Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Probenecid
Penggunaan probenecid dalam kehamilan masuk dalam kategori B2 menurut TGA dan kategori B menurut FDA. Berdasarkan studi terhadap hewan coba tidak terdapat bukti adanya efek teratogenik bagi janin, tetapi terdapat bukti bahwa probenecid dapat melewati sawar plasenta. Pemberian probenecid dengan dosis 2 gram terbukti ikut disekresikan ke dalam air susu ibu, walaupun dalam kadar yang sangat rendah.[10,11]
Penggunaan pada Kehamilan
Probenecid merupakan agen urikosurik yang tergolong cukup aman pada kondisi khusus, seperti kehamilan. Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), probenecid masuk dalam kategori B. Sementara, menurut Therapeutic Goods Administration (TGA) probenecid masuk kategori B2.[10,11]
Hingga saat ini, belum terdapat bukti bahwa pemberian probenecid meningkatkan risiko teratogenik bagi janin pada studi hewan coba. Sementara itu, studi penggunaan probenecid yang melibatkan wanita hamil masih sangat terbatas. Probenecid terbukti dapat melewati sawar plasenta, sehingga pemberian obat ini bagi ibu hamil memerlukan perhatian khusus.[1,11]
Terdapat uji acak terkontrol yang membandingkan terapi ceftriaxone, cefixime, dan amoxicillin peroral disertai probenesid pada pasien hamil dengan gonorrhea. Hasil uji ini menunjukkan bahwa tidak ada laporan kejadian abortus, ketuban pecah dini, persalinan preterm, atau kematian janin.[19]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Terdapat studi yang membuktikan probenecid 2 g/hari diekskresikannya dalam air susu ibu (ASI), walau dalam kadar sangat rendah. Saat ini, diduga probenecid yang diekskresikan pada ASI tidak memberikan efek negatif untuk bayi berusia >2 bulan. Namun, pemberian probenecid bagi ibu menyusui harus sangat hati-hati.[10]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini