Edukasi dan Promosi Kesehatan Kanker Payudara
Edukasi dan promosi kesehatan kanker payudara terutama berfokus pada skrining kanker payudara serta modifikasi gaya hidup untuk mencegah kanker payudara. Selain itu, edukasi pasien kanker payudara meliputi kondisi penyakit yang diderita, prosedur pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis, pilihan terapi, serta risiko komplikasi dan rekurensi.[1,3–5]
Edukasi Pasien
Edukasi pasien kanker payudara harus meliputi informasi mengenai lokasi, derajat penyakit, serta kemungkinan jenis kanker payudara yang diderita pasien. Kemudian, dokter perlu menjelaskan prosedur pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis serta hasil interpretasinya. Pasien perlu diberikan konseling khusus untuk membantu mereka membuat keputusan terkait tindakan selanjutnya dan apabila dibutuhkan rujukan.[1,3–5]
Edukasi secara rinci mengenai pilihan terapi (manfaat, risiko, prosedur tindakan, serta perawatan pascatindakan) dan prognosis penyakit diberikan pada pasien sesuai dengan jenis kanker yang diderita. Apabila breast conserving surgery menjadi salah satu pilihan terapi, diskusikan apa untung dan ruginya bagi pasien dibandingkan mastektomi radikal. Diskusikan juga mengenai pengaruh kanker dan terapinya terhadap kehamilan atau fertilitas, serta kebutuhan rekonstruksi payudara pada pasien yang menjalani mastektomi.
Edukasi juga perlu diberikan terkait pentingnya modifikasi gaya hidup untuk meningkatkan prognosis penyakit. Pada pasien yang telah dinyatakan remisi, dokter perlu memberi edukasi mengenai prosedur kunjungan follow-up, upaya untuk mencegah rekurensi, serta tanda dan gejala rekurensi.[1,5]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Upaya pencegahan kanker payudara adalah dengan menghindari faktor risiko eksternal seperti pajanan radiasi pengion dan zat kimia yang bersifat karsinogenik, serta modifikasi gaya hidup. Deteksi dini penyakit melalui skrining kanker payudara merupakan strategi penting dalam pengendalian penyakit. Metode utama pemeriksaan skrining kanker payudara dilakukan dengan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), serta mammografi.[38]
Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
Dokter harus mengedukasi wanita mengenai cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri dan untuk melakukannya secara rutin sejak usia pubertas. Minta pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan ini setiap bulannya terutama pada hari ke 7–10 setelah menstruasi. Dokter perlu menekankan bahwa pemeriksaan payudara sendiri oleh pasien merupakan salah satu kunci utama untuk mendeteksi benjolan sedini mungkin.[1,20,38]
Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS)
Pemeriksaan payudara klinis harus dilakukan oleh tenaga kesehatan pada wanita asimtomatik dengan sasaran wanita usia 20 tahun ke atas, akan tetapi diprioritaskan pada wanita usia 30–50 tahun. Pada wanita usia 25–39 tahun, pemeriksaan dilakukan sekurangnya 3 tahun sekali atau apabila ditemukan adanya abnormalitas pada proses SADARI. Sementara itu, pemeriksaan dianjurkan dilakukan setiap tahunnya bagi wanita berusia 40 tahun ke atas.[5,37,39]
Mamografi
Frekuensi skrining menggunakan mamografi ditentukan oleh usia serta status risiko penyakit. Meski begitu, perlu diketahui bahwa bukti yang mendukung rekomendasi skrining kanker payudara berbasis populasi dengan mamografi masih kurang dan tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap penurunan angka kematian.
Pada pasien dengan risiko tinggi, mammografi direkomendasikan untuk dilakukan sejak usia 30 tahun dan dilanjutkan setiap tahunnya selama kondisi kesehatan pasien baik. Rekomendasi pemeriksaan mamografi pada pasien tanpa risiko tinggi meliputi:
- Pemeriksaan mamografi pertama dapat dimulai sejak pasien berusia 40 tahun dan tidak lebih dari 50 tahun
- Mamografi dapat dilakukan tiap 1–2 tahun pada pasien berusia 45–54 tahun, dan tiap 2 tahun sekali pada pasien >55 tahun hingga usia 74 tahun
- Pemeriksaan mamografi pada pasien 75 tahun atau lebih dilakukan atas kesepakatan antara dokter dan pasien dengan mempertimbangkan manfaat serta efek sampingnya.[3,5,6]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita Sp.PK