Diagnosis Kanker Payudara
Pendekatan diagnosis kanker payudara berupa prosedur diagnostik triplet yang terdiri atas pemeriksaan klinis, pencitraan penunjang, dan pemeriksaan sitologi, patologi, atau histopatologi. Diagnosis umumnya menggunakan pemeriksaan ultrasonografi dan mammografi yang dilanjutkan dengan biopsi. Pemeriksaan pencitraan penunjang seperti MRI atau CT scan dapat dilakukan untuk mengevaluasi penyebaran kanker.[1,3,6]
Anamnesis
Pasien kanker payudara seringkali bersifat asimptomatik, dengan lesi ditemukan saat pemeriksaan payudara rutin atau skrining menggunakan mamografi. Nyeri dan rasa tidak nyaman umumnya tidak dikeluhkan oleh pasien. Oleh karena itu, anamnesis seringkali dilakukan untuk menilai risiko kanker payudara.[1,3,5]
Hal utama yang perlu ditanyakan saat anamnesis berupa riwayat penyakit pada pasien dan keluarga, keluhan pada payudara dan ketiak, serta keluhan di tempat lain terkait metastasis.[1,5]
Riwayat Penyakit
Riwayat kanker payudara pada keluarga kandung derajat satu merupakan faktor risiko yang paling sering berhubungan dengan insiden kanker payudara. Wanita yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit kanker payudara, kanker ovarium, tuba falopi, atau peritoneum, perlu melakukan prosedur skrining untuk menilai risiko kanker payudara yang mungkin terkait mutasi gen BRCA1 atau BRCA2.[3–6]
Riwayat kanker payudara atau kelainan payudara lainnya juga perlu ditanyakan untuk menilai faktor risiko. Selain itu, tanyakan mengenai faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti riwayat merokok, konsumsi alkohol berlebih, aktivitas fisik yang kurang, dan riwayat paparan terhadap radiasi pengion.[3–7]
Keluhan di Payudara dan Ketiak
Pasien dengan kanker payudara bisa mengalami keluhan seperti benjolan padat atau nyeri pada payudara. Pada beberapa kasus, terdapat cairan yang keluar dari puting, biasanya pada satu sisi, melibatkan satu muara, dan bisa berwarna merah, darah atau serosanguinosa.
Keluhan lainnya dapat berupa retraksi puting susu, krusta yang tidak sembuh pada areola atau papila mammae, maupun kelainan kulit di atas tumor berupa timbulnya luka, cawak kulit (skin dimpling), ektasia vena, tampilan peau d’orange, dan nodul satelit. Pasien juga bisa mengeluhkan adanya benjolan di ketiak atau leher, maupun pembengkakan lengan disertai benjolan payudara atau ketiak yang sesisi.[1,5,7]
Keluhan di Tempat Lain terkait Metastasis
Dokter juga harus menanyakan riwayat keluhan terkait kemungkinan metastasis. Keluhan dapat berupa nyeri tulang yang menetap dan semakin berat di vertebra, pelvis, dan femur; rasa sakit, mual, dan penuh di ulu hati; batuk kronis yang dapat disertai sesak napas; ataupun sakit kepala hebat, muntah, dan gangguan kesadaran.[1,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan kedua payudara, dinding dada, aksila, dan kelenjar getah bening regional. Pada wanita premenopause, pemeriksaan payudara sangat disarankan untuk dilakukan seminggu setelah menstruasi ketika ukuran jaringan payudara tidak terlalu membesar akibat pengaruh menstruasi. Teknik pemeriksaan fisik payudara pada pasien wanita sama dengan teknik pemeriksaan pada pasien pria.[1,5,7]
Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan melihat payudara dalam posisi lengan di samping, lengan diangkat ke atas, dan tangan berada di pinggang (dengan atau tanpa kontraksi m. pectoralis). Aspek yang perlu dinilai antara lain simetrisitas, ukuran dan bentuk payudara, serta adanya edema (tampilan peau d’orange), krusta, eksim, nipple discharge kemerahan, dan retraksi puting atau kulit payudara.[20]
Palpasi
Palpasi payudara diawali dengan pasien berbaring terlentang. Palpasi payudara harus dilakukan secara cermat pada seluruh payudara, dievaluasi mulai dari sternum ke arah lateral serta klavikula ke arah inferior menuju batas atas m. rectus abdominis. Karakteristik yang perlu dicatat adalah lokasi kuadran tumor, ukuran, konsistensi, permukaan tumor, bentuk dan batas tumor, jumlah tumor yang teraba, serta fiksasi tumor.
Palpasi kelenjar getah bening kemudian dilakukan untuk mencari adanya limfadenopati. Secara palpasi, ketiga level limfadenopati aksilaris dinilai. Kemudian, palpasi dilanjutkan pada area supraklavikula dan parasternal. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain teraba atau tidaknya kelenjar getah bening, ukuran, konsistensi, fiksasi antara yang satu dengan lain atau dengan jaringan di sekitarnya.[20]
Pemeriksaan Organ Lain
Jika terdapat gejala di organ lain seperti rasa penuh di ulu hati, batuk, nyeri tulang, atau sesak napas, pemeriksaan fisik lengkap dapat dilakukan pada sistem organ yang berkaitan. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi komorbiditas dan risiko komplikasi ataupun metastasis.[20]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding kanker payudara adalah tumor jinak payudara atau kelainan payudara lainnya.[3,5,21]
Tumor Jinak Payudara
Tumor jinak payudara dapat berupa fibroadenoma, tumor filodes, atau kista payudara. Pada pemeriksaan fisik, lesi jinak biasanya bersifat mobile, lunak, dan tidak menyebabkan perubahan karakteristik pada kulit atau jaringan sekitar. Meski begitu, untuk memastikan bahwa lesi bukan kanker payudara, maka perlu dilakukan biopsi dan pemeriksaan histopatologi.[3,5,21]
Inflamasi Payudara
Peradangan pada payudara misalnya mastitis atau abses payudara dapat ditandai dengan tanda inflamasi, seperti adanya penebalan kulit atau kemerahan. Jika ada kecurigaan ke arah kanker payudara, maka dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk membedakan, seperti USG payudara ataupun biopsi.[3,5,21]
Diagnosis Banding Lainnya
Penyakit payudara lain yang dapat menjadi diagnosis banding kanker payudara meliputi nekrosis lemak, papiloma intraduktal, ektasia duktal. Selain itu, lesi pada payudara juga dapat merupakan metastasis dari jenis kanker lain seperti limfoma atau leukemia mieloid.[3,5,21]
Pemeriksaan Penunjang
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang dapat diperlukan dalam penentuan stadium mencakup pemeriksaan darah lengkap, hitung platelet, uji fungsi hati, kadar alkali fosfatase, rontgen toraks, mamografi, status reseptor hormon, ekspresi human epidermal growth factor receptor 2 (HER-2), bone scanning, serta USG, MRI, atau CT scan abdomen (dengan atau tanpa regio pelvis).[1,3–5]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat digunakan untuk menentukan diagnosis dan mendeteksi metastasis. Mammografi dan USG payudara merupakan modalitas awal untuk menentukan diagnosis. Selain sebagai modalitas skrining kanker payudara, mammografi juga dapat digunakan untuk memandu prosedur intervensi seperti biopsi dan lokalisasi jarum.[3–5]
USG bertujuan memastikan temuan mamografi yang masih meragukan, menentukan karakteristik massa kistik, menampilkan beragam ekogenisitas massa solid, memandu dalam biopsi aspirasi jarum halus, biopsi inti, dan lokalisasi jarum. USG juga digunakan untuk melihat gambaran kelenjar getah bening regional, serta kemungkinan adanya metastasis ke hati.
MRI dapat digunakan untuk kondisi tertentu seperti pada pasien dengan densitas payudara yang berlebih, atau wanita dengan risiko tinggi kanker payudara. Selain itu, MRI bermanfaat untuk evaluasi metastasis dari kanker payudara tanpa adanya tumor primer yang dapat diidentifikasi, evaluasi respon terapi neoadjuvan sistemik, serta evaluasi rekurensi tumor pada payudara yang telah mendapat terapi.[3–5,7]
Rontgen toraks dapat digunakan untuk mengetahui metastasis dan untuk persiapan operasi. Pemeriksaan radiologi lanjutan lainnya seperti bone scanning, CT scan, scintimammography, dan PET scan dilakukan bila terdapat indikasi tertentu, seperti untuk evaluasi rekurensi atau metastasis. CT scan dilakukan bila terdapat kecurigaan infiltrasi tumor atau metastasis ke organ lain yang tidak terdeteksi melalui USG. Bone scanning dilakukan apabila ada indikasi seperti tumor dengan diameter >5 cm, stage T3–T4, dengan temuan klinis dan sitologi yang mencurigakan.[1,5,22,25]
Pemeriksaan Patologi
Konfirmasi diagnosis kanker payudara dilakukan melalui biopsi jaringan. Pada lesi kanker payudara yang teraba, biopsi jarum halus maupun core biopsy dapat dilakukan. Pada pasien dengan lesi kanker payudara yang tidak teraba tetapi massanya terlihat melalui mamografi, biopsi dilakukan dengan panduan USG.[3,5,7]
Bila massa yang terlihat hanya berupa gambaran mikrokalsifikasi, teknik biopsi stereotactic dapat digunakan. Percutaneous vacuum-assisted large-gauge core-needle biopsy (VACNB) atau core biopsy dengan panduan USG umumnya lebih disukai dibandingkan biopsi jarum halus.[7]
Pemeriksaan histopatologi bermanfaat dalam menentukan morfologi sel kanker, grading tumor, invasi ke limfovaskular, dan lesi prekanker. Penilaian reseptor hormon (estrogen dan progesteron) dan reseptor HER-2 pada spesimen lesi bermanfaat untuk menentukan klasifikasi histologi kanker payudara, menentukan regimen terapi, serta memperkirakan prognosis. Klasifikasi kanker payudara berdasarkan ada tidaknya reseptor estrogen (ER), reseptor progesteron (PR), dan HER-2 meliputi:
- Positif reseptor hormon
- Positif HER-2
Triple negative (negatif ER, PR,dan HER-2).[3,23]
Jika terdapat hasil yang tidak sesuai antara temuan klinis, radiografi, dan patologi, maka tim yang terdiri dari ahli bedah, radiologi, dan patologi akan memutuskan apakah perlu dilakukan biopsi terbuka atau biopsi yang dipandu pencitraan guna memastikan bahwa sampel dari lesi target telah diambil dengan cukup.[1,3,5]
Klasifikasi Stadium Kanker
Setelah diagnosis ditegakkan, penentuan stadium wajib dilakukan guna menentukan prognosis dan modalitas pengobatan yang dilakukan. Berdasarkan panduan terbaru American Joint Committee on Cancer Staging (AJCC), klasifikasi kanker payudara dinilai melalui ukuran tumor primer kanker (T), metastasis kelenjar getah bening (N), dan metastasis jauh (M). Klasifikasi stadium ini terutama digunakan bila analisis biomarker kanker tidak tersedia.[5,24]
Kategori T ditentukan berdasarkan pengukuran diameter dan ekstensi dari tumor primer. Penilaian ini dapat didasarkan dari temuan pemeriksaan klinis atau radiografi.
Tabel 1. Klasifikasi Tumor (T)
Kategori T | Kriteria |
Tx | Tumor primer tidak dapat dinilai |
T0 | Tumor primer tidak ditemukan |
Tis | Karsinoma in situ |
Tis (DCIS) | Ductal carcinoma insitu |
Tis (LCIS) | Lobular carcinoma insitu |
Tis (Paget) | Penyakit Paget pada puting tanpa ada massa tumor |
T1 | Diameter tumor ≤ 20 cm |
T1mi | Diameter tumor ≤ 0,1 cm |
T1a | Diameter tumor > 0,1 cm hingga ≤ 0,5 cm |
T1b | Diameter tumor > 0,5 cm hingga ≤ 1 cm |
T1c | Diameter tumor > 1 cm hingga ≤ 2 cm |
T2 | Diameter tumor > 2 cm hingga ≤ 5 cm |
T3 | Diameter tumor > 5 cm |
T4 | Diameter berapapun dengan adanya infiltrasi pada dinding dada atau kulit |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024.
Kategori N ditentukan dengan menilai ada tidaknya metastasis kelenjar getah bening berdasarkan temuan pemeriksaan klinis, radiografi, dan histologi terhadap kelenjar getah bening.[5,24]
Tabel 2. Klasifikasi Nodul (N)
Kategori N | Kriteria |
cNX | Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai (contoh: sudah dioperasi) |
cN0 | Tidak terdapat bukti klinis atau radiografi metastasis kelenjar getah bening |
cN1 | Metastasis pada kelenjar getah bening ipsilateral yang masih dapat digerakkan |
cN1mi | Terdapat mikrometastasis (sebanyak sekitar 200 sel, >0,2 mm tetapi ≤2 mm |
cN2 | Metastasis kelenjar getah bening aksila ipsilateral, terfiksasi, atau terdapat metastasis kelenjar getah bening mamaria internal tanpa metastasis kelenjar getah bening aksila |
cN2a | Metastasis kelenjar getah bening aksila ipsilateral, yang terfiksasi satu sama lain, atau terfiksasi pada struktur lain |
cN2b | Metastasis hanya pada kelenjar getah bening mammaria interna tanpa adanya metastasis kelenjar getah bening aksila |
cN3 | Metastasis kelenjar getah bening infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening aksila, atau metastasis kelenjar getah bening mamaria interna dan kelenjar getah bening aksila |
cN3a | Metastasis pada kelenjar getah bening infraklavikula |
cN3b | Metastasis pada kelenjar getah bening mammaria interna ipsilateral dan aksila |
cN3c | Metastasis pada kelenjar getah bening supraklavikula ipsilateral |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024
Kategori M ditentukan dengan menilai ada tidaknya bukti klinis atau radiografi metastasis jauh.[5,24]
Tabel 3. Klasifikasi Metastasis (M)
Kategori M | Kriteria |
M0 | Tidak ada bukti klinis maupun radiografi metastasis jauh |
cM0(i+) | Tidak ada bukti klinis atau radiografi metastasis jauh dengan adanya sel tumor atau deposit sel ≤ 0,2 mm yang terdeteksi secara mikroskopis atau dengan teknik molekuler dalam sirkulasi darah, sumsum tulang, atau jaringan kelenjar nonregional lainnya pada pasien tanpa gejala atau tanda metastasis |
cM1 | Terdapat bukti secara klinis dan radiografi metastasis jauh |
pM1 | Setiap metastasis yang terbukti secara histologis di organ jauh; atau jika pada kelenjar getah bening non-regional, metastasis > 0,2 mm |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024
Penentuan Stadium Kanker
Berdasarkan kategori tumor, penyebaran kelenjar getah bening, dan metastasis, kanker payudara dapat dibagi dalam grup stadium.[5,24]
Tabel 4. Penentuan Stadium Kanker Payudara
Stadium | T | N | M |
0 | Tis | N0 | M0 |
IA | T1 | N0 | M0 |
IB | T0 | N1mi | M0 |
T1 | N1mi | M0 | |
IIA | T0 | N1 | M0 |
T1 | N1 | M0 | |
T2 | N0 | M0 | |
IIB | T2 | N1 | M0 |
T3 | N0 | M0 | |
IIIA | T0 | N2 | M0 |
T1 | N2 | M0 | |
T2 | N2 | M0 | |
T3 | N1 | M0 | |
T3 | N2 | M0 | |
IIIB | T4 | N0 | M0 |
T4 | N1 | M0 | |
T4 | N2 | M0 | |
IIIC | Setiap T | N3 | M0 |
IV | Setiap T | Setiap N | M1 |
Sumber: dr. Dizi Bellari Putri, Alomedika, 2024.
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita Sp.PK