Edukasi dan Promosi Kesehatan Hepatitis C
Edukasi dan promosi kesehatan hepatitis C ditekankan pada pencegahan, misalnya penanganan pengguna narkoba suntik, pencegahan terpapar alat infeksius pada petugas medis, dan skrining berkala pada populasi berisiko. Edukasi juga dilakukan untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien yang terinfeksi hepatitis C.[5]
Edukasi Pasien
Edukasi dan konsultasi sebelum pemberian terapi antivirus diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien selama mendapatkan terapi antivirus. Pasien perlu diedukasi mengenai jadwal pengobatan dan efek samping yang mungkin muncul selama terapi. Jika muncul efek samping, pasien disarankan untuk kontrol ke dokter.
Pasien juga perlu diedukasi untuk mencegah transmisi hepatitis C ke orang lain. Contoh tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah tidak berbagi peralatan pribadi (sikat gigi, pisau cukur), menutup luka terbuka, menggunakan proteksi saat berhubungan seksual, dan tidak mendonorkan darah jika sudah terdiagnosis hepatitis C. Sampaikan bahwa hepatitis C tidak ditransmisikan melalui air susu ibu (ASI), makanan, air, berpelukan, berciuman, maupun kontak dengan benda-benda yang digunakan penderita hepatitis C.
Sampaikan pada pasien pentingnya menjalani regimen pengobatan sampai selesai untuk mencegah relaps. Selain itu, lakukan juga edukasi untuk mengoreksi kofaktor agar memperlambat progresivitas penyakit. Hal ni dilakukan dengan kontrol berat badan sebelum pemberian terapi, disarankan untuk menghentikan konsumsi alkohol, dan pada pasien yang mengalami sindrom metabolik sebaiknya menjaga gula darah, tekanan darah, dan profil lipid.[5,6]
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Promosi kesehatan dilakukan dengan edukasi masyarakat mengenai hepatitis C sehingga masyarakat dapat mengetahui dengan baik tentang hepatitis C, cara penularan dan pencegahannya. Lakukan pencegahan dengan mengedukasi masyarakat untuk menghindari perilaku berisiko yang berpotensi menularkan hepatitis C, misalnya penggunaan jarum suntik bersama. Selain itu, lakukan penyuluhan agar masyarakat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila terinfeksi atau berisiko, serta mencegah terjadinya stigma atau diskriminasi terhadap penderita hepatitis C.
Perlindungan khusus dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan pada populasi kunci. Contoh populasi berisiko adalah petugas kesehatan, pelajar bidang medis, pengguna narkoba suntik, warga binaan pemasyarakatan, pasien yang menjalani hemodialisis, pekerja seks, dan lelaki seks dengan lelaki (LSL). Upaya yang dilakukan misalnya menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril, penggunaan alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan atau masyarakat yang melakukan aktivitas berisiko, serta penggunaan kondom pada kelompok berisiko.
Skrining Hepatitis C
Pemeriksaan skrining dilakukan dengan pemeriksaan antibodi anti-HCV. Jika positif, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan HCV RNA. Jika hasil negatif namun ada riwayat terpapar HCV dalam 6 bulan terakhir, maka pemeriksaan diulang ≥6 bulan setelah paparan.
Pada pasien dengan hasil antibodi anti-HCV positif tetapi HCV RNA negatif, artinya tidak ada infeksi aktif tetapi reinfeksi tetap dapat terjadi. Pada individu dengan risiko reinfeksi HCV, pemeriksaan HCV RNA lebih direkomendasikan. Pemeriksaan lanjutan HCV RNA juga perlu dipertimbangkan pada pasien imunokompromais.[5,6]
- Pemeriksaan skrining berbasis usia: Individu usia ≥18 tahun sebaiknya menjalani skrining hepatitis C minimal sekali semasa hidup, kecuali pada daerah dengan prevalensi hepatitis C <0,1%[2,6]
- Pemeriksaan skrining berbasis status kehamilan: Pemeriksaan skrining hepatitis C prenatal direkomendasikan untuk setiap kehamilan pada wanita hamil, kecuali pada daerah dengan prevalensi hepatitis C <0,1%
- Pemeriksaan skrining berbasis risiko: Untuk usia <18 tahun yang memiliki faktor risiko, direkomendasikan pemeriksaan skrining hepatitis C sekali semasa hidup. Untuk individu yang masih atau terus terpapar faktor risiko (misalnya pengguna narkoba suntik dan petugas kesehatan), direkomendasikan pemeriksaan skrining secara periodik[2,6]
Vaksinasi
Hingga saat ini belum ada vaksin maupun obat profilaksis pra dan pasca pajanan untuk penyakit hepatitis C.[1,2,4]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha