Patofisiologi Hepatitis B
Patofisiologi hepatitis B melibatkan paparan virus hepatitis B (HBV) melalui darah atau cairan tubuh. Saat terpapar, tubuh akan merespon dengan mengirimkan sel T sitotoksik dan sel natural killer (NK) untuk melepaskan sitokin inflamasi. Semakin besar respons imun, semakin besar peluang melawan virus.[2,5]
Transmisi Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) ditularkan melalui inokulasi perkutan atau melalui paparan mukosa dari cairan tubuh yang infeksius. Pada kondisi yang sangat jarang, transmisi orofekal dapat terjadi.
Masa inkubasi infeksi HBV antara 30 hingga 180 hari. Sebagian besar penderita yang imunokompeten dapat mengalami penyembuhan total. Namun, sebagian kecil lainnya dapat berlanjut menjadi kronik, yaitu jika HBsAg tetap muncul hingga lebih dari 6 bulan. HBsAg ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh. Hepatitis B dapat menular pada individu kontak erat dengan pasien HBsAg positif.[1]
Respon Imun Akibat Infeksi Virus Hepatitis B
Patogenesis penyakit liver pada infeksi HBV dimediasi oleh imun. Virus hepatitis B tidak secara langsung menimbulkan kerusakan pada sel hepar, melainkan diperantarai oleh respon imun inang terhadap hepatosit yang ditunggangi virus. Selanjutnya, infeksi kronik dapat berlanjut menjadi sirosis atau kanker hepar akibat proses inflamasi jangka panjang dan klirens virus yang kurang efektif. HBsAg dan protein nukleokapsid lainnya yang terdapat pada membran sel menyebabkan lisis seluler yang diinduksi oleh sel T pada sel yang terinfeksi HBV.[1,3,5]
Siklus Hidup Virus
Siklus hidup HBV terdiri dari 3 tahap. Siklus hidup ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu usia, jenis kelamin, kondisi imun, dan koinfeksi dengan virus lain.[3]
Tahap 1: Imunotolerans (Immune Tolerance)
Tahap ini merupakan periode inkubasi. Tahap ini berlangsung selama 2-4 minggu pada orang dewasa sehat. Pada bayi baru lahir, durasi periode ini bisa berlangsung selama beberapa dekade. Pada tahap ini, replikasi virus aktif terus terjadi meskipun tidak tampak adanya peningkatan nilai aminotransferase dan tanpa gejala yang muncul.[3]
Tahap 2: Imun Aktif (Immune Active / Immune Clearance)
Pada tahap ini, terjadi reaksi inflamasi dengan efek sitopatik. HBeAg mulai dapat teridentifikasi pada serum, sedangkan nilai DNA HBV menurun pada individu yang mengalami klirens virus. Tahap ini berdurasi selama 3-4 minggu yang dikenal juga dengan periode simptomatik. Pada pasien dengan infeksi kronik, tahap ini bisa berlangsung selama 10 tahun atau lebih.[3]
Tahap 3: Infeksi Kronik Inaktif
Pada tahap ini, inang mulai dapat mengidentifikasi hepatosit yang terinfeksi. Replikasi virus rendah atau tidak lagi terdeteksi dalam serum. Nilai aminotransferase dalam batas normal. Pada tahap ini, kemungkinan terjadi integrasi dari genome virus ke dalam genome hepatosit inang. HBsAg masih terdeteksi di serum.[3]
Tahap 4: Penyakit Kronik
Pada tahap ini, muncul penyakit HBeAg negatif. Kondisi ini bisa berlanjut dari tahap 3 maupun tahap 2. Sebuah studi mengungkapkan bahwa penderita hepatitis B kronik mengalami kematian 22 tahun lebih cepat dibanding mereka yang bukan penderita hepatitis B.[3]
Tahap 5: Pemulihan
Pada tahap terakhir, virus tidak dapat terdeteksi dalam darah melalui pemeriksaan DNA atau HBsAg. Antibodi terhadap antigen virus ini mulai terbentuk.[3]
Penulisan pertama oleh: dr. Sunita