Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Narkolepsi general_alomedika 2023-09-08T17:36:13+07:00 2023-09-08T17:36:13+07:00
Narkolepsi
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Narkolepsi

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis narkolepsi didasarkan pada gejala, hasil multiple sleep latency test (MSLT), dan kadar serum hipokretin. Pasien narkolepsi umumnya mengalami mengantuk secara berlebihan di siang hari dengan atau tanpa katapleksi. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan kadar hipokretin-1 yang rendah.[3]

Kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosis narkolepsi adalah berdasarkan DSM 5 atau ICD 11.

Kriteria Diagnosis Berdasarkan DSM-5

Kriteria diagnosis narkolepsi berdasarkan DSM 5 harus memenuhi kriteria A, B, dan C di bawah ini.

Kriteria A

Periode keinginan untuk tidur yang tidak bisa ditahan, tiba-tiba tertidur, atau tidur siang dalam hari yang sama, terjadi secara berulang. Hal ini harus berlangsung setidaknya 3 kali seminggu selama 3 bulan terakhir.

Kriteria B

Terdapat setidaknya satu dari gejala-gejala berikut:

  1. Episode katapleksi, yang ditandai oleh gejala a) atau b) yang timbul setidaknya beberapa kali per bulan: a) Pada individu dengan sakit yang lama, episode singkat (detik sampai menit) dari kehilangan tonus otot bilateral mendadak, pada kondisi komposmentis, yang dipicu oleh kondisi tertawa atau bercanda; atau b) Pada anak-anak atau mereka yang sakit kurang dari 6 bulan, berupa gejala menyerigai spontan atau rahang yang terbuka dengan protrusi lidah atau hipotonia global, tidak terdapat pemicu emosional yang jelas
  2. Defisiensi hipokretin, diukur berdasarkan kadar hipokretin dalam cairan serebrospinal <110 pg/mL atau kurang dari sepertiga nilai pada subyek normal yang diukur dengan metode yang sama. Kadar hipokretin yang rendah bukan disebabkan oleh cedera, inflmasi, atau infeksi otak
  3. Polisomnografi nocturnal menunjukkan latensi tidur REM kurang dari 15 menit, atau MSLT menunjukkan latensi tidur kurang dari 8 menit dan 2 atau lebih SOREMP (sleep onset REM periods)

Kriteria C

Diagnosis narkolepsi perlu dispesifikkan apabila termasuk:

  • Narkolepsi tanpa katapleksi tapi dengan defisiensi hipokretin: memenuhi kriteria B 2 untuk kadar hipokretin dan B 3 untuk MSLT, tapi tidak terdapat katapleksi
  • Narkolepsi dengan katapleksi tapi tandap defisiensi hipokretin: memenuhi kriteria B 1 untuk katapleksi dan B 3 untuk MSLT, tapi tidak memenuhi kriteria B 2 [6]

Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD-11

Narkolepsi adalah gangguan tidur yang ditandai oleh periode-periode kebutuhan untuk tidur yang tidak bisa ditahan atau tiba-tiba tertidur di siang hari setiap hari selama minimal beberapa bulan, yang disertai dengan manifestasi tidur REM yang abnormal. Pemeriksaan MSLT menunjukkan latensi tidur < 8 menit dan terdapat dua atau lebih SOREMP, atau satu SOREMP pada MSLT dan satu pada pemeriksaan polisomnografi pada malam sebelumnya. Tidur malam hari sering terganggu dan tidur singkat di siang hari umumnya menyegarkan.

Narkolepsi Tipe 1:

Narkolepsi tipe satu disebabkan oleh adanya penurunan sinyal orexin atau hipokretin di hipotalamus. Narkolepsi tipe 1 ditandai oleh gejala-gejala disosiasi tidur REM dan katapleksi. Katapleksi mungkin baru muncul beberapa tahun setelah onset gejala mengantuk berlebihan. Pada narkolepsi tipe 1, kadar orexin dalam cairan serebrospinal <110 pg/mL. Pada gangguan ini juga bisa ditemukan gejala sleep paralysis, halusinasi hypnopompik dan hynogogik.

Gangguan yang timbul bukan disebabkan oleh adanya gangguan sistem saraf atau kondisi medis lainnya.

Narkolepsi Tipe 2:

Pada narkolepsi tipe 2, gejala-gejala narkolepsi tidak disertai dengan adanya penurunan kadar orexin di hipotalamus dan tidak ditemukan adanya katapleksi.[2]

Anamnesis

Keluhan utama dari narkolepsi adalah mengantuk berat di siang hari dan membuat pasien sulit untuk tetap terjaga. Pasien juga bisa mengalami katapleksi, yaitu kelemahan otot yang timbul mendadak.

Gejala Tidur

Beberapa pasien juga mengalami gangguan untuk memusatkan perhatian dan episode tertidur tanpa bisa dikendalikan. Episode ini bisa terjadi pada situasi monoton maupun ketika pasien sedang aktif. Episode ini umumnya singkat (15-20 menit), bisa muncul bahkan di pagi hari, tidak bisa ditahan, dan terdapat transisi yang cepat dari bangun ke tidur dalam. Karakteristik tidur siang ini adalah singkat, menyegarkan, dan biasanya disertai mimpi.[1,4]

Pasien seringkali menggambarkan gejala gangguan tidurnya sebagai “serangan tidur” dimana tiba-tiba muncul perasaan mengantuk dan tidur yang tidak bisa ditahan. Meskipun pasien dengan narkolepsi mengeluhkan mengantuk berat di siang hari, biasanya mereka mengalami insomnia di malam hari dan jam tidur malamnya terfragmentasi. Tidur malam terganggu oleh periode insomnia, mimpi yang nyata, apnea, dan gerakan kaki yang periodik.[3,9,10]

Gejala Lain

Mengantuk dan tidur di siang hari umumnya tidak bisa ditahan. Upaya menahan tidur bisa menimbulkan perilaku-perilaku otomatis yang tidak disadari dan diingat oleh pasien, misalnya memasukkan garam ke dalam kopi atau menyetir ke tempat tujuan yang salah. Hal ini juga bisa menimbulkan manifestasi lain, seperti sakit kepala, gangguan pendengaran atau penglihatan, dan hipoakusis.[1,3]

Banyak pasien narkolepsi yang mengeluhkan gejala sleep paralysis dan halusinasi. Halusinasi bisa muncul menjelang tidur (hynagogic), di malam hari, menjelang terbangun (hypnopompic), dan berhubungan dengan serangan tidur di siang hari. Halusinasi umumnya berupa halusinasi visual. Sleep paralysis digambarkan sebagai ketidakmampuan untuk berbicara atau menggerakkan otot yang muncul ketika masa transisi dari tidur ke bangun.[1,4,6]

Pasien dengan narkolepsi juga sering mengeluhkan gangguan otonomik seperti pingsan, berkeringat di malam hari, gangguan pencernaan, hipotensi, bibir kering, profil temperatur kulit abnormal, dan gangguan fungsi pupil.[1,10]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan tanda vital pada pasien dengan narkolepsi umumnya normal. Keluhan fisik utama dari narkolepsi adalah katapleksi. Istilah katapleksi menggambarkan kehilangan tonus otot bilateral yang dipicu oleh perubahan emosional dalam kondisi compos mentis. Kehilangan tonus ini bisa bermanifestasi sebagai wajah yang kendur, menutupnya kelopak mata, rahang turun (mulut terbuka), protrusi lidah secara pasif, dan kehilangan kendali ekstremitas. Hal ini umumnya berlangsung singkat (2-10 detik).[1,4] katapleksi umumnya dipicu oleh tertawa, bercanda, atau perubahan emosional lainnya.[6]

Pada anak-anak atau pada awal awitan gangguan, bisa timbul hiperkinesia. Gejala ini bisa dalam bentuk gerakan fasik (misalnya kedutan otot wajah), tonik (misalnya protrusi lidah, menyeringai, atau ekstensi leher), dan aktivitas motorik repetitif. Hal ini bisa menutupi fase atonia dan menimbulkan misdiagnosis ke arah epilepsi.[1]

Pemeriksaan Neurologis

Pada saat terjadi katapleksi, biasanya refleks tendon dalam akan menghilang, tapi bila serangannya ringan refleks mungkin masih bisa dipertahankan. Tanda Babinski bisa muncul secara transien dan juga tremor Parkinsonisme.[1,4]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang spesifik yang diperlukan untuk penegakan diagnosis narkolepsi adalah pemeriksaan kadar orexin atau hipokretin. Selain itu direkomendasikan juga pemeriksaan dengan menggunakan kuesioner untuk gangguan tidur, Multiple Sleep Latency test (MSLT), dan video polisomnografi. Pemeriksaan neuroimaging bisa dilakukan atas indikasi.[1]

Kadar Orexin

Kadar orexin dalam cairan serebrospinal pasien dengan narkolepsi tipe 1 biasanya sangat turun (<110 pg/mL) atau tidak terdeteksi pada 95% pasien. Oleh karena itu, kadar orexin yang rendah sangat sensitif dan spesifik untuk diagnosis narkolepsi tipe 1. Meski demikian, pemeriksaan ini memiliki harga periksa yang tinggi dan ketersediaannya sangat jarang di pusat pelayanan kesehatan.[1]

Kuesioner Gangguan Tidur

Instrumen yang bisa digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis narkolepsi adalah Epworth sleepiness scale (ESS). Pada narkolepsi, ESS umumnya di atas 10.

Selain itu, dapat pula digunakan Ullanlinna Narcolepsy Scale (UNS). Skor 14 atau lebih menandakan adanya narkolepsi. Skor UNS dapat membedakan pasien dengan sindrom narkolepsi dari pasien dengan sleep apnea, multiple sclerosis, dan epilepsi.[1]

Multiple Sleep Latency Test (MSLT)

Multiple sleep latency test (MSLT) adalah pemeriksaan untuk melihat latensi waktu tidur atau kecepatan pasien jatuh tertidur pada situasi yang tenang dan jumlah tidur REM (sleep onset REM periods – SOREMP).

SOREMP bisa dilihat dari latensi tidur REM yang kurang dari 15 menit. Pasien dengan narkolepsi tipe 1 umumnya mempunyai masa latensi tidur yang pendek (umumnya kurang dari 8 menit) dan narkolepsi tipe 2 mempunyai latensi lebih panjang.[1,6]

Video Polisomnografi

Pemeriksaan polisomnografi dilaporkan spesifik tapi kurang sensitif bila dibandingkan MSLT. Hasil pemeriksaan yang mungkin ditemukan adalah latensi tidur yang cepat, terbangun atau arousal setelah onset tidur, serta peningkatan jumlah tidur stage 1. Kemungkinan temuan lain adalah perpindahan ke stage N1 (terjaga) atau terbangun dari tidur dalam yang sering, jumlah tidur non-REM yang kurang, peningkatan frekuensi gangguan napas ketika tidur, kejadian motorik minor ketika tidur REM, kejadian REM sleep behavior (RBD), serta gerakan ekstremitas yang periodik.[1,6]

Neuroimaging

Pemeriksaan neuroimaging umumnya menunjukkan hasil struktural otak yang normal. Namun pemeriksaan dengan fMRI bisa menunjukkan adanya perubahan pola aktivitas pada jaras reward di hipotalamus, kortiko-limbik, dan batang otak. Abnormalitas pada jaras ini mungkin bisa menjelaskan tingginya frekuensi gangguan psikiatri pada pasien dengan narkolepsi.[1]

Diagnosis Banding

Gejala mengantuk di siang hari dan “serangan tidur yang tidak bisa ditahan” juga bisa terjadi pada gangguan tidur lain, seperti hipersomnia idiopatik, deprivasi atau insufisiensi tidur kronik, gangguan pernapasan ketika tidur, dan pada mereka yang bekerja dengan sistem shift.[1,9]

Gejala hipersomnia juga bisa disebabkan oleh efek konsumsi atau withdrawl obat atau alkohol. Pada beberapa kasus, hal ini juga bisa disebabkan oleh kondisi fisik, misalnya tumor, trauma kepala, atau disfungsi sistem saraf autonom.[11]

Gejala mengantuk yang disertai dengan katapleksi juga bisa ditemukan pada gangguan neurologis dan psikiatri lain, seperti penyakit Parkinson, depresi atipikal, epilepsi, dan gangguan pemusatan perhatian.[1]

Hipersomnia Lainnya

Pasien dengan hipersomnia umumnya mempunyai durasi tidur malam yang lebih panjang, lebih sulit dibangunkan di pagi hari, dan episode tidur siang yang tidak menyegarkan serta tanpa mimpi. Pada narkolepsi biasanya durasi tidur malam tidak terpengaruh, transisi dari tidur ke bangun yang cepat, dan episode tidur siang umumnya singkat, menyegarkan dan disertai mimpi.[6]

Deprivasi Tidur dan Kurang Tidur di Malam Hari

Hasil MSLT bisa positif bila pada saat dilakukan pemeriksaan, pasien sedang mengalami kekurangan tidur, misalnya pada pekerja shift atau pada pelajar. Namun tidak ditemukan gejala lain selain mudah tertidur di siang hari.[6]

Sleep apnea

Apnea menyebabkan tidur yang tidak nyaman di malam hari dan menimbulkan mengantuk di siang hari. Biasanya tidak ditemukan adanya katapleksi.[6,11]

Depresi Berat

Pada depresi juga bisa ditemukan gejala-gejala hipersomnia, namun tidak ada katapleksi dan umumnya hasil pemeriksaan MSLT pasien depresi adalah normal.[6]

Gangguan Konversi

Katapleksi dengan durasi lama atau dengan pemicu yang tidak biasa mungkin ditemukan pada pasien dengan gangguan konversi. Mereka juga mungkin mengeluhkan gangguan tidur dan mimpi, namun biasanya pemeriksaan MSLT tidak menunjukkan adanya SOREMP. Pada konversi, umumnya tidak ditemukan perubahan refleks ketika dilakukan pemeriksaan neurologis.[6]

Gangguan Pemusatan Perhatian

Pada anak dan remaja, mengantuk di siang hari bisa memicu timbulnya perilaku agresif hiperaktif dan inatensi sehingga menyerupai gangguan pemusatan perhatian.[6]

Kejang

Pada anak-anak, katapleksi pada narkolepsi bisa misdiagnosis sebagai manifestasi kejang karena setelahnya disertai dengan periode tidur. Namun kejang umumnya tidak mempunyai pemicu emosi dan kalaupun ada, sangat jarang sekali dipicu oleh tertawa. Pada kejang, umumnya katapleksi sering menyebabkan pasien terluka akibat jatuh.[6]

Chorea dan Gangguan Pergerakan

Katapleksi bisa misdiagnosis sebagai chorea pada anak-anak atau sebagai manifestasi PANDA (pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder associated with streptococcal infection) atau gangguan pergerakan lain. Namun umumnya gangguan-gangguan ini tidak menimbulkan mengantuk berlebihan di siang hari.[6]

Schizophrenia

Bila terdapat gejala halusinasi hypnagogic yang menonjol dan jelas, pasien bisa meyakini hal ini sebagai sesuatu yang nyata, sehingga menyerupai dengan halusinasi delusi pada schizophrenia.[6,11]

Sindrom Klein Levin

Sindrom Klein Levin juga mempunyai manifestasi sebagai hipersomnia, namun gangguan tidurnya bersifat episodik. Sementara keluhan mengantuk berlebihan pada narkolepsi bersifat lebih persisten. Periode hipersomnia pada sindrom Klein Levin bisa berlangsung selama beberapa hari sampai minggu dan disertai gangguan kognitif dan perilaku, termasuk hiperfagia dan hiperseksual.[4]

Referensi

1. Bassetti CLA, Adamantidis A, Burdakov D, Han F, Gay S, Kallweit U, et al. Narcolepsy — clinical spectrum, aetiopathophysiology, diagnosis and treatment. Nat Rev Neurol 2019;15:519–39.
2. WHO. International Classification of Disease 11 for Mortality and Morbidity Statistic. 2019. https://icd.who.int/browse11/l-m/en
3. Bhattarai J, Sumerall S. Current and Future Treatment Options for Narcolepsy: A Review. Sleep Sci. 2017;10(1):19-27. doi:10.5935/1984-0063.20170004
4. Golden EC, Lipford MC. Narcolepsy: Diagnosis and management. CCJM 2018;85:959–69.
6. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
9. Anderson D. Narcolepsy: A clinical review. Journal of the American Academy of Physician Assistants 2021;34:20–5.
10. Quaedackers L, Pillen S, Overeem S. Recognizing the Symptom Spectrum of Narcolepsy to Improve Timely Diagnosis: A Narrative Review. NSS 2021;Volume 13:1083–96.

Epidemiologi Narkolepsi
Penatalaksanaan Narkolepsi
Diskusi Terbaru
dr. Siti Wahida Aminina
Dibalas kemarin, 13:41
Sertifikat dr alomedika di tolak di plafom skp
Oleh: dr. Siti Wahida Aminina
2 Balasan
Izin bertanya, adakah sertifikat dokter dokter di tolak dr flatfom skp, kenapa ya? Apa salah masukkan data apa gimana?
dr. Eunike
Dibalas 22 jam yang lalu
Tinea di groin yang berulang - ALOPALOOZA Dermatologi
Oleh: dr. Eunike
2 Balasan
Alo Dok. Pasien perempuan 40 tahun dengan keluhan gatal dan rash di selangkangan berulang, apakah perlu salep antijamur kombinasi dengan steroids, ya, karena...
dr.Eurena Maulidya Putri P
Dibalas 22 jam yang lalu
Ikuti Webinar ber-SKP Kemkes - Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium - Selasa, 27 Mei 2025, Pukul 11.00 – 12.30 WIB
Oleh: dr.Eurena Maulidya Putri P
3 Balasan
ALO Dokter!Ikuti Webinar Alomedika ber-SKP Kemkes "Cegah Preeklamsia dengan Suplementasi Kalsium" untuk mempelajari seberapa efektif kalsium dalam mencegah...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.