Patofisiologi Retinopati
Patofisiologi retinopati dapat didasari perubahan vaskular retina, edema makula, kerusakan epitel retina, atau kelainan lain sesuai dengan penyakit yang mendasari.
Retinopati Diabetik
Patofisiologi retinopati diabetik diawali dengan perubahan mikrovaskular. Kadar gula yang tinggi memicu kerusakan vaskular melalui jalur polyol, akumulasi hasil akhir proses glikasi, jalur protein kinase C, dan jalur hexosamine. Perubahan vaskular yang dapat diamati pada retinopati diabetik adalah dilatasi vaskular (mikroaneurisma), perubahan aliran darah, oklusi kapiler, hingga neovaskularisasi pada tahap lanjut akibat upregulation VEGF (vascular endothelial growth factor) sebagai respon terhadap iskemia retina.
Inflamasi merupakan salah satu proses yang dapat diamati pada perjalanan penyakit retinopati diabetik. Inflamasi pada retinopati diabetik ditandai dengan leukostasis (dominan monosit dan dan granulosit) akibat peningkatan kerja kemokin pada pasien diabetes. Leukostasis akan menyebabkan kerusakan endotel retina dan sawar darah retina (blood retina barrier). Hiperglikemia juga akan menimbulkan disfungsi sel-sel glia retina yang berperan menjaga homeostasis retina, sehingga memproduksi sitokin proinflamasi yang akan semakin memperberat inflamasi.
Pada retinopati diabetik tahap lanjut akan terjadi neurodegenerasi retina, yang ditandai dengan apopotosis neuron. Pada penelitian in vitro, paparan glukosa yang tinggi berhubungan dengan peningkatan fragmentasi mitokondria dan apoptosis sel. Pada hewan percobaan dengan diabetes mellitus terjadi peningkatan pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang diduga turut berperan dalam proses neurodegenerasi retina pada retinopati diabetik. [4]
Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi memiliki patofisiologi yang dapat dibagi dalam beberapa fase yakni fase vasokonstriksi, fase sklerotik, dan fase eksudatif. Tekanan darah yang tinggi akan menimbulkan kerusakan pada lapisan otot dan endotel vaskular. Pada fase vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah sistemik merangsang terjadinya vasospasme dan penyempitan arteriol retina yang dibuktikan dengan penurunan rasio diameter arteri-vena (normalnya 2:3).
Peningkatan tekanan darah yang persisten menyebabkan perubahan dinding vaskular berupa penebalan lapisan intima, hiperplasia lapisan media, dan degenerasi dinding arteri. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan sirkulasi darah retina yang menandai fase sklerotik. Tekanan darah yang tidak terkontrol akan merusak sawar darah retina dan terjadi kebocoran plasma dan darah. Kelainan retina yang dapat diamati berupa perdarahan retina dengan bentuk lidah api atau bercak darah, pembentukan eksudat, nekrosis sel otot polos, dan iskemia retina yang membentuk lesi cotton wool spot. [5]
Retinopati Prematuritas
Kelahiran prematur berkaitan dengan kelainan maturasi vaskular retina yang mendasari patofisiologi retinopati prematuritas. Paparan oksigen yang tinggi pada neonatus prematur akan menyebabkan downregulation VEGF retina. Terjadi vasokonstriksi dan kerusakan pada pembuluh darah retina, sehingga tidak mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi lapisan retina yang terus bertambah ketebalannya. Pada akhirnya, akibat proses ini akan terbentuk zona retina avaskular terutama di bagian perifer. Keadaan hipoksia retina menandai fase pertama retinopati pada prematuritas. [6]
Pada fase kedua retinopati prematuritas, hipoksia retina akan menginduksi neovaskularisasi retina. Dua faktor yang terlibat dalam proses neovaskularisasi adalah VEGF yang diregulasi oleh oksigen dan insulin-like growth factor-I (IGF-I). [7]
Retinopati Sentral Serosa
Gangguan sirkulasi koroid diduga mengawali patofisiologi retinopati sentral serosa. Disfungsi autonom yang ditandai dengan peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis, menimbulkan gangguan homeostasis pembuluh darah koroid yang menyebabkan hiperperfusi, peningkatan permeabilitas, dan akumulasi cairan subretina. Namun, patofisiologi awal yang menyebabkan kelainan pada koroid tersebut belum diketahui pasti. [8]