Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan apabila ada hipertensi awitan baru yang ditemukan pada usia kehamilan >20 minggu. Saat ini proteinuria tidak menjadi syarat mutlak diagnosis preeklampsia. Hipertensi yang disertai manifestasi klinis preeklampsia berat dapat ditetapkan sebagai preeklampsia meskipun tanpa proteinuria.
Preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeklampsia dengan atau tanpa gejala berat. Pasien dapat digolongkan menjadi preeklampsia dengan gejala berat bila memenuhi salah satu parameter gejala berat. Kriteria diagnosis preeklampsia serta karakteristik preeklampsia dengan gejala berat terdapat pada tabel dibawah.[1]
Tabel 1. Kriteria Preeklampsia dan Karakteristik Preeklampsia Gejala Berat
Parameter | Deskripsi | |
1 | Tekanan darah | ● Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dalam 2 kali pengukuran dengan jarak waktu minimal 4 jam. Tekanan ini ditemukan saat usia kehamilan >20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau ● Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau ≥110 mmHg |
DAN | ||
2 | Proteinuria | ● Kadar protein urine 24 jam ≥300 mg, atau ● Rasio protein/kreatinin ≥0,3, atau ● Hasil pemeriksaan dipstick +2 |
Jika tidak ada proteinuria, diagnosis ditegakkan bila ada hipertensi awitan baru yang disertai salah satu parameter gejala berat berikut: | ||
3 | Trombositopenia | ● Jumlah platelet <100 x 109/L |
4 | Insufisiensi renal | ● Konsentrasi kreatinin serum >1,1 mg/dl, atau ● Peningkatan konsentrasi kreatinin serum 2 kali lipat tanpa ada penyakit ginjal |
5 | Gangguan fungsi liver | ● Peningkatan enzim transaminase 2 kali lipat dari nilai rujukan |
6 | Edema paru | |
7 | Nyeri kepala atau gangguan penglihatan | ● Nyeri kepala awitan baru yang tidak membaik dengan obat serta tidak berkaitan dengan etiologi lain |
Sumber: dr. Audiza Luthffia, 2021.
Anamnesis
Pasien dengan preeklampsia datang dengan presentasi klinis yang bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai gejala berat. Keluhan yang paling umum adalah nyeri kepala awitan baru yang tidak memenuhi kriteria diagnosis nyeri kepala lain dan tidak bisa merespons medikamentosa. Gangguan penglihatan yang meliputi pandangan kabur, pandangan ganda, gangguan lapang pandang, dan kebutaan juga bisa terjadi.[6,10,11]
Gejala lain dapat berupa nyeri perut area epigastrik atau kuadran kanan atas yang dapat disertai mual dan/atau muntah, rasa lemas, sesak napas, bengkak pada tubuh yang dapat memburuk dengan cepat, serta bengkak pada area wajah.[5,6]
Hari pertama haid terakhir (HPHT) perlu ditanyakan untuk memperkirakan usia gestasi, sehingga dokter dapat menentukan apakah pasien telah memenuhi kriteria diagnosis preeklampsia, yaitu usia kehamilan >20 minggu. Selain itu, riwayat kehamilan lampau, riwayat preeklampsia pada kehamilan lampau atau pada keluarga, riwayat hipertensi sebelum kehamilan dan/atau penyakit kronis lain juga perlu ditanyakan sebagai faktor risiko preeklampsia.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik utama untuk mendiagnosis preeklampsia adalah pengukuran tekanan darah. Batas tekanan darah yang memenuhi kriteria preeklampsia adalah sistolik ≥140 mmHg dan/atau diastolik≥ 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran dalam interval setidaknya 4 jam. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan/atau diastolik ≥110 mmHg dapat digolongkan sebagai preeklampsia dengan gejala berat, pemeriksaan dapat diulang dalam interval 15 menit.[1,4,6].
Pemeriksaan Tekanan Darah
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran tekanan darah. Pada kunjungan pertama, pengukuran tekanan darah dilakukan di kedua lengan. Selanjutnya, dilakukan pada sisi dengan hasil pembacaan tertinggi. Pasien beristirahat tenang 5 menit sebelum pemeriksaan serta tidak merokok dan tidak meminum alkohol 30 menit sebelum pemeriksaan. Pasien dianjurkan berkemih sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk bersandar, kaki menempel pada lantai, dan lengan berposisi setinggi jantung. Hindari percakapan selama pengukuran tekanan darah. Pastikan ukuran manset sesuai dengan ukuran lengan pasien dan langsung menempel pada kulit tanpa terhalang pakaian. Tensimeter yang direkomendasikan saat ini adalah tensimeter aneroid dan tensimeter otomatis/digital.[12]
Pemeriksaan Fisik Lain
Kondisi umum serta tingkat kesadaran juga penting dinilai karena pasien mungkin bisa mengalami kejang atau penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik neurologis dilakukan untuk mencari kemungkinan defisit neurologis fokal. Adanya hiperrefleks dengan atau tanpa klonus meningkatkan risiko terjadinya kejang.[5,6,13]
Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus dilakukan untuk menilai keterlibatan organ. Pemeriksaan dapat dimulai dari bagian yang berkaitan dengan keluhan pasien. Pemeriksaan mata yang meliputi pemeriksaan visus, lapang pandang, dan funduskopi dapat dilakukan pada pasien dengan manifestasi gangguan penglihatan. Hasil mungkin menunjukkan penurunan visus, gangguan lapang pandang, serta papilledema.[5,11]
Pemeriksaan pada pasien dengan gangguan pulmonal, khususnya edema paru, menunjukkan takipnea, desaturasi (saturasi oksigen ≤ 93%), dan ronki pada auskultasi paru. Hasil pemeriksaan fisik abdomen yang bermakna adalah nyeri tekan pada area epigastrik atau kuadran kanan atas, khususnya nyeri pada palpasi hepar yang mungkin disebabkan oleh peregangan kapsul Glisson.[5,6,14]
Temuan lain yang dengan mudah terlihat pada pemeriksaan fisik adalah edema pada tungkai, ekstremitas atas, atau wajah. Edema pada preeklampsia memburuk dengan cepat dan dapat ditandai dengan kenaikan berat badan >2,3 kg dalam 1 minggu. Pengukuran produksi urine juga perlu dilakukan untuk menilai adanya oliguria sebagai parameter gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan gangguan ginjal berat umumnya memiliki produksi urine <500 ml dalam 24 jam.[5,14]
Diagnosis Banding
Preeklampsia memiliki kriteria diagnosis yang cukup jelas sehingga jarang memerlukan diagnosis banding. Namun, preeklampsia tetap dapat didiagnosis banding dengan bentuk lain hipertensi dalam kehamilan. Selain itu, diagnosis banding dari preeklampsia juga dapat menjadi faktor risiko dari preeklampsia itu sendiri, seperti hipertensi kronis, hipertensi gestasional, sindrom antibodi antifosfolipid, mikroangiopati trombotik, lupus eritematosus sistemik, serta penyakit ginjal dan liver kronis.[6]
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didefinisikan sebagai hipertensi pada ibu hamil tanpa proteinuria atau gejala berat lainnya pada usia kehamilan >20 minggu. Pada hipertensi gestasional, tekanan darah kembali normal pada periode postpartum. Dokter perlu waspada karena 50% kasus hipertensi gestasional berkembang menjadi preeklampsia, terutama jika hipertensi terdiagnosis pada usia kehamilan <32 minggu.[1]
Hipertensi Kronis
Hipertensi kronis adalah hipertensi yang terjadi sejak sebelum kehamilan atau pada usia kehamilan <20 minggu. Mayoritas kasus hipertensi kronis (90%) merupakan hipertensi primer yang disertai oleh faktor risiko familial atau faktor risiko yang berkaitan dengan gaya hidup (obesitas, merokok). Hanya sebagian kecil kasus hipertensi kronis terjadi secara sekunder akibat penyakit ginjal, vaskular, atau endokrin.[15]
Preeklampsia Superimposed
Diagnosis preeklampsia superimposed ditegakkan pada pasien dengan hipertensi kronis yang pada usia kehamilan >20 minggu mengalami manifestasi preeklampsia awitan baru, seperti trombositopenia, gangguan fungsi liver, insufisiensi renal, atau manifestasi preeklampsia lainnya.[15]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang memiliki peran penting untuk menilai keterlibatan organ dan komplikasi yang terjadi. Pasien dengan manifestasi yang mengarah ke preeklampsia harus dievaluasi dengan pemeriksaan penunjang.[6]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk kasus preeklampsia meliputi pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, fungsi liver, dan fungsi ginjal. Pemeriksaan protein urine merupakan pemeriksaan penunjang utama. Urine tampung 24 jam merupakan metode yang paling direkomendasikan untuk mengukur kadar protein dalam urine.
Proteinuria ditetapkan jika kadar protein urine mencapai 300 mg dalam urine tampung 24 jam. Jika metode tersebut tidak dapat dilakukan, pemeriksaan dipstick digunakan dengan batas minimal +2. Selain itu, dokter dapat menggunakan rasio protein-kreatinin >0,3 untuk diagnosis proteinuria. Tidak seluruh pasien preeklampsia pasti mengalami proteinuria. Sekitar 10% pasien preeklampsia justru tidak mengalami proteinuria.[1,5]
Selain menilai kadar protein urine, pemeriksaan asam urat dan kadar kreatinin serum juga dapat menunjukkan gangguan fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum >1,1 mg/dL atau kadar kreatinin yang meningkat 2 kali lipat dari nilai rujukan tanpa adanya penyakit ginjal sebelumnya menunjukkan telah terjadi insufisiensi renal. Hiperurisemia yang ditandai dengan kadar asam urat seum >5,6 mg/dL juga dapat menjadi penanda gangguan fungsi ginjal.[1,5]
Pada pemeriksaan darah lengkap, hasil yang menunjang diagnosis preeklampsia adalah jumlah trombosit <100 x 109/L. Penurunan trombosit mengarah ke sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low platelets) yang umumnya terjadi bersamaan dengan peningkatan enzim liver, khususnya aspartat transaminase (AST) dengan kadar >70 U/L.
Pada pasien dengan sindrom HELLP, dapat ditemukan hasil pemeriksaan laboratorium yang menandakan koagulopati dan hemolisis, seperti peningkatan prothrombin time (PT) atau partial thromboplastin time (aPTT), penurunan fibrogen, peningkatan D-dimer, peningkatan kadar bilirubin indirek >1,2 mg/dL, lactate dehydrogenase >600 U/L, serta gambaran hemolisis pada apusan darah tepi.[5]
Beberapa studi juga memperkirakan bahwa pemeriksaan kadar placental growth factor (PlGF) dapat menjadi prediktor preeklampsia. Namun, bukti yang ada masih bersifat tidak konklusif.
Ultrasonografi dan Kardiotokografi
Ultrasonografi (USG) diperlukan untuk memantau kondisi janin, khususnya untuk mengantisipasi intrauterine growth restriction (IUGR). Parameter yang perlu dinilai dalam USG adalah taksiran berat janin yang dinilai berdasarkan biometri janin, volume air ketuban, dan aliran darah pada arteri umbilikal yang dinilai dengan Doppler. Pada kasus pertumbuhan janin terhambat, evaluasi perlu dilakukan berkala setidaknya tiap 2 minggu sekali. Kardiotokografi juga bermanfaat untuk memantau kondisi janin.[4,5]
Radiologi
Computer tomography (CT scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat memvisualisasi kelainan serebral yang disebabkan oleh preeklampsia atau eklampsia. Namun, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan dan tidak diperlukan dalam penegakkan diagnosis. Pencitraan intrakranial direkomendasikan untuk pasien preeklampsia gejala berat yang mengalami gejala neurologis.[5,16]
Tidak ada gambaran pencitraan yang patognomonis pada preeklampsia. Beberapa gambaran yang dapat ditemukan pada pemeriksaan CT scan atau MRI adalah edema serebri, infark fokal, perdarahan intrakranial, serta leukoensefalopati posterior.[5,16]