Diagnosis Infeksi Saluran Pernapasan Bawah (ISPB)
Sebagian besar diagnosis infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) adalah berdasarkan anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang seperti rontgen thoraks dapat digunakan untuk diagnosis definitif dan membedakan antara masing-masing penyakit ISPB.
Anamnesis
Dari anamnesis pasien ISPB akan didapatkan keluhan penyakit yang bersifat akut (gejala <21 hari) dengan gejala utama berupa batuk. Minimal ada 1 gejala penyerta seperti peningkatan produksi sputum, dyspnea, nyeri dada, atau mengi dan tidak ada penyakit lain yang dapat menyebabkan gejala serupa misalnya asthma atau sinusitis. [2]
Bronkiolitis
Dari anamnesis gejala bronkiolitis yang dapat dikeluhkan adalah anak sulit makan, rewel, demam yang tidak terlalu tinggi, batuk, pilek, dan mengi.[5]
Bronkitis Akut
Bronkitis akut memiliki gejala akut tanpa riwayat penyakit paru kronis. Gejala yang dominan adalah batuk, bisa produktif atau tidak, dan gejala lain dari ISPB tanpa kemungkinan adanya penyakit lain seperti asthma. [2] Sputum pada bronkitis akut dapat berwarna kuning, kehijauan, disertai bercak darah ataupun tidak. Keluhan lain yang dapat menyertai adalah malaise, nyeri dada, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam. [6]
Pneumonia Komuniti
Pada pneumonia komuniti gejala akut yang muncul adalah batuk, disertai keluhan demam lebih dari 4 hari atau dyspnea dan takipnea.[2] Pasien dengan pneumonia komuniti akibat bakteri dapat mengeluhkan produksi sputum yang purulen. [21]
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut dan Bronkiektasis
Eksaserbasi akut pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan bronkiektasis ditandai dengan munculnya keluhan dyspnea berat dan perburukan gejala lain yang membutuhkan penanganan medis. Pada pasien umumnya sudah didapatkan riwayat gangguan pernapasan yang kronis, sudah dalam pengobatan, tetapi gejala muncul karena pencetus misalnya ada infeksi saluran pernapasan atas. [2]
Pemeriksaan Fisik
Beberapa tanda yang dapat ditemukan saat pemeriksaan fisik adalah takipnea, takikardia, demam, retraksi dinding dada, dan hipoksia.
Bronkiolitis
Pada pemeriksaan fisik bronkiolitis yang dapat ditemukan adalah takipnea, takikardia, demam, retraksi dinding dada, dan hipoksia. Pada auskultasi paru dapat terdengar rales dan wheezing. Pemeriksaan fisik lain yang dapat ditemukan adalah tanda otitis media. Pada kondisi berat pasien bisa datang dengan kondisi sianosis ataupun apnea.[2,5]
Bronkitis Akut
Pemeriksaan fisik bronkitis akut dapat menunjukkan adanya rhinorrhea, retraksi dinding dada, wheezing, stridor inspirasi, dan sianosis perifer. Adanya tanda miringitis bulosa dapat meningkatkan kecurigaan Mycoplasma pneumoniae sebagai etiologi infeksi. [2,6]
Pneumonia Komuniti
Pada pemeriksaan fisik pneumonia komuniti dapat ditemukan takipnea, rales pada auskultasi paru, dan perubahan pada pemeriksaan fremitus taktil.
Takipnea pada anak <2 bulan adalah laju napas ≥60 kali/menit, pada usia <12 bulan adalah laju napas >50 kali/menit, sedangkan pada anak usia 12-59 bulan adalah laju napas ≥40 kali/menit.
Peningkatan fremitus taktil dapat meningkatkan kecurigaan adanya konsolidasi, sedangkan penurunan fremitus taktil dapat disebabkan adanya efusi atau empiema.[11]
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut
Pada pemeriksaan penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut akan didapatkan takipnea, takikardia, retraksi dinding dada, ekspirasi yang memanjang, perkusi dinding dada hipersonor, wheezing, dan penurunan suara paru saat auskultasi. Pada kasus berat dapat ditemukan sianosis dan peningkatan tekanan vena jugular.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda PPOK yang khas seperti barrel chest dan celah iga yang lebar.[7]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari ISPB adalah asthma, gagal jantung kongestif, dan emboli paru.
Asthma
Gejala asthma bersifat episodik dan umumnya didahului faktor pencetus tertentu. Gejala yang sering timbul adalah dyspnea dan wheezing. Pemeriksaan spirometri setelah pemberian bronkodilator akan menunjukkan perbaikan. Pemeriksaan laboratorium darah dan rontgen thoraks biasanya normal atau bisa didapatkan gambaran hiperinflasi ringan. [11,22]
Gagal Jantung Kongestif
Gejala gagal jantung kongestif dapat berupa dyspnea, takikardia, dan nyeri dada. Pasien dapat datang dengan demam juga sehingga sering menyerupai pneumonia. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat ditemukan bunyi crackles.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda gagal jantung lain seperti edema tungkai, peningkatan tekanan vena jugular, asites, kelainan auskultasi bunyi jantung. Pada pemeriksaan rontgen thoraks mungkin didapatkan gambaran kardiomegali, kongesti paru, atau efusi. [23]
Emboli Paru
Pasien emboli paru dapat hanya mengeluhkan batuk saja. Pada pemeriksaan pasien dapat ditemukan hemoptisis, riwayat imobilisasi 1 bulan terakhir, takikardia, tanda deep vein thrombosis, riwayat emboli paru sebelumnya, atau riwayat keganasan. [24]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis ISPB adalah pemeriksaan rontgen thoraks, laboratorium darah, dan pemeriksaan kultur.
Rontgen Thoraks
Pemeriksaan rontgen thoraks dapat membantu membedakan penyakit-penyakit penyebab ISPB. Proyeksi rontgen thoraks yang ideal adalah posteroanterior dan lateral.
Pada pneumonia dengan etiologi bakteri gambaran rontgen thoraks bisa berupa konsolidasi segmental atau lobar. Pneumonia yang disebabkan oleh Chlamydia pneumoniae memberikan gambaran rontgen bercak-bercak radioopak segmental di salah satu sisi paru. Gambaran rontgen pneumonia atipikal yang paling sering adalah infiltrat difus atau lokal pada lapang paru.[2]
Pada kasus bronkiolitis gambaran rontgen thoraks biasanya bervariasi, misalnya gambaran normal, hiperinflasi, infiltrat lobar, atau atelektasis dapat ditemukan.
Pada kasus eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronis dapat diperoleh gambaran hiperinflasi dengan infiltrat difus atau lokal.
Di Indonesia, karena angka kejadian tuberkulosis paru yang tinggi, perlu dicermati juga adanya tanda infeksi Mycobacterium tuberculosis. Pada tuberkulosis paru dapat ditemukan gambaran infiltrat nonkalsifikasi, kavitas, dan nodus kalsifikasi homogen. [5,7]
Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah yang dapat ditemukan pada kondisi pneumonia tipikal adalah peningkatan jumlah leukosit, peningkatan laju endap darah dan C-reactive protein. Pada pneumonia atipikal hasil pemeriksaan bisa normal atau sedikit meningkat. [2]
Pemeriksaan Kultur
Berdasarkan guidelines dari NICE (National Institute for Health and Care Excellence), pemeriksaan kultur sebaiknya tidak dilakukan secara rutin melainkan terbatas untuk pneumonia dengan gejala yang berat atau bila pengobatan empiris tidak memberikan perbaikan gejala klinis. Sensitivitas kultur sputum berkisar antara 29-94%. Hasil kultur sputum dapat memberikan hasil yang negatif pada pneumonia atipikal.
Selain kultur sputum dapat juga dilakukan pemeriksaan kultur terhadap cairan pleura atau darah. Beberapa faktor seperti pemberian antibiotik sebelum pengambilan sampel, jumlah cairan sampel yang tidak adekuat, autolisis, dan tidak adanya bakteremia dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan menjadi negatif palsu. [2,25]
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan penunjang lain seperti multiplex polymerase chain reaction (PCR), tes serologi seperti enzyme immunoassays, dan urinary antigen test, dapat dipertimbangkan untuk pasien-pasien yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik. Pemeriksaan multiplex PCR sendiri diunggulkan dalam pemeriksaan pada kasus pneumonia komuniti karena kemampuannya untuk mendeteksi patogen virus dan bakteri atipikal.
Untuk mendeteksi adanya tuberkulosis paru, dapat dilakukan pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) dan tes Mantoux.[2]