Kontraindikasi dan Peringatan Haloperidol
Haloperidol dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas obat, serta pasien yang memiliki kondisi sistem saraf pusat lain yang berat. Penggunaan haloperidol memerlukan perhatian khusus pada pasien demensia, karena dapat meningkatkan risiko kematian, dan pada pemberian intravena, karena dapat menyebabkan interval QT memanjang.
Kontraindikasi
Haloperidol dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap haloperidol. Selain itu, kontraindikasi pemberian haloperidol adalah pada kondisi depresi sistem saraf pusat berat, seperti koma, neuroleptic malignant syndrome (NMS), kejang yang tidak terkontrol, dan penyakit Parkinson.[4]
Haloperidol dikontraindikasikan dengan obat yang dapat memanjangkan interval QT, seperti obat-obatan antiaritmia, misalnya amiodarone dan quinidine, antidepresan, seperti citalopram dan escitalopram, dan beberapa antibiotik, seperti azithromycin dan levofloxacin. Pemanjangan QT dapat menyebabkan takikardia ventrikel.[2,4]
Kontraindikasi relatif dari haloperidol adalah pada pemakaian bersamaan dengan obat-obatan yang menyebabkan depresi sistem saraf pusat, misalnya golongan barbiturat, benzodiazepine, dan opiat. Jika terpaksa menggunakan, lakukan dengan sangat berhati-hati dan dalam pengawasan yang ketat.[5]
Peringatan
Peringatan pada penggunaan haloperidol dilakukan terhadap penggunaan pada psikosis terkait demensia yang dapat meningkatkan mortalitas. Selain itu, peringatan juga diberikan terhadap gangguan kardiovaskular yang bisa timbul karena pemberian haloperidol.
Pemakaian Haloperidol pada Psikosis terkait Demensia
Terdapat peringatan black box dari Food and Drug Administration (FDA) mengenai penggunaan haloperidol pada psikosis yang berhubungan dengan demensia, karena dapat meningkatkan risiko kematian. Semua antipsikotik, termasuk haloperidol, tidak disetujui untuk pengobatan psikosis terkait demensia.[4,9,17]
Studi menunjukkan, pemberian antipsikotik atipikal pada pasien geriatri meningkatkan risiko mortalitas 1,6–1,7 kali dibanding pasien yang menerima plasebo. Penyebab kematian tersering berhubungan dengan gangguan kardiovaskular, misalnya gagal jantung, henti jantung mendadak, atau karena infeksi, seperti pneumonia.[4,9,17]
Gangguan Kardiovaskular akibat Haloperidol
Kematian seketika, torsades de pointes, dan perpanjangan interval QT dapat terjadi dengan pemberian haloperidol secara intravena. Oleh karena itu, EKG perlu dimonitor apabila obat diberikan secara intravena.[4,9,17]
Overdosis
Pada overdosis haloperidol, manifestasi klinis berupa efek farmakologis yang berlebih dan munculnya berbagai efek samping. Gejala yang paling menonjol, antara lain reaksi ekstrapiramidal berat, hipotensi, dan sedasi. Reaksi ekstrapiramidal ditandai dengan kekakuan otot dan tremor, baik lokal maupun generalisata.[5,18]
Pada kasus overdosis ekstrim, dapat terjadi penurunan kesadaran, hingga koma, disertai depresi pernapasan dan hipotensi yang bisa menyebabkan syok. Risiko aritmia ventrikel juga perlu dipertimbangkan.[18]
Penghentian dan Penggantian
Jika pasien yang menerima haloperidol oral tidak dapat mentoleransi efek samping obat dengan baik, dapat dilakukan pergantian antipsikotik, tetapi jangan dihentikan.[19–23]
Pergantian dapat dilakukan dengan tetap mengonsumsi antipsikotik lama dalam dosis awal, lalu mulai mengonsumsi antipsikotik kedua, dengan dosis yang dinaikkan bertahap. Ketika antipsikotik kedua telah mencapai dosis terapeutik, turunkan dosis antipsikotik lama perlahan, lalu dapat dihentikan setelah 1–2 minggu .[23,24]
Jika pasien menggunakan antipsikotik injeksi long-acting dan ingin menghentikan terapi, tidak perlu melakukan penurunan dosis bertahap. Pada umumnya, injeksi dapat dihentikan secara langsung.[19–23]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra