Diagnosis Abortus
Diagnosis abortus perlu dicurigai pada pasien yang dikonfirmasi atau diduga hamil dan mengeluhkan adanya perdarahan dari jalan lahir. Diagnosis abortus biasanya bisa dikonfirmasi dengan USG.[1-4]
Anamnesis
Dalam konteks mendiagnosis abortus, anamnesis perlu mengevaluasi riwayat reproduksi dan medis pasien, yang penting untuk mengidentifikasi potensi faktor risiko dan gejala yang dialami pasien.[1-5]
Keluhan
Keluhan utama abortus adalah perdarahan pervaginam disertai keluarnya gumpalan yang diduga janin. Pasien juga bisa mengeluhkan nyeri pada suprapubik yang dapat menjalar hingga ke punggung atau bokong.
Perdarahan bisa sedikit hingga banyak, tergantung dari seberapa besar hasil konsepsi yang tertinggal di dalam uterus. Begitu pula dengan derajat nyeri yang dirasakan juga bergantung pada sisa hasil konsepsi di dalam uterus, apabila semakin banyak maka akan semakin nyeri.[1-5,15]
Riwayat Sistem Reproduksi
Tanyakan juga mengenai siklus menstruasi pasien dan periode menstruasi terakhir (HPHT) untuk memperkirakan usia kehamilan. Dalam kasus dugaan abortus, membandingkan usia kehamilan dari HPHT dengan temuan ultrasonografi dapat membantu dalam mendiagnosis abnormalitas perkembangan janin.
Tanyakan pula riwayat abortus sebelumnya, lahir mati, atau program hamil. Riwayat kebidanan dan ginekologi pasien, termasuk kehamilan sebelumnya yang sukses, komplikasi, dan prosedur terminasi, dapat membantu mengidentifikasi faktor risiko atau penyebab yang mendasari, seperti sindrom antifosfolipid.[1-5,15]
Faktor Risiko
Faktor risiko potensial mencakup usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda, serta kondisi medis kronis seperti diabetes mellitus dan hipotiroid. Evaluasi juga kemungkinan adanya gangguan reproduksi seperti sindrom ovarium polikistik, maupun faktor gaya hidup seperti merokok.[1-5,15,18]
Faktor Genetik dan Lingkungan
Anamnesis dapat mengungkapkan kecenderungan genetik atau keluarga terhadap keguguran, seperti kelainan kromosom, kelainan genetik, atau kondisi bawaan yang dapat memengaruhi hasil kehamilan. Identifikasi pula paparan lingkungan yang dapat memengaruhi kehamilan, seperti obat teratogenik.[1-5,15,18]
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis yang dapat ditemukan pada abortus yaitu tinggi fundus uteri yang lebih kecil dari usia kehamilan yang seharusnya pada pemeriksaan obstetri. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan perabaan dan mengukur tinggi fundus uteri dengan alat ukur.
Kemudian, jika dilakukan pemeriksaan dalam, baik dengan menggunakan pemeriksaan bimanual maupun inspekulo didapatkan serviks terbuka atau tertutup, dan teraba jaringan di dalam cavum uteri atau menonjol di kanalis servikalis.
Selain itu, juga dapat dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin. Apabila janin masih ada di dalam rahim dan masih hidup, seperti pada kasus abortus imminens, maka akan didapatkan denyut jantung janin.[1-5,15,18]
Diagnosis Banding
Abortus bisa didiagnosis banding dengan gestasi anembrionik, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.[15,18]
Gestasi Anembrionik
Kondisi ini didiagnosis jika USG menunjukkan gestational sac 25 mm atau lebih, tanpa adanya tanda yolk sac atau embrio.[21]
Kehamilan Ektopik
Pasien dengan kehamilan ektopik juga bisa datang dengan keluhan mirip abortus. Pada kehamilan ektopik, akan didapatkan nyeri perut, distensi abdomen, dan juga teraba massa adneksa. Pada USG, akan didapatkan janin ekstrauterin.[22]
Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, pasien datang dengan keluhan perdarahan yang disertai tanda kehamilan, sama seperti abortus. Namun, pada mola hidatidosa, hormon HCG akan sangat meningkat, sehingga kehamilan sering disertai hiperemesis. Pada hasil pemeriksaan USG, tidak didapati hasil konsepsi, tetapi didapati gambaran honeycomb pattern.[23]
Klasifikasi Abortus
Abortus spontan dapat dibedakan lebih lanjut menjadi
- Abortus imminens: Abortus yang terjadi pada wanita hamil kurang dari 20 minggu dimana hanya mengeluarkan sedikit darah dan portio serviks masih tertutup
- Abortus insipien: Abortus yang terjadi pada wanita hamil disertai perdarahan yang banyak dan telah terjadi dilatasi serviks sehingga dapat dilalui oleh jari pemeriksa. Janin biasanya didapatkan sudah mati dan harus segera dievakuasi
- Abortus inkomplit: Abortus yang terjadi pada wanita hamil dimana sebagian hasil konsepsi telah lahir atau teraba di vagina. Perdarahan yang terjadi terus menerus, banyak dan membahayakan ibu sehingga harus segera dilakukan evakuasi
Missed abortion: janin sudah lama mati di dalam kandungan tetapi tidak dievakuasi. Pada kasus missed abortion umumnya akan dijumpai amenorrhea dan menyusutnya ukuran tinggi fundus uteri
- Abortus septik: Abortus yang disertai infeksi berat dan bahkan telah terjadi penyebaran infeksi pada peredaran darah. Angka kejadian abortus ini sering berhubungan dengan tindakan maupun alat asepsis yang digunakan
Selain itu, ada juga abortus provokatus atau abortus yang disengaja dengan tujuan untung kepentingan kesehatan ibu, misalnya bila ibu memiliki penyakit jantung yang berat atau karsinoma serviks.[1-5,15,18,20]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis abortus adalah ultrasonografi (USG), plano pregnancy test, dan pemeriksaan laboratorium darah.[1-5]
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG yang digunakan dapat berupa transvaginal maupun abdomen. Untuk USG transvaginal umumnya digunakan saat usia kehamilan 4–5 minggu. Denyut jantung janin umumnya dapat dideteksi pada kehamilan 5–6 minggu.
Pemeriksaan USG digunakan untuk menentukan kehamilan seseorang viabel atau tidak. Pada kasus abortus tidak akan didapatkan janin di dalam kavum uteri atau mungkin hanya berupa sisa–sisa jaringan. USG juga bisa menyingkirkan diagnosis banding, seperti kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.[1-5]
Plano Pregnancy Test
Plano pregnancy test adalah tes kehamilan yang menyatakan seseorang hamil atau tidak. Hasil pemeriksaan ini akan menunjukkan hasil positif pada 2 minggu pasca konsepsi janin. Pada kasus abortus akan terjadi penurunan atau kadar plasma yang rendah dari β-hCG. Pada abortus, plano pregnancy test umumnya masih positif sampai 7-10 hari pasca abortus namun berangsur-angsur akan menjadi negatif.[1-5]
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Jika terjadi perdarahan hebat pada abortus, akan ditemukan penurunan hemoglobin (Hb) dan hematokrit, serta terjadi peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) jika terjadi infeksi.
Profil koagulasi dianjurkan diperiksa hanya jika ada perdarahan masif. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch dilakukan jika ada indikasi transfusi darah. Pemeriksaan golongan darah dan rhesus juga diperlukan untuk melihat adanya kemungkinan inkompatibilitas, serta untuk menentukan jika diperlukan pemberian anti-D.
Pemeriksaan beta HCG darah dapat dilakukan untuk mengetahui perkembangan plasenta. Pada abortus, kadar beta HCG bisa lebih rendah atau menurun dibanding sebelumnya dan akan normal dalam 2 minggu setelah abortus. Pemeriksaan ini jarang diperlukan, tetapi dapat dilakukan sebagai pemeriksaan serial untuk menunjang diagnosis jika kelangsungan kehamilan meragukan.[1-5,15,18,20]
Penulisan pertama oleh: dr. Pika Novriani Lubis