Patofisiologi Eklamsia
Patofisiologi pada eklamsia berkaitan erat dengan gangguan pada proses plasentasi, yang diduga merupakan kelanjutan dari penyakit preeklamsia. Selama proses kehamilan, akan terjadi banyak perubahan-perubahan terutama pada bagian uterovaskular. Pada kehamilan normal, sitotrofoblas janin akan bermigrasi ke uterus ibu dan menyebabkan remodelling pembuluh darah endometrium. Proses ini nantinya yang memastikan suplai darah ke plasenta.[4]
Plasentasi Abnormal pada Eklamsia
Pada kondisi preeklamsia, terdapat invasi sitotrofoblas yang tidak adekuat, sehingga remodelling dari arteri-arteri spiral terganggu, dan pada akhirnya menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi kurang. Terganggunya suplai darah ke plasenta juga menyebabkan peningkatan resistensi arteri-arteri pada uterus dan vasokonstriksi.
Vasokonstriksi pada arteri ini akan menyebabkan iskemia plasenta dan stres oksidatif. Radikal bebas dan sitokin-sitokin, seperti vascular endothelial growth factor I (VGEF) dilepaskan akibat stres oksidatif, dan menyebabkan kerusakan lapisan endotel. Kerusakan lapisan endotel ini tidak hanya berefek pada organ uterus saja, melainkan juga pada lapisan endotel pembuluh darah di otak, sehingga menyebabkan gangguan sistem saraf pusat ibu.[4]
Peningkatan Tekanan Darah pada Eklamsia
Selain itu, eklamsia juga diduga disebabkan oleh peningkatan tekanan darah yang berlebihan dari preeklamsia yang menyebabkan terganggunya autoregulasi pada pembuluh darah otak. Terganggunya autoregulasi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan microhemorrhage, yang diduga menjadi fokus pemicu kejang.
Selain itu, peningkatan tekanan darah yang berlebihan juga menyebabkan hipoperfusi, vasodilatasi pembuluh darah (menyebabkan peningkatan permeabilitas), edema serebri, hingga iskemia jaringan otak dan ensefalopati.[3,4]