Penatalaksanaan Atresia Ani
Penatalaksanaan atresia ani secara definitif adalah dengan operasi. Atresia ani tipe rendah biasanya memerlukan anoplasti, sedangkan atresia ani tipe tinggi atau disertai dengan malformasi kongenital lain membutuhkan kolostomi di awal, lalu operasi definitif 4–8 minggu kemudian. Tata laksana awal atresia ani adalah untuk menjaga status hidrasi pasien dan pencegahan sepsis.[1,5]
Tata Laksana Awal
Saat pasien terdiagnosis dengan atresia ani, tata laksana awal harus dilakukan dengan memberikan cairan secara intravena, agar pasien tidak dehidrasi. Pencegahan sepsis juga perlu dilakukan dengan pemberian antibiotik berspektrum luas, misalnya cefotaxime atau erythromycin.
Lakukan pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk dekompresi lambung, serta mencegah terjadinya muntah dan aspirasi. Lakukan aspirasi pada NGT secara berkala, misalnya setiap 4 jam. Bila banyak cairan yang diaspirasi, pastikan kebutuhan cairan tercukupi melalui infus. Bila pada pemeriksaan fisik terdengar adanya bunyi jantung murmur, maka perlu dilakukan ekokardiografi sebelum merencanakan operasi.[1,2]
Pembedahan
Beberapa jenis pembedahan yang bisa dilakukan pada bayi atresia ani adalah anoplasti, kolostomi, dan posterior sagittal anorectoplasty (PSARP). Pemilihan teknik pembedahan dilakukan berdasarkan jenis malformasi yang terjadi, anomali kongenital yang menyertai, dan ada atau tidaknya kelainan metabolik yang timbul setelah bayi dilahirkan.[1,3]
Anoplasti
Anoplasti merupakan teknik pembedahan untuk membuat lubang anus artifisial. Anoplasti dapat dilakukan pada pasien dengan malformasi anorektal tipe rendah, yaitu bayi laki-laki dengan fistula rektoperineal, dan bayi perempuan dengan fistula rektoperineal atau fistula rektovestibular.[1,3]
Kolostomi
Pembedahan yang berfungsi sebagai dekompresi dan proteksi terhadap operasi selanjutnya. Dilakukan pada bayi yang tidak bisa dilakukan operasi definitif langsung, karena kompleksitas malformasi atau ada komorbid lain.[1,3]
Kolostomi dilakukan pada keadaan sebagai berikut :
- Atresia terletak >1 cm dari kulit perineal
- Bayi laki-laki dengan fistula urinaria, misalnya fistula uretra rektobulbar, fistula uretra rektoprastatik, fistula rectobladder neck, serta anus imperforata tanpa fistula, dan atresia rektal
- Bayi perempuan dengan anus imperforata tanpa fistula, kloaka persisten, fistula vestibular, fistula rektovagina, dan atresia rektal[1,3]
Kolostomi dilakukan dengan insisi pada left lower quadrant. Kolon akan dipisahkan pada titik peralihan antara kolon desendens dan kolon sigmoid, kemudian kedua ujung kolon akan diposisikan pada dinding abdomen. Hal ini dilakukan agar mempermudah akses kolon saat operasi definitif dilakukan.[5,15]
Selama kolostomi, kolon bagian distal harus diirigasi untuk membersihkan mekonium yang tertinggal. Hal ini akan mencegah terjadinya sepsis postoperatif, dan mempermudah jika akan dilakukan kolostografi distal.[5,15]
Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP)
Posterior sagittal anorectoplasty (PSARP) merupakan baku emas dalam tata laksana atresia ani. Teknik ini biasa dilakukan menggunakan pendekatan perineum. Namun, untuk kelainan letak tinggi yang membutuhkan mobilisasi kantung rektum, mungkin dibutuhkan pendekatan abdominal.
PSARP dapat dilakukan dalam 1 tahap, yaitu tanpa kolostomi, ataupun 3 tahap, yang terdiri atas kolostomi, PSARP, dan penutupan kolostomi. Pada neonatus yang menjalani kolostomi pengalihan sebagai pembedahan awal, operasi definitif dilakukan 4–8 minggu setelahnya.
Rekonstruksi anorektal dilakukan menggunakan stimulasi elektrik untuk menemukan sfingter sebelum dan selama operasi berlangsung. Panjang insisi yang dibuat biasanya minimal 2 cm. PSARP akan memperbaiki sfingter ani, dan memisahkan rektum dari struktur urogenital.
Setelah rektum diposisikan pada tempat yang seharusnya, dilakukan rekonstruksi rektum dengan bantuan stimulasi elektrik. Setelah itu, dilakukan rekonstruksi perineum. Rektum akan difiksasi pada pada bagian tengah kompleks muskulus rektal untuk mencegah prolaps rektal. PSARP diakhiri dengan melakukan anoplasti.[1,5,15]
Tata Laksana Postoperatif
Pada masa postoperatif, pasien biasanya tetap memerlukan kateter Foley atau kateter suprapubis , terutama jika menjalani pembedahan genitourinaria. Dua minggu setelah operasi awal, pasien perlu melakukan dilatasi anal untuk mencegah striktur kulit.
Postoperatif dengan Kolostomi
Perawatan postoperatif kolostomi awal dan PSARP tanpa laparotomi biasanya singkat. Pasien dapat makan setelah efek anestesi hilang dan dirawat di rumah sakit untuk sementara, disertai dengan pemberian antibiotik perioperatif. Jika dilakukan laparotomi, perawatan postoperatif mungkin lebih panjang. Sebab, mungkin dibutuhkan beberapa hari hingga fungsi usus kembali, dan pasien dapat makan normal.[1,15]
Postoperatif Tanpa Kolostomi
Jika pada pasien tidak dilakukan kolostomi, maka pasien tidak boleh diberikan makanan per oral, dan pemberian nutrisi dilakukan secara parenteral. Setelah periode penyesuaian, biasanya 5–10 hari, pasien dapat mulai makan dan nutrisi parenteral dihentikan.[1,15]
Penutupan Kolostomi
Jika dilatasi anal adekuat dan tidak terjadi striktur dalam 6–12 bulan, maka kolostomi dapat ditutup. Setelah kolostomi ditutup, biasa pasien membutuhkan perawatan 2–3 hari, sampai fungsi usus kembali.
Kadang, pasien mengalami maserasi dan ruam popok setelah penutupan kolostomi, sebab kulit akan terpapar feses untuk pertama kalinya. Oleh sebab itu, mungkin diperlukan tata laksana ruam popok. Biasanya, dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk pasien mencapai pola defekasi normal.[1,15]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra