Efek Samping dan Interaksi Obat Haloperidol
Efek samping utama haloperidol adalah terjadinya gejala ekstrapiramidal. Interaksi obat haloperidol perlu diperhatikan bila digabungkan dengan obat-obatan yang menekan sistem saraf pusat, serta yang dapat mengganggu metabolisme haloperidol.
Efek Samping
Efek samping utama dari haloperidol adalah gejala ekstrapiramidal. Efek samping ini diperantarai oleh mekanisme kerja haloperidol sebagai antipsikotik generasi pertama, yang memiliki efek utama terhadap reseptor dopamin. Selain itu terdapat efek samping lain, misalnya efek antikolinergik, sedasi, disfungsi ereksi pada pria, dan gangguan menstruasi pada perempuan.
Gejala Ekstrapiramidal
Gejala ekstrapiramidal mencakup parkinsonisme, distonia, akathisia, serta tardive dyskinesia dan terjadi oleh karena blokade dopamin pada ganglia basal. Parkinsonisme dan akathisia dapat muncul beberapa hari hingga bulan setelah pemakaian haloperidol. Akathisia ditandai dengan restlessness. Distonia dapat terjadi dalam hitungan jam hingga hari setelah pemberian awal, gejala dapat berupa spasme dan kaku otot. Onset tardive dyskinesia dapat terjadi dalam beberapa tahun.
Obat-obatan antipsikotik atipikal, seperti risperidone dan aripiprazole, tidak memiliki efek samping ekstrapiramidal yang sekuat obat-obatan antipsikotik tipikal, sebab memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin yang lebih rendah. Gejala ekstrapiramidal dapat diatasi dengan penambahan obat-obatan antiparkinson, seperti levodopa.
Selain blokade pada reseptor dopamin, haloperidol juga dapat menyebabkan blokade pada reseptor lainnya sehingga dapat timbul efek samping lain yang lebih ringan, antara lain:
- Blokade pada reseptor histamin H-1 dapat menyebabkan sedasi, mengantuk, kenaikan berat badan dan hipotensi.
- Blokade pada reseptor alfa-1 dapat menyebabkan hipotensi postural, takikardia refleks, dan mengantuk.
- Blokade reseptor muskarinik dapat menyebabkan penglihatan kabur, mulut kering, takikardia sinus, konstipasi, retensi urin, serta gangguan ingatan[1]
Efek Samping Lain Berdasarkan Frekuensi
Selain gejala ekstrapiramidal, penggunaan haloperidol juga dapat menimbulkan berbagai efek samping lain. Berdasarkan frekuensi terjadinya, efek samping haloperidol terbagi atas:
Sering Terjadi:
Efek samping yang sering terjadi adalah efek antikolinergik, sedasi, kenaikan berat badan, oligomenorrhea dan amenorrhea. Haloperidol juga dikaitkan dengan gangguan seksual, seperti disfungsi ereksi, disfungsi libido pada laki-laki dan perempuan. Namun, secara umum banyak pasien skizofrenia yang juga mengalami gejala-gejala ini meskipun tidak mengonsumsi antispikotik.[23]
Tidak Sering:
Efek samping yang tidak sering adalah hipotensi ortostatik setelah injeksi intramuskular, takikardia, agitasi, ansietas, edema serebral, depresi, euforia, sakit kepala, insomnia, gelisah, anoreksia, konstipasi, dan ileus.
Jarang:
Efek samping yang lebih jarang terjadi adalah efek samping seperti perubahan elektrokardiografi (EKG) berupa pemanjangan interval QT, fotosensitivitas, pruritus, diare, dan galaktorea.
Sangat Jarang:
Sangat jarang terjadi adalah efek samping seperti kejang, ikterus kolestatik, dan priapismus.[4]
Interaksi Obat
Pemberian haloperidol perlu hati-hati terutama bila digabungkan dengan obat-obat yang dapat menekan sistem saraf pusat lainnya, dan obat-obat yang dapat mengganggu metabolismenya, seperti obat-obatan yang menginhibisi atau meningkatkan kerja enzim CYP3A4 dan CYP2D6.[2,3]
Kombinasi antara haloperidol dan litium dilaporkan menyebabkan sindrom ensefalopati, dengan gejala kelemahan tubuh, letargi, demam, tremor, gangguan kesadaran, sindrom ekstrapiramidal, leukositosis, serta peningkatan berbagai enzim di serum, BUN dan kadar gula darah puasa.[3,13]
Meskipun belum dipastikan hubungan kausal, tetapi pasien yang menerima kedua obat ini perlu dipantau ketat untuk mengenali dan menghentikan terapi jika muncul gejala-gejala toksisitas neurologis.[3]
Obat-obat antipsikotik termasuk haloperidol dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat yang berlebih, terutama apabila diberikan dengan obat-obatan anestesi, misalnya propofol, dan golongan opiat.[9]
Interaksi obat antara haloperidol dengan obat-obatan antiaritmia, seperti quinidine dan amiodarone, dapat menyebabkan pemanjangan interval QT jantung. Penggunaan haloperidol dengan antidepresan, seperti escitalopram dan sertraline, dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang berpotensi mengancam nyawa, meskipun jarang terjadi.[4]
Haloperidol sebaiknya tidak digunakan dengan obat-obatan yang dapat menginhibisi enzim sitokrom P450, terutama CYP3A4 dan CYP2D6. Apabila diberikan secara bersamaan, dapat menyebabkan efek haloperidol yang meningkat. Beberapa contoh obat-obatan tersebut antara lain:
- Inhibitor CYP3A4, seperti alprazolam, indinavir, itraconazole, ketoconazole
- Inhibitor CYP2D6, seperti bupropion, chlorpromazine, duloxetine
- Kombinasi inhibisi CYP3A4 dan CYP2D6, seperti fluoxetine dan ritonavir[17]
Haloperidol sebaiknya tidak diberikan dengan obat-obatan yang dapat menginduksi kerja enzim CYP3A4 karena dapat menurunkan kadarnya dalam darah. Contoh obat adalah carbamazepine, fenobarbital, phenytoin, dan rifampisin.[17]
Interaksi dengan Makanan dan Minuman
Interaksi obat antara haloperidol dengan alkohol dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat, serta gangguan dalam mengambil keputusan, berpikir, dan keterampilan psikomotor. Pasien perlu diinformasikan mengenai interaksi obat ini sehingga dapat membatasi konsumsi alkohol.[2,3]
Jika mengonsumsi alkohol saat menjalani terapi dengan haloperidol, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang membutuhkan kesadaran penuh dan koordinasi motorik, seperti mengemudikan kendaraan bermotor atau bekerja dengan mesin yang berbahaya.[3]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra