Pasien Dewasa - Panduan E-Prescription Asma
Panduan e-prescription asma pada orang dewasa ini dapat digunakan oleh Dokter saat hendak meresepkan terapi medikamentosa secara online.
Asma adalah penyakit respirasi kronis yang ditandai dengan penurunan aliran udara ekspirasi dan gejala sesak napas, wheezing, dan rasa penuh di dada. Asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dengan pemberian obat controller dan reliever yang tepat, sesuai dengan derajat keparahan asma.[1]
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala asma adalah sesak napas, batuk, wheezing, dan rasa penuh di dada, yang umumnya memburuk saat malam hari atau saat bangun tidur. Gejala sering kali dipicu oleh olahraga, alergen, atau udara dingin. Gejala juga cenderung muncul atau memburuk saat pasien sedang mengalami infeksi viral.[1]
Pedoman GINA (Global Initiative for Asthma) tahun 2023 tidak lagi mengklasifikasikan asma sebagai asma intermiten dan persisten karena dinilai rancu. Asma diklasifikasikan sebagai:
- Asma ringan jika asma bisa dikontrol dengan kombinasi kortikosteroid inhalasi dan formoterol (ICS-formoterol) yang dipakai seperlunya saja, atau bisa dikontrol dengan penggunaan ICS dosis rendah secara teratur
- Asma parah jika asma tidak bisa dikontrol dengan kombinasi ICS dan long-acting beta agonist (ICS-LABA) dosis tinggi, atau jika ada keharusan untuk memakai ICS-LABA dosis tinggi untuk mencegah asma tidak terkontrol[1]
Peringatan
Dokter perlu merujuk pasien dengan asma parah untuk berkunjung langsung ke fasilitas kesehatan untuk evaluasi lebih lanjut.[1,2]
Pasien asma ringan maupun asma parah yang mengalami eksaserbasi akut juga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan. Eksaserbasi akut moderat hingga parah memerlukan oksigen, kortikosteroid sistemik, short-acting beta agonist (SABA), dan monitoring ketat. Pasien asma ringan tetap mempunyai risiko eksaserbasi akut yang parah.[1,2]
Pasien yang mengalami serangan pertama kali dan dicurigai sebagai penderita asma juga sebaiknya dirujuk untuk bertemu dokter secara langsung. Pemeriksaan lanjutan, misalnya dengan spirometri, umumnya diperlukan untuk menegakkan diagnosis.[1,2]
Kasus yang juga sebaiknya dirujuk adalah pasien asma okupasional dan pasien yang mempunyai risiko asthma-related death tinggi. Faktor risiko asthma-related death:
- Ada riwayat serangan asma yang hampir fatal dalam 1 tahun terakhir, misalnya yang membutuhkan rawat inap, intubasi, dan ventilasi mekanik
- Penggunaan ICS yang tidak teratur
- Penggunaan monoterapi SABA secara berlebihan
- Ada alergi makanan yang terkonfirmasi
- Ada pneumonia, diabetes, atau aritmia
- Ada gangguan psikiatri[1]
Medikamentosa
Berdasarkan pedoman GINA 2023, terapi medikamentosa untuk pasien asma diberikan dalam 5 steps. Step-up dan step-down dilakukan sesuai perkembangan kondisi pasien.
Step 1
Step 1 ditujukan untuk pasien dengan gejala yang terjadi <2 kali per minggu.[1]
Lini pertama adalah kombinasi budesonide-formoterol dry powder inhaler (DPI) dengan metered dose 200/6 µg dan delivered dose 160/4,5 µg. Gunakan 1 inhalasi ketika perlu, misalnya saat bergejala, saat hendak berolahraga, atau saat berisiko terpapar alergen. Kombinasi ini berlaku sebagai controller dan reliever.[1]
Lini kedua adalah ICS dosis rendah sebagai controller yang dipakai kapan pun ketika SABA perlu digunakan sebagai reliever. SABA tidak boleh digunakan sendirian. Contoh terapi lini kedua adalah budesonide 200 µg DPI yang dipakai ketika pasien memakai salbutamol pressurized metered dose inhaler (pMDI).[1,2]
Step 2
Step 2 ditujukan untuk pasien dengan gejala yang terjadi ≥2 kali per minggu tetapi <4–5 hari per minggu.[1]
Lini pertama adalah kombinasi budesonide-formoterol DPI dengan metered dose 200/6 µg dan delivered dose 160/4,5 µg. Gunakan 1 inhalasi ketika perlu, misalnya saat bergejala, saat hendak berolahraga, atau saat berisiko terkena alergen. Kombinasi ini berlaku sebagai controller dan reliever.[1]
Opsi lini kedua adalah ICS dosis rendah sebagai controller harian dan SABA sebagai reliever. SABA hanya digunakan jika perlu. Contoh terapi lini kedua adalah budesonide 200 µg DPI setiap hari dengan salbutamol pMDI jika perlu.[1,2]
Step 3
Step 3 ditujukan untuk pasien dengan gejala yang terjadi hampir setiap hari atau pasien yang terbangun dengan gejala asma ≥1 kali per minggu.[1]
Lini pertama adalah kombinasi budesonide-formoterol DPI dengan metered dose 200/6 µg dan delivered dose 160/4,5 µg. Gunakan 1 inhalasi 1–2 kali setiap hari sebagai controller, yang bisa ditambah dengan 1 inhalasi (ketika perlu) sebagai reliever.[1]
Opsi lini pertama lain adalah kombinasi beclomethasone dipropionate dan formoterol dalam pMDI dengan metered dose 100/6 µg dan delivered dose 84,5/5,0 µg. Gunakan 1 inhalasi 1–2 kali setiap hari sebagai controller, yang bisa ditambah dengan 1 inhalasi (ketika perlu) sebagai reliever.[1]
Lini kedua adalah kombinasi ICS-LABA dosis rendah sebagai controller, dengan SABA (misalnya salbutamol pMDI) sebagai reliever jika perlu. Contoh controller bisa berupa budesonide-formoterol atau beclomethasone-formoterol seperti yang disebut di atas. Opsi lain controller adalah kombinasi fluticasone-salmeterol DPI dengan dosis hingga 200 µg/hari untuk fluticasone propionate.[1,2]
Step 4
Step 4 ditujukan untuk pasien dengan gejala yang terjadi hampir setiap hari atau pasien yang terbangun dengan gejala asma ≥1 kali per minggu, dan memiliki fungsi paru yang rendah berdasarkan peak flow meter atau spirometri.[1]
Lini pertama adalah kombinasi budesonide-formoterol DPI dengan metered dose 200/6 µg dan delivered dose 160/4,5 µg. Gunakan 2 inhalasi 2 kali setiap hari sebagai controller, yang bisa ditambah dengan 1 inhalasi (ketika perlu) sebagai reliever.[1]
Opsi lini pertama lain adalah kombinasi beclomethasone dipropionate dan formoterol dalam pMDI dengan metered dose 100/6 µg dan delivered dose 84,5/5,0 µg. Gunakan 2 inhalasi 2 kali setiap hari sebagai controller, yang bisa ditambah dengan 1 inhalasi (ketika perlu) sebagai reliever.[1]
Lini kedua adalah kombinasi ICS-LABA dosis sedang-tinggi sebagai controller, dengan SABA (misalnya salbutamol pMDI) sebagai reliever jika perlu. Contoh controller bisa berupa budesonide-formoterol atau beclomethasone-formoterol seperti yang disebut di atas. Opsi lain controller adalah kombinasi fluticasone-salmeterol DPI dengan dosis fluticasone bisa >200 µg/hari.[1,2]
Step 5
Step 5 tidak dibahas dalam panduan e-prescription ini karena ditujukan untuk pasien dengan asma parah yang sebaiknya dirujuk untuk bertemu langsung dengan dokter.[1]
Nonmedikamentosa
Menurut pedoman GINA, setiap pasien asma harus mempunyai rencana manajemen asma tertulis (written plan), yang meliputi instruksi tentang penggunaan terapi inhalasi ketika kondisi baik dan terapi escalation ketika gejala memburuk.[1]
Edukasi tentang asma perlu diberikan agar pasien memahami pentingnya penggunaan obat sesuai petunjuk. Edukasi perlu mencakup teknik inhalasi yang benar, penggunaan alat spacer volumetrik, pengenalan gejala yang memburuk, dan penggunaan peak flow meter di rumah untuk mendeteksi fungsi paru yang memburuk.[1]
Terapi pada Kehamilan
Ibu hamil yang mengalami asma sebaiknya bertemu langsung dengan dokter setiap 4–6 minggu untuk evaluasi. Saat ini, manfaat penggunaan obat asma dinyatakan jauh lebih signifikan daripada risikonya, sehingga semua ibu hamil tetap dianjurkan untuk mendapatkan terapi berbasis ICS. Eksaserbasi akut asma saat hamil meningkatkan risiko persalinan preterm, berat badan lahir rendah, dan mortalitas perinatal.[1]