Patofisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Bawah (ISPB)
Patofisiologi infeksi saluran pernapasan bawah (ISPB) diawali dengan masuknya patogen melalui proses inhalasi, aspirasi, ataupun penyebaran secara hematogen. Patogen akan berinokulasi dan multiplikasi pada epitel saluran pernapasan kemudian menimbulkan reaksi inflamasi dan respon sistemik. Reaksi inflamasi pada saluran pernapasan tersebut akan menimbulkan gejala seperti batuk produktif, sesak, dan perubahan bunyi napas. Respon sistemik yang paling sering muncul adalah demam.[2,3]
Pneumonia
Patofisiologi pneumonia komuniti melibatkan kegagalan pada sistem pertahanan traktus respiratorius. Adanya disfungsi imun, terutama limfosit T dan B yang berfungsi mengenali antigen, meningkatkan predisposisi terhadap pneumonia. Disfungsi makrofag alveolar juga berpengaruh dalam hal ini, karena makrofag alveolar mampu memfagosit material partikulat yang beragam. [4]
Bronkitis dan Bronkiolitis
Pada kasus bronkitis dan bronkiolitis reaksi inflamasi akan menyebabkan hiperemis dan edema saluran pernapasan, mengganggu fungsi mukosilier, dan meningkatkan produksi sekret pada saluran pernapasan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul nekrosis epitel saluran pernapasan yang bisa terjadi dalam 24 jam pertama setelah infeksi. Derajat kerusakan tersebut tergantung dari patogen penyebabnya. Reaksi inflamasi saluran pernapasan tersebut lambat laun akan menyebabkan obstruksi, fenomena air trapping, ataupun atelektasis yang kemudian menimbulkan ventilation-perfusion mismatch. [5,6]
Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), eksaserbasi akut dapat terjadi akibat infeksi. Pada pasien PPOK, reaksi inflamasi terjadi lebih hebat dibandingkan dengan orang biasa. Reaksi inflamasi tersebut akan menimbulkan kerusakan pada jaringan paru dan saluran pernapasan itu sendiri.
Eksaserbasi akut PPOK ditandai dengan peningkatan reaksi inflamasi dan resistensi saluran pernapasan (bronkospasme, edema mukosa, dan peningkatan produksi sputum). Kondisi ini akan memperburuk aliran udara ekspirasi, yang sebelumnya memang sudah terbatas pada pasien PPOK, serta memicu timbulnya hiperinflasi dinamik yang akan memperparah kondisi air trapping, hipoksemia, dan pada kondisi tertentu dapat menyebabkan ruptur alveoli.[7,8]