Epidemiologi Preeklampsia dan Eklampsia Postpartum
Data epidemiologi memperkirakan bahwa preeklampsia dan eklampsia postpartum terjadi pada 11–44% pasien dalam rawatan pascapersalinan. Eklampsia postpartum dilaporkan terjadi paling sering dalam 48 jam pascapersalinan.[1,10]
Global
Berbagai studi mengungkapkan sebanyak 11–44% preeklampsia terjadi pada periode postpartum. Di Amerika Serikat, preeklampsia postpartum diperkirakan terjadi pada 0,3–27,5% dari seluruh populasi ibu melahirkan. Angka prevalensi dengan rentang yang luas ini diduga terjadi akibat adanya kondisi di mana gejala preeklampsia lebih ringan sehingga tidak disadari setelah persalinan.
Preeklampsia postpartum paling sering terjadi dalam 48 jam pascapersalinan, akan tetapi dapat terjadi hingga 6 minggu pascapersalinan. Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering muncul, yakni pada 60-70% pasien.[1,10,11]
Indonesia
Data epidemiologi preeklampsia dan eklampsia postpartum di Indonesia masih belum tersedia. Data yang tersedia saat ini menggambarkan prevalensi preeklampsia secara keseluruhan, baik yang terjadi pada periode antepartum maupun postpartum, yakni sebanyak 12.273 kasus per tahun atau sekitar 5,3%. Hingga kini, preeklampsia dan eklampsia masih menjadi salah satu penyumbang terbesar morbiditas dan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.[12]
Mortalitas
Data mortalitas akibat preeklampsia dan eklampsia postpartum masih terbatas, tetapi kematian diduga paling sering disebabkan oleh komplikasi serebral dan kardiovaskuler. Secara umum, preeklampsia dan eklampsia menyebabkan sekitar 14% dari total mortalitas maternal global atau sebanyak 343.000 kematian per tahun. Kematian terjadi paling sering pada negara berkembang, terutama di are sub-sahara Afrika dan Asia selatan.[4,9,11]