Diagnosis Atresia Ani
Diagnosis atresia ani ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dengan tidak adanya lubang anus, atau terlihat struktur anus yang tidak normal pada perineum. Pemeriksaan perineum secara menyeluruh penting untuk dilakukan saat bayi baru lahir, dan 24 jam setelahnya.
Anamnesis
Pada anamnesis, dapat ditemukan riwayat bayi yang tidak mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan, dan biasanya disertai dengan distensi abdomen. Terkadang, mekonium dapat keluar melalui fistula perineum atau dari uretra.
Dokter juga dapat mencari tahu riwayat kelainan pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sewaktu kehamilan. Terkadang, temuan polihidramnion atau kista intraabdominal menandakan adanya atresia ani yang bersamaan dengan hidrokolpos atau hidronefrosis.
Riwayat keluarga yang menderita atresia ani, atau kelainan kongenital lainnya juga dapat ditanyakan. Meskipun lebih sering terjadi secara sporadis, tetapi 1,4% kasus atresia ani berhubungan dengan riwayat serupa pada keluarga. Sekitar 50–60% dari seluruh kasus atresia ani terjadi bersamaan dengan kelainan kongenital lain.
Kelainan kongenital mayor yang sering terjadi bersamaan, antara lain kelainan kardiovaskular, seperti ventricular septal defect, atrial septal defect, dan tetralogy of Fallot. Selain itu, kelainan pada sistem gastrointestinal, seperti penyakit Hirschsprung, juga pernah dilaporkan berhubungan dengan kejadian atresia ani.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada neonatus penting untuk dikerjakan. Sekitar 60% kasus atresia ani terdiagnosis melalui pemeriksaan fisik yang dilakukan saat bayi dilahirkan. Diagnosis dini penting untuk dilakukan, agar menghindari terjadinya sepsis maupun morbiditas lain terkait obstruksi intestinal.
Pemeriksaan Fisik Regio Perianal
Untuk menyatakan anus normal, lokasi dan ukurannya harus sesuai dengan usia pasien. Bagi neonatus aterm, ukuran anus normal adalah sebesar dilator Hegar ukuran 10–20. Pada usia 15 bulan, ukuran anus seharusnya sebesar dilator Hegar ukuran 15. Lokasi anus yang normal adalah di tengah muskulus kompleks anal.
Pada perineum, perlu dilakukan inspeksi terhadap bentuk bokong, adanya lipatan gluteal, dan ada atau tidaknya orifisium pada perineum. Pada pasien perempuan dengan atresia ani, pemeriksaan vaginal yang menyeluruh juga perlu dilakukan.[1,2,5]
Pemeriksaan Fisik Lain
Selain pemeriksaan fisik pada perinal atau anal, pemeriksaan fisik umum juga perlu dikerjakan. Atresia ani mungkin terjadi bersamaan dengan kelainan kongenital lainnya. Lakukan pemeriksaan fisik kardiovaskular, terutama untuk melakukan auskultasi bunyi jantung. Bila terdengar ada murmur, sebaiknya dilakukan ekokardiografi.
Pemeriksaan ekstremitas untuk abnormalitas anatomik, serta pemeriksaan pada traktus genitourinarius juga perlu dilakukan. Sekitar 3–19% pasien laki-laki akan mengalami kriptorkismus bersamaan dengan atresia ani.[1,5]
Klasifikasi
Atresia ani termasuk ke dalam malformasi anorektal. Beberapa metode telah disusun untuk mengelompokkan atresia ani, di antaranya berdasarkan letak kantung rektum bagian distal dengan muskulus puborektalis dan menggunakan klasifikasi Krickenbeck.
Klasifikasi Berdasarkan Letak Kantong Rektum dan Muskulus Puborektalis
Berdasarkan posisi kantung rektum bagian distal terhadap muskulus puborektalis, atresia ani terbagi menjadi 3 tipe letak, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Pada tipe tinggi (high type), kantung rektum bagian distal terletak di atas muskulus puborektalis. Pada tipe sedang (intermediate type), kantung rektum berakhir sejajar pada muskulus puborektalis, sedangkan pada tipe rendah (low type), kantung rektum bagian distal berakhir melalui muskulus puborektalis.[1,13]
Klasifikasi Krickenbeck
Berdasarkan Krickenbeck, malformasi anorektal terbagi menjadi kelainan utama (major clinical group), variasi jarang atau regional (rare / regional variants).
Klasifikasi Krickenbeck kelompok kelainan mayor, antara lain fistula perineal, fistula retrouretra tipe bulbar atau prostatik, fistula rektovesika, fistula vestibular, kloaka, tanpa fistula, dan stenosis anus. Varian regional berdasarkan klasifikasi Krickenbeck berupa pouch colon, aresia/stenosis rectal, fistula rectovaginal, fistula tipe H, dan lain-lain.[14,15]
Diagnosis Banding
Pada keadaan bayi baru lahir yang tidak mengeluarkan mekonium dalam waktu 24 jam, harus dipikirkan beberapa kondisi, seperti atresia kolon, penyakit Hirschsprung, dan meconium plug syndrome.
Atresia Kolon
Atresia kolon merupakan kelainan kongenital pada pembentukan kolon yang mengakibatkan kolon tersumbat atau tidak terbentuk kolon sama sekali. Atresia kolon mengakibatkan obstruksi usus total yang dapat menyebabkan perforasi usus. Berbeda dengan atresia ani, pasien dengan atresia kolon akan memiliki anus yang normal.
Pada pemeriksaan rektal, akan tampak lendir warna putih dan tidak tampak mekonium. Pada ultrasonografi (USG) antenatal, dapat ditemukan usus besar yang mengalami dilatasi, serta polihidramnion.[16]
Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung memiliki gejala berupa pengeluaran mekonium yang tertunda lebih dari 48 pertama kehidupan, dan biasanya juga terjadi distensi abdomen. Berbeda dengan atresia ani, mekonium dapat dikeluarkan, tetapi waktunya tertunda. Diagnosis pasti penyakit Hirschsprung adalah menggunakan biopsi rektal, untuk melihat bagian usus yang aganglionik.[17]
Meconium Plug Syndrome
Meconium plug syndrome sering terjadi pada bayi prematur yang memiliki berat badan lahir rendah. Sindrom ini disebabkan oleh imaturitas kolon transien yang menyebabkan gerakan peristaltik tidak efektif. Akibatnya, mekonium berada dalam kolon untuk waktu yang lebih lama dan menyerap air lebih banyak, sehingga membentuk sumbatan. Pemeriksaan dengan enema kontras dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus tata laksana.[18]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada atresia ani ditujukan untuk mengetahui letak atresia ani, serta mencari kelainan kongenital lain yang mungkin menyertai. Selain itu, pemeriksaan penunjang juga dilakukan untuk menentukan langkah manajemen selanjutnya.[3]
Pemeriksaan Radiografi
Jika diagnosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik saja, maka dapat dilakukan radiografi pelvis lateral 24 jam setelah bayi dilahirkan. Pemeriksaan dilakukan menggunakan marker radioopak pada anal dimple ketika bayi dalam posisi tengkurap. Jarak kantung rektum dengan marker lebih dari 1 cm merupakan indikasi perlunya dilakukan kolostomi.
Selain radiografi pelvis, dapat juga dilakukan radiografi sakrum pada 2 posisi, yaitu posteroanterior dan lateral. Hal ini bertujuan untuk melihat adanya kelainan pada sakrum, hemivertebra, atau massa pada presakral. Radiografi spinal juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, misalnya spina bifida. Pemeriksaan ini terutama diperlukan sebelum pembedahan.[1,5,15]
Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat digunakan untuk menentukan tipe atresia ani. Hal ini dilakukan berdasarkan jarak antara kantung rektum dengan perineum. USG dapat dilakukan pada suprapubik, infracoccygeal, atau perineum. USG sebaiknya dikerjakan 1 hari setelah kelahiran, dan bukan pada hari kelahiran.
USG abdomen juga dapat dilakukan untuk melihat traktus genitourinarius atau kelainan lainnya. Temuan berupa hidronefrosis, hidrokolpos, massa abdominal dapat memengaruhi pemilihan tata laksana. USG sebaiknya diulang setelah 72 jam, sebab USG awal tidak dapat menyingkirkan diagnosis hidronefrosis akibat refluks vesikouretra.
USG spinal juga sebaiknya dilakukan pada semua pasien atresia ani untuk mencari tanda-tanda malformasi vertebra. Namun, USG tulang belakang hanya dapat dilakukan hingga pasien berusia 3–4 bulan, karena adanya osifikasi tulang. Oleh sebab itu, pada pasien berusia 6 bulan atau lebih penilaian tulang belakang sebaiknya dilakukan dengan magnetic resonance imaging (MRI).[5,19]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI tulang belakang berguna untuk mendeteksi abnormalitas, seperti meningocele, meningomyelocele, atau teratoma. Selain pada tulang belakang, MRI juga dapat dilakukan pada pelvis untuk menilai anatomi otot-otot pelvis, lokasi kantung rektum, dan mendeteksi fistula. Temuan MRI dapat digunakan dalam perencanaan tata laksana, serta mengevaluasi hasil pembedahan atresia ani.[5]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis untuk mendiagnosis adanya fistula rektourinarius. Pemeriksaan darah juga perlu dilakukan untuk persiapan operasi, di antaranya hitung darah lengkap, golongan darah, serta kadar elektrolit serum.[3,5]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra