Patofisiologi Benzodiazepine Use Disorder
Patofisiologi benzodiazepine use disorder atau penyalahgunaan benzodiazepine melibatkan berbagai sirkuit di otak yang mengendalikan sistem reward. Sirkuit yang berperan adalah area mesolimbik yang meliputi ventral tegmental area (VTA) dan nukleus accumbens (NAc). Zat yang menyebabkan pelepasan dopamine pada area ini berpotensi menyebabkan ketergantungan.[4,5]
Aspek Farmakologi Benzodiazepine dan Risiko Ketergantungan
Semua benzodiazepine terikat pada area spesifik dari reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA) tipe A, kemudian meningkatkan afinitas reseptor GABA-A yang berperan sebagai inihibitorik. Reseptor GABA-A terdiri dari berbagai subunit. Efek hipnotik terjadi karena aktivitas pada A1, sedangkan A2 menyebabkan efek ansiolitik dan pelemas otot. Subunit ini membentuk lapisan pada sel dengan pusatnya adalah kanal klorida. Ikatan obat terhadap reseptor akan menyebabkan bukaan dari kanal klorida yang memiliki efek inhibisi pada susunan saraf pusat.[4]
Jaras mesolimbik berperan terhadap pusat kesenangan dengan struktur utama VTA dan NAc. Pada VTA terdapat neuron GABAnergik dan dopaminergik. Benzodiazepine menyebabkan pelepasan dopamine pada jaras ini secara tidak langsung melalui modulasi reseptor GABA-A. Neuron GABAnergik pada VTA ketika teraktivasi akan menurunkan pelepasan dopamine ke celah sinaps. Pemberian benzodiazepine akan menginhibisi proses ini sehingga tidak terjadi hambatan pada pelepasan dopamine.[4,5]
Pada awal penggunaan, pengguna benzodiazepine akan merasakan efek mengantuk dan gangguan koordinasi, namun akan segera timbul toleransi dalam hitungan hari akibat aktivasi neuron GABAnergik. Dalam beberapa minggu, akan segera terjadi disinhibisi dan timbul elasi akibat peningkatan pelepasan dopamine di celah sinaps. Hal ini berlanjut menjadi ketergantungan fisik yang bermanifestasi sebagai gejala-gejala putus zat. Gejala putus zat akibat penggunaan benzodiazepine bisa berupa gangguan tidur, iritabilitas, ketegangan, kecemasan, serangan panik, banyak berkeringat, dan gangguan persepsi (halusinasi atau ilusi).[4-6]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ