Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis hepatitis B perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan gejala hepatitis viral seperti ikterus, urine berwarna gelap, mual, dan nyeri abdomen. Diagnosis hepatitis B kemudian harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi, yaitu hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis B surface antibody (anti-HBs), dan total hepatitis B core antibody (anti-HBc).[1,4]
Anamnesis
Gejala hepatitis B akut umumnya muncul dalam 60-150 hari setelah paparan virus hepatitis B (HBV). Gejala biasanya berlangsung selama beberapa minggu saja, namun pada beberapa kasus menetap hingga berbulan-bulan. Hepatitis B akut memiliki derajat manifestasi yang bervariasi, mulai dari asimtomatik, bergejala ringan, hingga hepatitis fulminan. Manifestasi klinis umumnya lebih berat pada individu berusia di atas 60 tahun.
Apabila timbul gejala, keluhan yang muncul di awal biasanya berupa sindroma serum sickness-like, yaitu demam, ruam kulit, arthralgia, dan arthritis. Sindroma ini umumnya membaik ketika ikterus muncul. Keluhan umum pada kasus hepatitis viral adalah ikterus, urine berwarna gelap, kelelahan, mual, muntah, dan nyeri perut.[1,4]
Selain menanyakan mengenai keluhan, dokter juga perlu mengidentifikasi faktor risiko pasien. Individu yang lebih rentan mengalami infeksi hepatitis B adalah bayi yang lahir dari orang dengan infeksi HBV, pasangan seks orang dengan infeksi HBV, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), dan pengguna narkoba suntik. Selain itu, populasi yang juga rentan terinfeksi HBV adalah pekerja kesehatan dan keselamatan publik yang berisiko terpapar darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi (misalnya petugas laboratorium), serta pasien yang menjalani hemodialisis.[1,3,4]
Hepatitis Fulminan
Hepatitis fulminan cukup jarang terjadi dan ditandai dengan gejala hepatitis akut yang memberat dengan cepat. Hepatitis fulminan dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan kejang akibat ensefalopati dan edema serebri, serta dapat menyebabkan manifestasi perdarahan akibat koagulopati.[5,13]
Hepatitis B Kronik
Kebanyakan individu dengan infeksi hepatitis B kronik tidak bergejala dan tidak menunjukkan adanya cedera hepar. Pada pasien yang mengalami infeksi kronik, risiko pasien mengalami sirosis dan neoplasma hepar akan meningkat.
Risiko infeksi berkembang menjadi kronik berbanding terbalik dengan usia paparan. Sekitar 90% bayi dan 30% anak <5 tahun yang terpapar hepatitis B mengalami perkembangan menjadi infeksi kronik. Pada dewasa, risiko perkembangan menjadi infeksi kronik adalah 2-6%.[12]
Pasien dengan hepatitis kronik yang sudah mengalami kerusakan hepar berat dapat menunjukkan gejala seperti ikterus, asites, edema tungkai, dan pelebaran pembuluh darah di permukaan kulit perut. Pasien juga bisa mengeluhkan gejala seperti pada infeksi akut, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan mual.[5,13]
Pemeriksaan Fisik
Seperti telah disebutkan di atas, infeksi hepatitis B akut bisa tidak menunjukkan tanda dan gejala klinis apapun. Pada pasien yang bergejala, bisa ditemukan ikterus, ruam kulit, nyeri tekan abdomen, dan hepatomegali. Ruam kulit dapat berupa lesi eritematosa, makular, makulopapular, nodular, ataupun petekie.
Pada hepatitis B kronik, kebanyakan pasien juga tidak mengalami tanda klinis apapun. Pada kondisi dimana sudah terjadi sirosis atau karsinoma hepatoseluler, dapat ditemukan adanya asites, hepatomegali, splenomegali, eritema palmar, kontraktur Dupuytren, spider nevi, ginekomastia, caput medusa, dan ensefalopati hepatikum.
Pada pemeriksaan ekstrahepatik, dapat ditemukan poliarteritis nodosa dan kelainan glomerulus seperti nefropati membranosa dan glomerulonefritis membranoproliferatif.[1,15]
Diagnosis Banding
Gejala hepatitis B sangat mirip dengan hepatitis viral lainnya, termasuk hepatitis A dan hepatitis C. Diagnosis banding lain yang perlu dipikirkan adalah hemokromatosis dan penyakit Wilson.
Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A (HAV) yang ditransmisikan secara fekal-oral. Hepatitis A dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa. Cara membedakan hepatitis A dari jenis hepatitis virus lain adalah melalui pemeriksaan serologi.[12]
Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang ditularkan melalui darah. Sama dengan hepatitis B, infeksi HCV umumnya asimptomatik dan baru terdeteksi setelah terjadi kerusakan hepar yang signifikan. Untuk membedakan hepatitis C dari hepatitis viral lain, dapat dilakukan pemeriksaan serologi.[12]
Hemokromatosis
Hemokromatosis atau penyakit kelebihan zat besi mempunyai gejala seperti nyeri perut dan nilai transaminase hepar yang abnormal. Pada pemeriksaan fisik hemokromatosis dapat ditemukan diskolorasi kulit menyeluruh (bronze diabetes) dan gangguan pada toleransi glukosa. Pemeriksaan serologi dapat membedakan dengan hepatitis B.[1]
Penyakit Wilson
Penyakit Wilson adalah penyakit akibat akumulasi berlebih dari unsur logam tembaga. Penyakit ini ditandai dengan adanya gangguan psikiatrik akibat penumpukan tembaga di ganglia basalis, serta tanda patognomonik berupa cincin Kayser-Fleischer. Pemeriksaan penunjang yang menunjukkan penyakit Wilson adalah nilai seruloplasmin serum rendah dan peningkatan tembaga urine.[1]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis hepatitis B adalah pemeriksaan serologi virus hepatitis B. Pemeriksaan penunjang lain yang juga penting untuk menentukan derajat kerusakan hati dan pemantauan karsinoma hepatoseluler adalah parameter laboratorium fungsi hati.[3,13]
Serologi Virus
Diagnosis hepatitis B akut atau kronis memerlukan pengujian serologis. Karena HBsAg dapat positif pada infeksi akut dan kronis, keberadaan antibodi IgM terhadap antigen core hepatitis B (IgM anti-HBc) merupakan penanda diagnostik untuk infeksi akut atau yang baru saja didapat. Antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) diproduksi setelah infeksi teratasi dan juga merupakan penanda antibodi setelah vaksinasi. Adanya hasil HBsAg dan anti-HBc positif, disertai dengan hasil negatif untuk IgM anti-HBc, menunjukkan infeksi kronik. Sementara itu, adanya total anti-HBc yang positif saja dapat menunjukkan infeksi akut, sembuh, kronik, atau hasil positif palsu.[12]
Tabel 1. Interpretasi Hasil Uji Serologi Virus Hepatitis B
Penanda Serologi | Interpretasi | |||
HBsAg | Total anti-HBc | IgM anti-HBc | Anti-HBs | |
- | - | - | - | Tidak pernah terinfeksi |
+ | - | - | - | Infeksi akun dini; transien (≤ 18 hari) setelah vaksinasi |
+ | + | + | - | Infeksi akut |
- | + | + | - | Infeksi akut yang menyembuh |
- | + | - | + | Sembuh dari infeksi dahulu dan imun |
+ | + | - | - | Infeksi kronik |
- | + | - | - | Infeksi dahulu; infeksi kronik kadar rendah; transfer pasif ke infant dengan ibu HBsAg positif; positif palsu |
- | - | - | + | Imun jika konsentrasi > 10 mIU/ml setelah vaksinasi, transfer pasif setelah HBIG |
Sumber: dr. Bedry Qintha, Alomedika, 2022.[12]
Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati biasa dilakukan pada pasien hepatitis B yang mencakup SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase), SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase), fosfatase alkali (ALP), gamma-glutamyl transpeptidase (GGT), bilirubin serum direk maupun indirek, albumin, dan international normalized ratio (INR). Pemeriksaan fungsi hati serial penting dilakukan untuk menentukan respon terapi dan memantau kerusakan hati.[3,5]
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap, perlu diperhatikan kadar trombosit untuk mengevaluasi adanya koagulopati akibat hepatitis B. Jika terjadi koagulopati, maka kadar trombosit akan ditemukan menurun.[3]
Pemeriksaan HBV DNA
Pemeriksaan HBV DNA direkomendasikan pada kondisi di mana infeksi HBV tersembunyi dicurigai, misal jika hasil serologi hepatitis menunjukkan anti-HBc positif sedangkan anti-HBs dan HBsAg negatif.
Kuantifikasi HBV DNA serum dilakukan untuk mengevaluasi pasien hepatitis B kronik, yaitu tingkat replikasi dari virus. Hasil positif mengindikasikan kemungkinan hepatitis aktif atau infeksius, karena virus sedang aktif bereplikasi.[3,5]
Genotipe HBV
Pemeriksaan genotipe HBV berperan penting untuk menentukan progresi penyakit HBV dan respons terhadap terapi interferon. Sejauh ini, terdapat 10 genotipe HBV yang diberi inisial A hingga J. Sebagai contoh, genotipe A cenderung lebih mudah serokonversi melalui terapi interferon dibandingkan genotipe B, C, dan D. Selain itu, insidensi kanker hati lebih tinggi pada pasien HBV dengan genotipe C atau F dibandingkan dengan genotipe lainnya.[5]
Biopsi Hepar
Biopsi hepar dilakukan untuk mengetahui tingkat keparahan kerusakan hepar, terutama pada penderita hepatitis B kronik. Hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat fibrosis dan inflamasi jaringan hepar. Jika biopsi pada spesimen menunjukkan inflamasi sedang hingga berat (A2 atau A3), direkomendasikan untuk memulai terapi.[3,5]
Pemeriksaan Non Invasif Alternatif
Elastografi merupakan metode pemeriksaan non invasif yang bermanfaat untuk memandu surveilans dan keputusan terapi. Elastografi dapat dilakukan untuk memeriksa fibrosis. Alternatif lainnya adalah FIB-4 atau Fibrotest. Jika hasil pemeriksaan non invasif ini menunjukkan fibrosis yang signifikan (derajat F2 atau lebih), direkomendasikan untuk memulai terapi.[5]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita