Diagnosis Oligospermia
Diagnosis oligospermia didapatkan dari anamnesis keluhan infertilitas, konsentrasi sperma <15 juta/mL pada analisis sperma, dan pemeriksaan penunjang lain untuk identifikasi etiologi oligospermia.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien yang dicurigai oligospermia dilakukan seperti pasien infertilitas pria pada umumnya. Pasien oligospermia biasanya datang dengan keluhan utama tidak dapat memiliki keturunan meskipun telah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi bersama istrinya selama 12 bulan atau lebih.
Pertanyaan mengenai riwayat pubertas, seperti tumbuhnya rambut pada wajah, ketiak, dan kemaluan, serta perubahan suara. Selain itu, perlu ditanyakan mengenai kejadian terkait androgen, seperti ereksi pada pagi hari, frekuensi dan intensitas pikiran terkait seksual, dan frekuensi masturbasi untuk menyingkirkan kemungkinan defisiensi androgen.[3,13]
Keluhan lain yang dapat ditanyakan adalah disfungsi ereksi, kehilangan libido, pembesaran payudara, hingga waktu melakukan hubungan seksual. Riwayat penyakit dahulu, seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit hati, dan kanker juga perlu diketahui.
Tanyakan juga riwayat konsumsi obat–obatan yang berhubungan dengan keluhan, seperti golongan statin, glukokortikoid, opioid, dan 5–alpha reductase inhibitors. Riwayat kemoterapi atau radioterapi pada pasien juga perlu diketahui.[3,13]
Gaya hidup dan paparan pekerjaan juga bisa mempengaruhi spermatogenesis, termasuk paparan asap rokok, kafein, timbal, merkuri, kadmium, dan arsen.[3,13]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien infertilitas dengan kecurigaan oligospermia difokuskan pada karakteristik perkembangan seksual sekunder, seperti pertumbuhan rambut, ginekomastia, volume testis, prostat, penis, dan proporsi tubuh.
Pertumbuhan rambut pada wajah, ketiak, dada, dan pubis bergantung pada kadar androgen. Akan tetapi, pada kelainan kadar androgen yang kronik, perbedaan pertumbuhan rambut mungkin tidak terlihat.[3,14]
Pengukuran testis sebaiknya dilakukan dengan Prader orchidometer, dengan panjang normal berkisar 3,5–,5 cm dan volume 12–25 ml. Pasien dengan sindrom Klinefelter dapat mengalami penurunan volume testis. Palpasi testis juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi kelainan pada testis, seperti varikokel.
Kemungkinan waktu munculnya hipogonadisme sebagai patofisiologi oligospermia dapat diketahui dari penampakan klinis pasien. Pada hipogonadisme yang terjadi sebelum pubertas, kelainan dapat berupa ukuran testis dan penis kecil, bersuara dengan nada tinggi, kurangnya pertumbuhan rambut pada wajah, dada, ketiak, dan pubis, serta perawakan Eunucoidal yang ditandai dengan rentang lengan >2 cm lebih panjang dari tinggi badan. Pada hipogonadisme yang terjadi setelah pubertas, kelainan dapat berupa penurunan libido, peningkatan berat badan, dan hot flash.[3,14]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding oligospermia adalah kelainan sel sperma lainnya. Keadaan ini dibedakan dengan oligospermia dengan pemeriksaan analisis sperma. Diagnosis banding oligospermia antara lain:
- Azoospermia, yaitu ketiadaan sel sperma pada ejakulat
- Teratozoospermia, yaitu bentuk sel sperma tidak normal, dengan jumlah sel sperma normal <4%
- Astenozoospermia, yaitu penurunan motilitas sel sperma, dengan jumlah sel sperma motil <32%
- Makrozoospermia, yaitu keadaan langka pada <1% pria infertil di mana sel sperma memiliki kepala dengan ukuran besar dan bentuk tidak normal, serta flagella multipel
- Globozoospermia, yaitu keadaan langka pada <0,1% pria infertil di mana sel sperma memiliki kepala bulat dan tidak memiliki akrosom[1,7]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien yang dicurigai oligospermia sama dengan pemeriksaan infertilitas pria pada umumnya, yaitu analisis semen, pengukuran kadar gonadotropin, uji testosteron, hingga biopsi testis.
Analisis Semen
Analisis semen merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam penegakan diagnosis oligospermia. Sampel diambil melalui masturbasi setelah puasa ejakulasi selama setidaknya 2–3 hari.
Volume semen dan konsentrasi sel sperma dapat berbeda pada tiap pria subur, sehingga pengambilan kesimpulan abnormalitas hasil analisis sperma dilakukan setelah pemeriksaan beberapa sampel. Analisis harus dilakukan dalam 1 jam setelah sampel didapatkan. Nilai normal analisis sperma, antara lain:
- Volume semen: 1,5 ml
- Jumlah sel sperma: 39 juta per ejakulat
- Konsentrasi sperma: 15 juta per ml
- Daya hidup (vitality): 58% hidup
- Motilitas progresif: 32%
- Motilitas total (progresif dan non progresif): 40%
- Morfologi normal: 4,0%[1,14]
Pengukuran Kadar Gonadotropin
Pengukuran kadar hormon gonadotropin, luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH), dilakukan dengan two–site immunoradiometric, immunofluorometric, atau chemiluminescent assays yang memiliki sensitivitas tinggi.
Teknik chemiluminescent assays dapat mengukur kadar gonadotropin yang rendah pada pasien hipogonadisme hipogonadotropik. Kadar LH tinggi menandakan gangguan pada testis, sedangkan kadar LH rendah atau normal menandakan gangguan pada hipotalamus–hipofisis.[6,14]
Selain pengukuran kadar gonadotropin, tes stimulasi gonadotropin releasing hormone (GnRH) juga dapat dilakukan dengan membandingkan pengukuran LH dan FSH sebelum, 30 menit, dan 60 menit sesudah pemberian 100 µg GnRH intravena. Tes stimulasi GnRH dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pada hipotalamus–hipofisis.[6,14]
Uji Testosteron
Uji testosteron terdiri atas kadar testosteron total, kadar testosteron unbound, dan tes stimulasi hCG. Kadar testosteron total merupakan pengukuran testosteron unbound dan protein-bound dengan radioimmunoassays, immunometric assays, atau liquid chromatography tandem mass spectrometry.
Kadar referensi testosteron total adalah 300–1000 ng/dL. Kadar testosteron unbound merupakan kadar testosteron bebas yang tidak terikat dengan protein maupun sex hormone binding globulin (SHBG).[6,14]
Tes stimulasi hCG dilakukan dengan pengukuran kadar testosteron sebelum, 24, 48, 72, dan 120 jam setelah injeksi 1500–4000 IU hCG intramuskular. Berbagai uji testosteron tersebut dilakukan untuk mengetahui kelainan fungsi pada testis.[6,14]
Biopsi Testis
Biopsi testis dengan teknik fine needle aspiration biopsy (FNAB) dilakukan pada pasien dengan kelainan sel sperma, tetapi memiliki kadar FSH normal. Biopsi dilakukan untuk menilai kemungkinan obstruksi vas deferens, pengambilan sel sperma untuk intracytoplasmic sperm injection (ICSI) sebagai prosedur fertilisasi in vitro, dan deteksi penyakit, seperti hipospermatogenesis, germinal arrest, dan sindrom Sertoli cell-only.[6,14]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli