Epidemiologi Atresia Ani
Berdasarkan epidemiologi, atresia ani diperkirakan terjadi dengan jumlah 1 kasus setiap 5.000 kelahiran hidup. Laki-laki lebih berisiko mengalami kelainan ini, dibanding perempuan.
Global
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang cukup sering terjadi pada pasien pediatrik. Insidensi atresia ani diperkirakan sebanyak 1 dari 4.000–5.000 kelahiran hidup, dan lebih sering ditemukan pada laki-laki.
Sekitar 50–60% kasus atresia ani diduga terjadi bersamaan dengan malformasi kongenital lainnya. Jenis malformasi kongenital paling banyak melibatkan sistem genitourinaria, vertebra, dan kardiovaskular. Pada pasien laki-laki, sebanyak 70% atresia ani disertai dengan fistula rektouretral, sedangkan pada wanita lebih sering terjadi bersamaan dengan fistula rektovestibular.[5,11]
Indonesia
Di Indonesia belum terdapat data nasional mengenai prevalensi atresia ani. Namun, berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019, kelainan bawaan menyebabkan 12,5% kematian pada neonatus. Hal tersebut menunjukkan kelainan bawaan, termasuk atresia ani, berpotensi membahayakan neonatus di Indonesia.[12]
Mortalitas
Atresia ani yang berdiri sendiri jarang menyebabkan kematian. Morbiditas yang paling sering terjadi akibat atresia ani adalah konstipasi. Jika konstipasi tidak mendapatkan tata laksana dengan baik, dapat terjadi dilatasi rektal yang dapat berujung menjadi impaksi fekal dan enkopresis.
Atresia ani yang disertai kelainan kongenital lain atau sindrom tertentu juga dapat menyebabkan morbiditas berat, bahkan kematian. Studi oleh Oh, et al. pada tahun 2020 menemukan bahwa 65% pasien atresia ani memiliki anomali kongenital lain, dan sebanyak 60% merupakan anomali kongenital mayor.
Anomali paling banyak ditemukan pada sistem genitourinarius, kardiovaskular, dan vertebra. Anomali mayor paling banyak terjadi pada sistem kardiovaskular, seperti ventricular septal defect, atrial septal defect, dan tetralogy of Fallot.[1,5,7]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra