough stress test), tes popok (pad test), atau tes tisu (toilet paper test) merupakan pemeriksaan yang dapat dengan mudah dilakukan melalui pemeriksaan fisik.

Tes Batuk atau Cough Stress Test:

Tes ini dilakukan dengan cara mengisi vesika urinaria dengan 200–250 ml cairan steril, lalu meminta pasien batuk atau membungkuk (manuver Valsava). Inspeksi uretra untuk melihat adanya urine yang keluar. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada saat pasien berdiri atau berada dalam posisi litotomi saat pemeriksaan pelvis. Hasil positif tes ini menandakan inkontinensia stres.[4,13,14]

Tes Popok atau Pad Test:

Tes ini dilakukan dengan cara memasangkan popok yang telah diberikan pewarna metilen biru atau fenazopiridin pada pasien. Kemudian, pasien diminta untuk aktivitas, seperti olahraga, batuk, bersin, atau berlari di tempat selama 15 menit hingga 2 jam. Pewarna metilen blue mengubah urine menjadi biru, sedangkan pewarna fenazopiridin mengubah urine menjadi oranye. Hasil positif bila ada urine, yang menandakan adanya inkontinensia stres. Popok lalu ditimbang untuk menghitung volume urine.[4,13,14]

Tes Tisu atau Toilet Paper Test:

Tes ini dilakukan dengan cara meletakkan tisu toilet di depan uretra, kemudian meminta pasien batuk dengan kuat secara berulang. Adanya urine pada tisu menandakan inkontinensia stres.[4,13,14]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding inkontinensia urine sangat luas dan beragam, tergantung pada jenis inkontinensia urine dan faktor etiologi yang mendasari.[3-5,20]

Infeksi Saluran Kemih

Pada kasus infeksi saluran kemih, ada gejala saluran kemih bawah iritatif, bakteriuria, dan mungkin demam.

Prostatitis

Pada kasus prostatitis, ada demam, nyeri perineal atau nyeri prostat, disuria, gejala saluran kemih bawah obstruktif, dan lendir uretra.

Vaginitis

Pada vaginitis, ada leukorrhea patologis, nyeri abdomen bawah, dan pemeriksaan usap vagina menunjukkan tanda infeksi bakteri atau jamur.

Obstruksi Saluran Kemih

Obstruksi saluran kemih ditandai nyeri abdomen, gangguan pola miksi, serta gejala saluran kemih bawah obstruktif atau iritatif. Gejala juga mungkin disertai hematuria atau riwayat infeksi saluran kemih berulang, pembesaran ginjal, dan nyeri pinggang.

Enuresis

Enuresis merupakan episode nokturia, yang biasanya terjadi pada anak usia ≥5 tahun saat sedang tidur.

Kanker Prostat

Kanker prostat menunjukkan gejala saluran kemih bawah, disfungsi ereksi, hematuria makroskopis, peningkatan prostate specific antigen (PSA), dan nodul prostat.

Kanker Buli

Kanker buli menunjukkan hematuria makroskopis yang intermiten dan tanpa nyeri. Pasien mungkin mengalami riwayat infeksi saluran kemih berulang, gejala saluran kemih bawah, anoreksia, penurunan berat badan, hidronefrosis, dan massa buli.

Kanker Ginjal

Kanker ginjal menunjukkan trias nyeri pinggang samping (flank pain), hematuria, dan massa abdomen atau massa renal, yang dapat disertai gejala paraneoplastik (kakeksia, demam, anemia, eritrositosis, dan trombositosis).[3-5,20]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di awal adalah urinalisis dan voiding diary selama 3 hari. Pada keadaan klinis yang spesifik, pemeriksaan lanjutan dapat diperlukan, misalnya pemeriksaan kadar kreatinin serum, uroflowmetry, post void residual volume (PVR), sistoskopi, dan studi urodinamik.

Uroflowmetry dan PVR direkomendasikan jika ada gejala inkontinensia yang signifikan, prolaps organ panggul simtomatik, atau overdistensi vesika urinaria. Cystourethroscopy sebaiknya dilakukan jika pemeriksaan awal mengindikasikan kelainan lain, misalnya fistula atau keganasan. Urodynamic studies diindikasikan jika diagnosis meragukan, gejala tidak berkorelasi dengan hasil pemeriksaan fisik, atau tata laksana awal gagal.[1]

Urinalisis

Urinalisis dilakukan untuk mendeteksi adanya infeksi saluran kemih (ISK). ISK dapat menimbulkan gejala berkemih iritatif dan inkontinensia urgensi. Inflamasi lokal akibat ISK menyebabkan iritasi vesika urinaria, sehingga terjadi kontraksi yang tidak diimbangi inhibisi. Beberapa bakteri penyebab ISK juga dapat memiliki efek penghambat alfa pada sfingter uretra. Hal ini akan menurunkan tekanan intrauretra.[4]

Postvoid Residual Volume atau PRV

Pemeriksaan PRV merupakan salah satu komponen pemeriksaan urodinamik yang dapat dilakukan dengan mudah menggunakan kateterisasi atau ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui volume urine yang tersisa di dalam kandung kemih setelah miksi.

Volume PRV tinggi umumnya menunjukkan kelemahan otot dinding kandung kemih atau obstruksi outlet kandung kemih. Pada inkontinensia luapan, PRV umumnya >200 mL, sedangkan pada jenis inkontinensia lain PRV umumnya normal (<50 mL). Perlu diingat bahwa hasil PRV tidak mengubah tata laksana inkontinensia.[3,5,13]

Tes Urodinamik

Pemeriksaan urodinamik lengkap merupakan pemeriksaan baku emas inkontinensia urine. Komponen pemeriksaan urodinamik lengkap adalah:

  • Sistometri: mendeteksi propriosepsi kandung kemih, kapasitas kandung kemih, dan overaktivitas kandung kemih. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan dengan cairan (fluid cystometry). Pemeriksaan sistometri ini dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran tekanan intraabdomen
  • Uroflowmetry: menilai volume urine yang keluar per menit atau detik. Hasil yang normal menandakan kontraksi detrusor adekuat dan resistensi uretra normal

  • PRV: pengukuran volume kandung kemih setelah miksi
  • Profilometri: pengukuran tekanan uretra
  • Leak-point pressure: mengukur ambang batas tekanan intravesika yang menyebabkan urine keluar tanpa adanya kontraksi detrusor

Perlu diingat bahwa pemeriksaan ini bersifat invasif dan memerlukan biaya medis yang tinggi, sehingga tidak direkomendasikan secara rutin. Pemeriksaan urodinamik lengkap umumnya dibutuhkan sebelum melakukan tindakan bedah untuk inkontinensia. Pasien harus menjalani pemeriksaan ini dalam kondisi kandung kemih penuh.[3,5,13,14,21]

 

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

 

Referensi

1. Bettez M, Tu LM, Carlson K, et al. 2012 Update: Guidelines for Adult Urinary Incontinence Collaborative Consensus Document for the Canadian Urological Association. Can Urol Assoc J. 2012;6(5):354-63.
2. Syan R, Brucker BM. Guideline of guidelines: urinary incontinence. BJU Int. 2016 Jan;117(1):20-33.
3. Khandelwal C, Kistler C. Diagnosis of urinary incontinence. Am Fam Physician. 2013;87:543–50.
4. Vasavada S, Carmel M, Rackley R, Kim E. Urinary Incontinence. Medscape. 2019. https://emedicine.medscape.com/article/452289-overview
5. Lucas M, Bedretdinova D, Berghams LC, et al. Guidelines on Urinary Incontinence. Eur Assoc Urol. 2015;1–75.
13. Lukacz E. Evaluation of women with urinary incontinence. UpToDate. 2018. https://www.uptodate.com/contents/evaluation-of-women-with-urinary-incontinence
14. Clemens J. Urinary incontinence in men. UpToDate. 2018. https://www.uptodate.com/contents/urinary-incontinence-in-men
19. Brown JS, Bradley CS, Subak LL, et al. The sensitivity and specificity of a simple test to distinguish between urge and stress urinary incontinence. Ann Intern Med. 2006;144:715–23.
20. Chughtai B, Laor L, Dunphy C, et al. Diagnosis, Evaluation, and Treatment of Mixed Urinary Incontinence in Women. Rev Urol. 2015;17:78–83.
21. Gill B, Rackley R. Urodynamic Studies for Urinary Incontinence. Medscape. 2016. https://emedicine.medscape.com/article/1988665-overview

Epidemiologi Inkontinensia Urine
Penatalaksanaan Inkontinensia Urine

Artikel Terkait

  • Pencegahan Inkontinensia Urine Terkait Kehamilan
    Pencegahan Inkontinensia Urine Terkait Kehamilan
  • Desmopressin untuk Overactive Bladder dan Nokturia
    Desmopressin untuk Overactive Bladder dan Nokturia
  • Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine
    Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine
Diskusi Terkait
dr. Gabriela
Dibalas 13 Maret 2023, 15:31
Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela
1 Balasan
ALO Dokter!Senam Kegel dikatakan dapat menguatkan otot dasar panggul, dimana otot dapat melemah seiringnya bertambahnya usia. Otot dasar panggul juga dapat...
Anonymous
Dibalas 21 Juli 2022, 14:29
Volume Konsumsi Cairan Harian bagi Lansia dengan Inkontinensia Urin - Gizi Klinik Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Izin bertanya dr. Khrisnugra Ramadhani, MGizi, SpGK, untuk pasien lansia yang mengalami inkontinensia urin, kira-kira baiknya berapa konsumsi cairan minimal...
dr. Nurul Falah
Dibalas 29 Oktober 2021, 12:43
Pasien dengan inkontinensia urin apakah terapi yang dapat diberikan
Oleh: dr. Nurul Falah
3 Balasan
Alo dokter, izin bertanya.Apakah ada obat sementara yang dapat diberikan pada pasien dengan inkontinensia urin untuk mengurangi gejalanya?Kapan pasien harus...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.