Patofisiologi Pneumonia Komuniti
Patofisiologi pneumonia komuniti atau community-acquired pneumonia (CAP) terjadi karena respon imun host terhadap proliferasi mikroorganisme patogen pada tingkat alveoli. Mikroorganisme masuk ke saluran napas bagian bawah melalui beberapa cara, yaitu aspirasi dari orofaring, inhalasi droplet, penyebaran melalui pembuluh darah/hematogen, serta penyebaran dari pleura dan ruang mediastinum.[3,4]
Mekanisme Pertahanan Saluran Napas
Pada keadaan normal, saluran napas memiliki mekanisme pertahanan dari mikroorganisme dan benda asing. Mekanisme pertahanan normal ini ada untuk menyaring partikel besar dan mikroorganisme agar tidak mencapai saluran napas bawah.[4]
Mekanisme pertahanan ini meliputi bulu hidung dan konka, refleks muntah dan batuk untuk mencegah aspirasi, struktur trakeobronkial yang bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme, dan sistem bersihan mukosiliar. Gangguan mekanisme pertahanan ini dapat mencetuskan terjadinya pneumonia.[4,7]
Selain itu, pada saluran napas terdapat flora normal yang menghalangi pertumbuhan bakteri dengan menstimulasi sistem imun dan maturasi sel-sel epitel saluran napas. Adanya infeksi virus, bakteri, maupun penggunaan antibiotik yang tidak pada tempatnya dapat mengganggu flora normal ini dan meningkatkan pertumbuhan bakteri tertentu dan meningkatkan reaksi inflamasi.[4]
Reaksi Inflamasi pada Pneumonia
Reaksi inflamasi pada pneumonia terjadi karena kapasitas makrofag alveolar atau sel langerhans untuk fagositosis atau membunuh mikroorganisme terlampaui. Hal ini bisa karena perubahan flora normal, infeksi yang virulensinya kuat, maupun aspirasi bahan tertentu. Reaksi inflamasi kemudian diinisiasi makrofag dengan tujuan memperkuat proses pertahanan tubuh.[4]
Reaksi inflamasi host mensekresi mediator proinflamasi dan menyebabkan timbulnya gejala klinis pneumonia, yang dimulai dari pelepasan interleukin (IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF) yang memicu terjadinya demam.[4,7]
Selanjutnya, produksi kemokin seperti IL-8 dan granulocyte colony-stimulating factor (GSF) merangsang pelepasan neutrofil dan memanggil leukosit lebih banyak menuju jaringan paru, dengan klinis produksi sputum, dispnea, hipoksemia, leukositosis, dan infiltrat pada rontgen toraks. Pada stadium hepatisasi merah, eritrosit ekstravasasi dari kapiler alveoli dan menyebabkan klinis hemoptisis.[3,4,7]
Penulisan pertama oleh: dr. Gold SP Tampubolon