Penatalaksanaan Eklamsia
Eklamsia merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan penatalaksanaan segera untuk mencegah mortalitas ibu dan janin. Terminasi kehamilan merupakan tata laksana definitif pada penyakit ini. Terapi suportif yang mencakup airway, breathing, dan circulation harus dipastikan. Magnesium sulfat dapat digunakan untuk mengobati dan mencegah eklamsia.
Terapi Suportif
Terapi suportif pada eklamsia yang perlu diperhatikan adalah:
- Jaga patensi jalan napas dan pastikan oksigenasi baik. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, peralatan intubasi perlu dipersiapkan
- Posisikan pasien dalam posisi left lateral decubitus. Posisi ini dapat mencegah aspirasi dan obstruksi atau penekanan pada vena kava oleh janin yang dapat meningkatkan uterine blood flow
- Pasang monitor untuk memantau tanda-tanda vital, yakni tekanan darah, nadi, laju napas, hingga saturasi oksigen. Lakukan monitor pada janin juga dengan memeriksa denyut jantung janin secara berkala
- Lakukan pemasangan jalur intravena dengan jarum berukuran 16–18 gauge untuk mempermudah proses administrasi obat dan cairan serta mengantisipasi kebutuhan transfusi darah
- Lakukan pemasangan kateter untuk memonitor urine output
Medikamentosa
Berikut ini adalah jenis medikamentosa yang diberikan pada eklamsia:
Antikonvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat lini pertama sebagai antikonvulsan pada kejang eklamsia. Dosis inisial sebesar 4–6 gram diberikan dalam 15–20 menit. Selanjutnya, dosis rumatan 1–2 gram per jam diberikan secara kontinu. Pemberian magnesium sulfat harus dilanjutkan setidaknya hingga 24 jam setelah kejang terakhir atau setelah persalinan.
Obat ini harus diberikan dengan perhatian khusus karena dapat menyebabkan toksisitas, kelumpuhan saluran napas, depresi sistem saraf pusat, dan henti jantung. Pemantauan refleks, kadar kreatinin, dan urine output penting dilakukan selama pemberian magnesium sulfat.
Pada kejang refrakter yang tidak merespons terhadap magnesium sulfat, dapat digunakan lorazepam 2–4 mg melalui intravena dalam 2–5 menit atau diazepam 5–10 mg melalui intravena secara perlahan untuk menangani kejang.
Pada kondisi yang merupakan kontraindikasi terhadap magnesium sulfat, seperti myasthenia gravis, levetiracetam atau asam valproat dapat menjadi alternatif.[1,3,4]
Antihipertensi
Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau diastolik >110 mmHg harus segera ditangani dengan obat-obat antihipertensi. Pilihan antihipertensi yang direkomendasikan pada eklamsia adalah labetalol, nifedipine, dan hydralazine. Dosis awal labetalol adalah 20 mg intravena, kemudian dapat ditingkatkan menjadi 40–80 mg dengan interval 10 menit, sampai target penurunan tekanan darah tercapai.
Dosis awal hydralazine adalah 5–10 mg dalam 2 menit melalui intravena, kemudian dapat ditingkatkan menjadi 10 mg setelah 20 menit dari dosis awal apabila tekanan darah sistolik masih di atas 160 mmHg atau diastolik masih di atas 110 mmHg.
Dosis awal nifedipine adalah 10 mg peroral, dapat ditingkatkan menjadi 20 mg. Nifedipine dapat diulangi hingga 2 kali pemberian dengan jeda 30 menit apabila tekanan darah sistolik masih di atash 160 mmHg atau diastolik masih di atas 110 mmHg.
Tekanan darah sistolik harus di bawah 150 mmHg dan diastolik harus di bawah 100 mmHg dalam 2 kali pemeriksaan dengan jeda 4 jam. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu drastis karena dapat menyebabkan perfusi uteroplasental yang inadekuat dan gangguan pada fetus. Kontrol tekanan darah postpartum juga penting karena risiko eklamsia masih tinggi selama 48 jam setelah persalinan.[3,4]
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan untuk mengantisipasi persalinan darurat, terutama ketika usia kehamilan <32 minggu, untuk pematangan paru janin. Dexamethasone 6 mg intramuskular setiap 12 jam diberikan sebanyak 4 dosis atau betamethasone 12 mg intramuskular setiap 24 jam diberikan sebanyak 2 dosis.[1,3,4]
Obat Lainnya
Jika terdapat edema paru, diuretik (furosemide) dapat diberikan.[3]
Pemantauan Maternal
Pemantauan berkala pada status neurologis pasien perlu dilakukan untuk mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan intrakranial. Intake cairan dan urine output, laju pernapasan, dan oksigenasi juga perlu diperiksa secara berkala. Pada pasien yang mengalami edema paru atau oliguria/anuria, pemantauan tekanan arteri pulmonal dapat dibutuhkan.
Pemeriksaan untuk mendeteksi kemungkinan penyebab lain juga diperlukan setelah kejang teratasi dan pasien stabil.[1,3,4]
Terminasi kehamilan merupakan tata laksana definitif untuk kasus eklamsia. Namun, pastikan bahwa pasien sudah dalam kondisi stabil, yakni tidak dalam kondisi kejang atau koma dan hemodinamik sudah stabil. Apabila tidak ada malpresentasi dan gawat janin, maka induksi persalinan dapat dilakukan.
Namun, jika persalinan normal tidak memungkinkan (kondisi serviks tidak mendukung, usia kehamilan ≤30 minggu, terdapat kontraindikasi induksi) maka sectio caesarea dapat dipilih.[2]