Prognosis Sumbing
Prognosis orofacial cleft umumnya kurang baik, terutama jika disertai dengan sindrom lain dan penatalaksanaan dini tidak segera diberikan, karena dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas. Komplikasi dari orofacial cleft dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada bayi yang lahir dengan orofacial cleft.[3,4]
Komplikasi
Parut hipertrofik merupakan komplikasi pascaoperasi yang sering terjadi pada kondisi orofacial cleft akibat operasi revisi dan rekonstruksi orofacial cleft yang dilakukan secara berulang untuk meningkatkan fungsi dan estetika. Komplikasi parut hipertrofik secara signifikan disebabkan oleh disregulasi sel inflamasi yang berlebihan (exaggerated inflammation).[3,5]
Selain komplikasi pascaoperasi, kondisi orofacial cleft juga mengalami komplikasi lain yang dapat menurunkan kualitas hidup dan kemampuan beraktivitas sehari-hari seperti berkomunikasi, aktivitas makan, dan menghadapi masalah sosial. Masalah sosial yang dialami oleh anak dengan kondisi orofacial cleft berhubungan dengan rasa emosional dan perilaku karena perbedaan penampilan maupun stress yang timbul akibat perawatan medis intensif. Masalah sosial tersebut akan berdampak pada psikososial anak.[3,5]
Beberapa komplikasi lainnya yang dapat terjadi pada kondisi orofacial cleft, adalah kesulitan makan, gangguan pendengaran, gangguan bicara, obstructive sleep apnea (OSA), kelainan gigi geligi, dan dampak psikososial pada anak.[3,5,35]
Kesulitan Makan
Kesulitan makan terjadi lebih banyak pada kasus cleft palate dibandingkan dengan cleft lip. Bayi mengalami kesulitan untuk menghisap dengan baik karena tekanan negatif yang terbentuk serta langit-langit mulut (palatum) yang tidak terbentuk sepenuhnya. Regurgitasi nasal juga dapat terjadi dan peningkatan frekuensi sendawa akan menyebabkan durasi pemberian makan yang lama.[3-5]
Gangguan Pendengaran
Infeksi telinga dapat terjadi pada kondisi orofacial cleft seperti otitis media dengan cairan yang persisten disebabkan oleh disfungsi tuba yang menghubungkan telinga tengah dan tenggorokan. Infeksi yang berulang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Kelainan genetik yang menyertai kondisi orofacial cleft juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran sensorineural.[3-5]
Gangguan Bicara
Gangguan bicara pada kondisi orofacial cleft disebabkan oleh pembukaan atap mulut dan bibir, dan fungsi otot yang menurun. Gangguan bicara pada kondisi orofacial cleft dapat berupa keterlambatan bicara atau bicara abnormal. Pada kasus cleft palate gangguan bicara disebabkan oleh disfungsi velofaringeal sehingga suara nasal terdengar lebih dominan. Rujukan ke ahli terapi wicara (speech therapy) sangat direkomendasikan.[3-5]
Obstructive Sleep Apnea (OSA)
Kondisi orofacial cleft dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan saat tidur serta kondisi obstructive sleep apnea (OSA). Studi penelitian terbaru melaporkan bahwa sebanyak 14,7% anak-anak dengan orofacial cleft diskrining positif untuk OSA.[3-5,35]
Kelainan Gigi Geligi
Kelainan gigi yang dapat terjadi pada anak dengan kondisi orofacial cleft adalah hyperdontia, agenesis gigi, dan morfologi yang ireguler.[3-5]
Dampak Psikososial
Malformasi pada kraniofasial termasuk orofacial cleft dapat menyebabkan penampilan yang berbeda terutama pada bagian wajah, sehingga dapat memberikan dampak pada psikososial anak, terutama pada masa remaja hingga dewasa.[3-5]
Prognosis
Kondisi orofacial cleft diberikan penatalaksanaan secara dini maka akan menghasilkan prognosis yang baik. Prognosis orofacial cleft umumnya kurang baik terutama bila disertai dengan sindrom ataupun kelainan kongenital lainnya, karena akan meningkatkan morbiditas maupun mortalitas.[3,4]
Sebuah studi penelitian melaporkan bahwa anak dengan kondisi cleft palate memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan anak dengan kondisi cleft lip, karena morbiditas yang timbul lebih banyak, seperti kelainan kongenital yang menyertai lebih banyak, palsi serebral, disabilitas intelektual, epilepsi, gangguan muskuloskeletal, gangguan tumbuh kembang, dan gangguan belajar.[3,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani