Diagnosis Spinal Cord Injury
Diagnosis spinal cord injury atau cedera spinal perlu dicurigai pada pasien dengan defisit neurologi, terutama setelah kejadian trauma seperti kecelakaan lalu lintas, perkelahian, atau terjatuh. Presentasi klinis spinal cord injury bervariasi tergantung pada tingkat cedera dan elemen saraf spesifik yang terpengaruh. Perlu diketahui bahwa 55% spinal cord injury terjadi di level servikal. Pasien dapat hadir dengan berbagai gejala termasuk nyeri, defisit sensorik dan motorik, atau disfungsi otonom.[1,2,8]
Anamnesis
Seringkali pasien spinal cord injury datang dengan kondisi penurunan kesadaran atau tidak kooperatif untuk diajak berbicara. Pada kasus seperti ini, alloanamnesis diperlukan. Beberapa hal yang ditanyakan saat melakukan anamnesis pada cedera spinal meliputi:
- Mekanisme cedera: kecepatan berkendara, tipe kendaraan bermotor, kelengkapan berkendara.
- Keluhan neurologi: nyeri tulang belakang, kelemahan tangan atau kaki, perubahan atau hilangnya sensasi pada tangan dan kaki, priapismus, keluhan buang air kecil seperti inkontinensia atau retensi urine, keluhan buang air besar, bingung atau tidak kooperatif
- Riwayat trauma: riwayat penggunaan alkohol atau di bawah pengaruh obat-obatan, riwayat trauma sebelumnya
- Riwayat penyakit dahulu: Riwayat masalah tulang belakang, riwayat operasi tulang belakang sebelumnya atau kondisi yang menjadi predisposisi instabilitas tulang belakang lainnya seperti osteoporosis[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada cedera spinal dapat diawali dengan survey primer (primary survey) yang mencakup penilaian jalan napas (airway), pernapasan (breathing), dan sirkulasi (circulation). Apabila pasien stabil, lakukan penilaian kesadaran secara kuantitatif menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Selanjutnya dilakukan identifikasi pada tulang belakang meliputi nyeri, edema, jejas, serta posisi tulang belakang. Pemeriksaan neurologi dapat membantu memperkirakan lokasi level kelainan.[1-3,5]
Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik yang dilakukan berupa sentuhan ringan (light touch) dan pinprick test. Dilakukan pada semua ekstremitas pada sisi kiri dan kanan tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Setiap modalitas dinilai secara terpisah mulai dari:
- 0 (absent),
- 1 (terdapat gangguan sensasi atau hiperestesia),
- 2 (normal atau intact)[1-3,5]
Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan motorik meliputi pemeriksaan kekuatan otot pada ekstremitas dengan skala:
- 0: Tidak ada kontraksi atau gerakan
- 1: Gerakan minimal
- 2: Gerakan aktif, tidak mampu melawan gravitasi
- 3: Gerakan aktif, melawan gravitasi
- 4: Gerakan aktif, melawan tahanan
- 5: Gerakan aktif, melawan tahanan penuh
Kekuatan motorik dinilai dari kekuatan maksimum yang dicapai tanpa melihat seberapa lama kekuatan tersebut dapat dipertahankan.[1-3,5]
Pemeriksaan Rektal (Sacral Sparing)
Pemeriksaan rektal dilakukan untuk menilai fungsi motorik dan sensorik pada anal mucocutaneous junction melalui berbagai pemeriksaan sebagai berikut:
- Sensasi perianal terhadap sentuhan ringan (light touch)
- Pinprick test
- Refleks bulbokavernosus (S3 atau S4)
Anal wink (S5)
- Rectal tone
- Retensi atau inkontinensia urine[1-3,5]
Kategori Cedera
Seluruh pasien yang mengalami trauma multipel harus dicurigai mengalami spinal cord injury sampai terbukti tidak ada. Berdasarkan American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale yang digunakan untuk menilai luasnya cedera, terdapat lima kategori:
- ASIA A: cedera komplit dengan kehilangan fungsi motorik dan sensorik
- ASIA B: cedera inkomplit dengan adanya fungsi sensorik, namun kehilangan total fungsi motorik
- ASIA C: cedera inkomplit dengan adanya fungsi motorik di bawah level cedera, kurang dari setengah otot-otot memiliki kekuatan tingkat 3
- ASIA D: cedera inkomplit dengan adanya fungsi motorik di bawah level cedera, setidaknya setengah dari otot-otot memiliki kekuatan tingkat 3
- ASIA E: pada pemeriksaan terdapat fungsi sensorik dan motorik normal[2,5]
Temuan Klinis Berdasarkan Jenis Cedera
Temuan klinis pada pasien dengan cedera spinal bisa berbeda tergantung mekanisme cederanya.
Transeksi Komplit dari Korda Spinal:
Cedera tipe ini seringkali menunjukkan kehilangan fungsi motorik dan sensorik bilateral di bawah level cedera. Cedera lumbosakral seringkali disertai dengan paralisis dan kehilangan sensasi pada ekstremitas bawah. Hal ini dapat juga menyebabkan hilangnya kontrol berkemih dan disfungsi seksual. Cedera torakal dapat menyebabkan kesulitan mempertahankan postur. Cedera servikal dapat menyebabkan tetraplegia dan gangguan pernapasan karena hilangnya inervasi pada diafragma.[2]
Sindroma Korda Sentral:
Sindroma korda sentral merupakan tipe tersering pada spinal cord injury inkomplit. Cedera disebabkan oleh hiperekstensi leher yang menyebabkan kompresi dari korda spinal daerah leher yang menyebabkan kerusakan primer pada bagian tengah korda.
Tipe ini dapat menyebabkan kelemahan pada ekstremitas superior yang lebih berat dibandingkan kelemahan pada ekstremitas inferior. Selain itu, dapat juga terjadi kehilangan sensasi nyeri dan suhu di level bawah cedera.[2]
Sindroma Korda Anterior:
Sindroma korda anterior sering muncul akibat terganggunya aliran darah dari arteri spinalis anterior. Cedera bilateral pada traktus spinotalamikus mengakibatkan kehilangan sensasi nyeri dan suhu bilateral di bawah level cedera. Cedera bilateral pada traktus kortikospinal menyebabkan kelemahan atau paralisis di bawah level cedera. Kolumna dorsal tidak terdampak, maka sensasi taktil, propriosepsi dan vibrasi tetap normal.[2]
Sindroma Korda Posterior:
Kondisi ini sering terjadi karena infeksi, toksin, atau gangguan metabolik. Kerusakan kolumna dorsal menyebabkan kehilangan sensasi taktil, proprioseptif, dan vibrasi.[2]
Sindroma Brown-Sequard:
Cedera terjadi dari hemiseksi di kanan atau kiri dari korda spinalis. Transeksi dari kolumna kortikospinal dan dorsal menyebabkan kehilangan fungsi motorik, taktil, proprioseptif, dan vibrasi secara ipsilateral di bawah level cedera. Transeksi dari traktus spinotalamikus menyebabkan kehilangan sensasi nyeri dan suhu secara kontralateral di bawah level cedera.[2]
Sindroma Conus Medullaris:
Kondisi ini disebabkan karena cedera di ujung korda spinalis, proksimal dari kauda equina. Ciri khasnya adalah kehilangan fungsi pada saraf sakrum yang menyebabkan kehilangan refleks tendon Achilles, disfungsi kemih dan usus, serta disfungsi seksual.[2]
Syok Neurogenik:
Syok neurogenik disebabkan oleh cedera leher level tinggi yang berdampak pada ganglia servikalis yang menyebabkan kehilangan tonus simpatik. Ciri khas terdapat hipotensi dan bradikardia.[2]
Diagnosis Banding
Semua kondisi yang menyerupai spinal cord injury harus disingkirkan terutama bila tidak terdapat riwayat trauma atau onset yang tidak jelas. Diagnosis banding yang dapat dipikirkan yaitu:
- Kelainan sistem saraf pusat: stroke, paralisis post iktal, migraine hemiplegia, multiple sclerosis
- Kelainan saraf perifer: sindrom Guillain-Barre, transverse myelitis, tick paralysis
- Kelainan neuromuscular junction: myasthenia gravis, keracunan organofosfat, botulisme
- Kelainan lain: hipoglikemia, hipokalemia, hipokalsemia
Semua kondisi di atas dapat menyebabkan defisit neurologis yang menyerupai spinal cord injury. Meski demikian, kebanyakan kasus spinal cord injury berkaitan dengan mekanisme trauma, misalnya kecelakaan atau terjatuh. Jika diagnosis sangat meragukan, pencitraan dapat membantu mengidentifikasi apakah lesi yang menyebabkan gangguan ada di korda spinalis atau tidak.[2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada cedera spinal mencakup pemeriksaan laboratorium dan pencitraan seperti CT Scan, MRI, dan foto servikal. Pencitraan memegang peranan penting dalam menentukan level cedera spinal. Indikasi untuk pemeriksaan ini adalah pasien trauma dengan keluhan nyeri leher, nyeri tulang belakang, memiliki tanda atau gejala defisit neurologi yang berhubungan dengan medula spinalis, serta pasien yang sulit diperiksa (penurunan kesadaran, tidak kooperatif, inkoheren, atau intoksikasi).[2,8,9]
CT Scan
CT scan dilakukan pada pasien dengan kecurigaan cedera torakal atau lumbosakral yang berhubungan dengan abnormalitas gejala neurologi. Potongan koronal dan sagital pada CT scan lebih sensitif dibanding rontgen dalam mendeteksi fraktur spinal, khususnya fraktur pada regio occipitocervical pada cervicothoracic junction.
CT angiografi mungkin perlu dilakukan untuk menyingkirkan diseksi karotis atau vertebral.[2,8,9]
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI direkomendasikan pada 48 jam pasca trauma pada pasien dengan parestesia untuk menyingkirkan cedera servikal dan melepas collar neck. Pemeriksaan MRI juga diindikasikan pada pasien dengan kecurigaan adanya mielopati dan cedera pada ligamen.
MRI sagital T2-weighted sequence adalah baku emas dalam evaluasi:
- Kompresi aktif medula spinalis atau cedera vaskular: perdarahan, kontusio, iskemia, infark, edema
- Cedera ligamen akut
- Cedera pada posterior ligamentous complex (PLC)
- Cedera diskus intervertebra.
Pada kasus non traumatik, MRI digunakan untuk melihat sebab terjadinya cedera spinal, seperti:
- Massa pada intradura
- Degenerative disk
- Tumor pada medula spinal
- Penyakit demielinisasi
- Penyakit autoimmune[2,8,9]
Rontgen Servikal
Pasien dengan risiko rendah fraktur, subluksasi, atau dislokasi tidak memerlukan pemeriksaan rontgen servikal. Pasien berisiko rendah jika:
- Tidak ada nyeri pada garis tengah servikal posterior
- Tidak ada intoksikasi
- Status mental normal
- Tidak ada nyeri pada cedera lainnya
- Tidak ada defisit neurologi
Rontgen servikal dapat bermanfaat pada pasien dengan risiko tinggi, seperti:
- Usia >65 tahun
- Mengalami mekanisme cedera yang berbahaya: Jatuh dari ketinggian lebih dari 1 meter, axial loadpada kepala saat menyelam, kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi di atas 100 km/jam, rollover, terlempar, kecelakaan sepeda
- Mengalami parestesia pada ekstremitas
- Dan pasien yang tidak mampu melakukan rotasi leher 45oke arah kiri dan kanan[2,8,9]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada cedera spinal antara lain :
- Analisa gas darah dapat digunakan dalam evaluasi oksigenasi dan ventilasi
- Kadar laktat untuk monitoring status perfusi dalam menentukan terjadinya syok
- Hemoglobin dan hematokrit awal dan serial diperlukan untuk mendeteksi dan monitoring perdarahan
Urinalisis untuk mendeteksi cedera urogenital
Pemeriksaan ini tidak spesifik pada cedera spinal, tetapi dapat bermanfaat untuk pemantauan kondisi klinis umum.[2,8,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Bunga Saridewi