Penatalaksanaan Benzodiazepine Use Disorder
Penatalaksanaan pada benzodiazepine use disorder atau penyalahgunaan benzodiazepine mencakup beberapa aspek, yaitu manajemen intoksikasi, penghentian obat, manajemen gejala putus zat, dan penanganan kondisi medis yang mendasari.
Tata Laksana Awal
Tata laksana awal pada pasien yang mengalami gangguan hemodinamik adalah menstabilkan pasien. Pasien dengan gangguan pernapasan mungkin perlu mendapatkan oksigenasi dan bahkan ventilasi mekanik apabila butuh mempertahankan patensi jalan napas. Cairan intravena dapat diberikan sesuai indikasi pada kondisi hipotensi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis diferensial dan koingesti zat lain.[5]
Manajemen Intoksikasi
Setelah mengidentifikasi intoksikasi benzodiazepine, tata laksana selanjutnya adalah penanganan suportif. Pasien dengan depresi pernapasan mungkin memerlukan bantuan napas hingga intubasi untuk mempertahankan patensi jalan napas. Kondisi hipotensi mungkin memerlukan pemberian cairan intravena. Tidak direkomendasikan menggunakan karbon aktif, bilas lambung, atau hemodialisis untuk menangani toksisitas benzodiazepine.
Flumazenil adalah antagonis benzodiazepine nonspesifik yang dapat digunakan untuk intoksikasi benzodiazepine. Namun obat ini berisiko menyebabkan gejala putus obat yang berat, seperti kejang dan disritmia jantung terutama pada pasien yang menggunakan benzodiazepine secara kronis. Kejang akibat pemberian flumazenil tidak dapat dihentikan oleh benzodiazepine karena blokade reseptor oleh obat. Oleh karena itu, flumazenil tidak rutin digunakan dan harus mempertimbangkan manfaat dan risiko pada pasien.[5]
Manajemen Gejala Putus Zat dan Penghentian Benzodiazepine
Gejala putus zat umumnya terjadi pada pasien yang menggunakan benzodiazepine dalam dosis besar atau penggunaan kronis. Semua pasien yang mengalami ketergantungan benzodiazepine harus disarankan untuk menghentikan obat dan menjalani program detoksifikasi.
Gejala putus zat banyak didapatkan pada penggunaan benzodiazepine kerja pendek, misalnya alprazolam. Pasien yang adiksi terhadap benzodiazepine kerja pendek direkomendasikan untuk mengganti obat ke diazepam dengan dosis yang setara selama beberapa hari dan kemudian dilakukan penurunan dosis (tapering off). Penurunan dosis secara berkala ini diperlukan untuk mencegah terjadinya gejala putus zat dan kejang. Penggunaan beberapa jenis benzodiazepine juga perlu diganti menjadi satu jenis obat saja, sebaiknya diazepam.[3,14]
Tabel 1. Pedoman Penurunan Dosis Benzodiazepine
Lama penggunaan | Rekomendasi lama penurunan dosis | Keterangan |
<6-8 minggu | Mungkin tidak diperlukan | Pertimbangkan penurunan dosis terutama pada penggunaan dosis tinggi atau waktu kerja pendek dan sedang |
8 minggu hingga 6 bulan | Bertahap dalam 2-3 minggu | |
6 bulan hingga 1 tahun | Bertahap dalam 4-8 minggu | Penurunan dosis meminimalkan gejala putus zat |
>1 tahun | Bertahap dalam 2-4 bulan |
Sumber: dr. Adrian Prasetio, Alomedika, 2022.[3]
Pasien yang menjalani detoksifikasi benzodiazepine tidak disarankan untuk menggunakan alkohol atau stimulan. Resep obat sebaiknya diberikan oleh satu dokter dan satu farmasi dengan waktu pengambilan yang sudah ditentukan (misalnya 1-2 kali dalam seminggu). Dosis stabilisasi diazepam tidak boleh melebihi 80 mg/hari. Pemberian dalam dosis besar mungkin memerlukan pembagian dosis.
Penurunan dosis dari benzodiazepine bisa dilakukan secara rawat jalan, namun pasien yang menggunakan benzodiazepine dalam dosis besar (ekuivalen ≥100 mg sehari) membutuhkan rawat inap. Setelah pasien stabil, dosis benzodiazepine bisa diturunkan sebanyak 10-20% setiap minggu. Secara umum, dosis yang tinggi dapat diturunkan dalam presentase lebih tinggi. Sedangkan dosis rendah (ekuivalen diazepam 10 mg) memerlukan penurunan yang perlahan, misalnya 5 mg dua kali sehari selama 2 minggu, kemudian menjadi 5 mg sehari selama 2 minggu.[3,14]
Tabel 2. Dosis Ekuivalen dari Benzodiazepine
Obat | Dosis ekuivalen (diazepam 5 mg) dalam miligram (mg) |
Kerja pendek hingga sedang | |
Triazolam | 0,25 |
Oxazepam | 15 |
Temazepam | 10 |
Lorazepam | 1 |
Alprazolam | 0,5 |
Flunitrazepam | 0,5 |
Nitrazepam | 5 |
Clobazam | 10 |
Kerja panjang (termasuk efek aktif metabolit) | |
Clonazepam | 0,5 |
Diazepam | 5 |
Obat Z | |
Zolpidem | 10 |
Zopiclone | 7,5 |
Sumber: dr. Adrian Prasetio, Alomedika, 2022.[1,3,14]
Medikamentosa
Terapi farmakologi untuk penyalahgunaan benzodiazepine umumnya digunakan untuk mengurangi gejala putus obat dan bukan sebagai substitusi benzodiazepine. Penyekat beta seperti propranolol; antikonvulsan seperti carbamazepine; dan selective serotonin reuptake inhibitor seperti escitalopram, memiliki beberapa bukti yang menunjukkan manfaat dalam mengurangi gejala putus zat. Melatonin mungkin bermanfaat pada pasien dengan insomnia.[14]
Psikoterapi
Tata laksana farmakologis yang dikombinasikan dengan psikoterapi lebih superior dibandingkan dengan penurunan dosis saja. Tujuan dari psikoterapi adalah memfasilitasi penurunan dosis, mempertahankan abstinensia, dan penanganan gangguan psikiatri yang mendasari.
Psikoterapi yang direkomendasikan adalah cognitive behavior therapy (CBT). CBT memiliki efektivitas yang baik dalam penanganan ketergantungan benzodiazepine. Pasien diarahkan untuk mengidentifikasi keyakinan yang salah, mengidentifikasi stressor psikososial, memfasilitasi perubahan, dan memperbaiki mekanisme coping. Komponen dalam CBT yang juga diajarkan meliputi terapi relaksasi, sleep hygiene, dan kontrol stimulus.[14]
Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ