Patofisiologi Non-alcoholic Fatty Liver
Patofisiologi non-alcoholic fatty liver (NAFL) atau perlemakan hati non-alkoholik melibatkan penumpukan lemak pada hepar yang mengakibatkan lipotoksisitas hepar. Empat tahapan NAFL adalah steatosis sederhana, non-alkoholik steatohepatitis, fibrosis dan sirosis, hingga penyakit hepar tahap akhir dan karsinoma hepatoseluler.
NAFL adalah sebutan lain dari steatosis hepar sederhana, manifestasi awal dari non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Non-alkoholik steatohepatitis adalah tahap manifestasi berat dan ireversibel dari NAFLD dengan inflamasi intralobular dan pembengkakan hepatosit yang bersifat degeneratif.[5]
Peran Gangguan Metabolik pada NAFL
Overnutrisi dan ketidakseimbangan nutrisi mengganggu aktivitas metabolisme hepar. Konsumsi lemak berlebih dapat melampaui batas kemampuan hepar dalam mengerjakan proses metabolisme lemak. Konsumsi protein berlebih juga mengganggu jalur AMPK (AMP-activated protein kinase). Kondisi ini mengakibatkan deposisi adiposa pada hepar.
Konsumsi lemak berlebih, konsumsi protein berlebih terutama asam amino jenis leusin, konsumsi gula berlebih, dan gangguan metabolik seperti resistensi insulin dan sindrom metabolik, mengurangi ekspresi, fosforilasi, aktivasi dan aktivitas AMPK.[6]
Berkurangnya Aktivitas AMPK
Berkurangnya aktivitas AMPK mengurangi sensitivitas sistemik terhadap insulin dan membebaskan aktivitas enzim acetyl-CoA carboxylase (ACC). Proses ini juga menghambat carnitine palmitoyl transferases (CPTs) dan menghambat beta-oksidasi asam lemak.
Berkurangnya aktivitas AMPK juga menghambat penambahan mitokondria untuk mengimbangi kebutuhan aktivitas metabolisme. ACC yang bebas juga meningkatkan pembentukan asam lemak dari acetyl-CoA.
Berkurangnya AMPK juga mengurangi hambatan terhadap aktivitas mTOR, maturasi dan aktivasi sterol regulatory element–binding proteins (SREBPs), sehingga meningkatkan sintesis kolesterol oleh hepar. Akibatnya akumulasi lemak, trigliserida, dan asam lemak tidak terkendali.[5,6]
Akumulasi Sel Lemak dan Inflamasi
Akumulasi lemak ditambah berkurangnya AMPK memicu disfungsi mitokondria, stres pada retikulum endoplasma, dan stress oksidatif. Akibatnya produksi reactive oxygen species (ROS) meningkat, terjadi kerusakan jaringan, dan proses inflamasi.
Dari sini terjadi aktivasi jalur NF-KB dan JNK. Aktivasi jalur ini meningkatkan produksi dan peningkatan ekspresi mediator inflamasi seperti CCL2. Produksi ROS mengaktivasi NLRP3. Proses kerusakan ini juga menarik leukosit ke jaringan hepar dan memicu produksi sitokin, kemokin, dan eicosanoid sehingga terjadi inflamasi hepar.
Proses ini memicu diferensiasi makrofag ke jalur M1 yang meningkatkan produksi mediator dan proses inflamasi, serta jalur M2 yang meningkatkan produksi TGF-beta. Produksi TGF-beta ini memicu aktivasi hepatic stellate cells (HSC) yang memicu proses fibrosis hepar.[5,6]
Gangguan pada Gen
Konsumsi lemak berlebih dan kondisi diabetes melitus telah dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi gen SOX9 (SRY-box transcription factor 9) yang berperan dalam fibrosis hepar, CCL20 (C-C chemokine ligand 20), CXCL1 (C-X-C motif chemokine ligand 1), CD24 (cluster of differentiation 24), dan CHST4 (carbohydrate sulfotransferase 4).
Peningkatan ekspresi gen ini berperan dalam proses ekstraseluler, seperti pembentukan neutrophil extracellular traps yang mengakibatkan inflamasi dan adhesi faktor inflamasi yang mengundang leukosit dalam liver. Proses inflamasi ini akan merusak hepatosit.[5,7]
Sementara itu, kerusakan hepatosit akan mengurangi ekspresi gen Smoothened (Smo). Berkurangnya Smo mengganggu fosforilasi subunit beta reseptor insulin dan efektornya Akt, serta mengganggu fosforilasi Foxo1. Dari sini, kerusakan hepatosit menimbulkan resistensi insulin dan membebaskan proses glukoneogenesis. Glukosa yang dicerna juga dialihkan ke jalur lipogenik sehingga meningkatkan akumulasi asam lemak bebas pada hepar.
Ketiadaan Smo meningkatkan ekspresi SREBP1c dan PPARã1, dan meningkatkan aktivasi mTORC1, sehingga meningkatkan lipogenesis dan akumulasi lemak. Kerusakan Smo juga merusak mitokondria hepatosit sehingga mengganggu homeostasis lemak dan beta oksidasi asam lemak. Kerusakan mitokondria ini memicu ekspresi sekretoma yang meningkatkan inflamasi dan fibrosis.[8,9]
Terjadinya Inflamasi Kronik
Proses inflamasi ekstensif yang berlangsung seperti lingkaran setan ini, jika tidak dikendalikan segera akan berlangsung kronis hingga melampaui kemampuan regenerasi hepar. Proses ini mengaktifkan berbagai jalur kematian hepatosit seperti apoptosis, aktivasi receptor-interacting serine/threonine-protein kinase 3 (RIPK3) yang memicu nekroptosis dan ferroptosis.
Diferensiasi makrofag ke jalur M2 menimbulkan proliferasi berlebih dan transdiferensiasi HSC menjadi miofibroblast. Miofibroblast ini memproduksi protein matriks ekstraseluler berlebih, termasuk osteopontin. Akumulasi protein ini semakin memicu fibrosis, sirosis, bahkan diferensiasi menuju karsinoma hepatoseluler.[5,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra