Patofisiologi Hepatitis C
Patofisiologi hepatitis C diawali dengan masuknya virus hepatitis C (HCV) ke dalam hepatosit secara endositosis. Virus hepatitis C menyebabkan nekrosis sel melalui beberapa mekanisme, termasuk sitolisis yang dimediasi imun, steatosis hati, stres oksidatif dan resistensi insulin.
Endositosis Virus Hepatitis C
Virus hepatitis C (HCV) masuk ke dalam hepatosit secara endositosis. Bersamaan dengan internalisasi dalam sitoplasma, RNA untai positif akan uncoated dan ditranslasikan ke dalam 10 peptida matur, kemudian terjadi pembelahan oleh protease host dan protease yang mengkode virus (NS3/4A serine proteases).
Peptida matur tersebut menuju ke retikulum endoplasma, membentuk kompleks replikasi yang mengandung enzim penting, yaitu the NS5B RNA dependent RNA polymerase. Enzim ini mengkatalisis untai positif RNA menjadi negative-strand intermediate, yang berperan sebagai model untuk sintesis untai positif yang baru. Selanjutnya terjadi proses pengemasan dengan glikoprotein amplop dan inti menjadi virion-virion matur, yang kemudian keluar dari sel secara eksositosis. HCV tidak dapat terintegrasi ke dalam genom host.[3,4]
Progresi Infeksi Hepatitis C
HCV dapat dideteksi di dalam plasma 1-4 minggu setelah paparan, dengan puncak viremia terjadi pada 8-12 minggu pertama infeksi, dan turun (plateau) sampai kadar tidak terdeteksi (viral clearance). Viral clearance berhubungan dengan pembentukan respon spesifik virus yang kuat oleh sel T helper dan limfosit T sitotoksik. Meski begitu, mayoritas kasus (50-85%) tidak mencapai viral clearance (virus tetap ada), sehingga terjadi infeksi persisten.
Infeksi persisten ini terjadi akibat respon sel T CD4+ dan CD8+ yang lemah sehingga gagal mengontrol replikasi virus. Pada infeksi persisten, HCV tidak bersifat sitopatik. Fibrogenesis lebih dipicu oleh respon inflamasi lokal. Progresi perburukan ke arah fibrosis dan sirosis dapat terjadi.
Akselerasi progresi perburukan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal seperti konsumsi alkohol, koinfeksi HIV atau hepatitis B, infeksi genotipe 3, resistensi insulin, obesitas, dan non-alcoholic fatty liver. Derajat keparahan fibrosis hati berkorelasi erat dengan peningkatan risiko hepatocellular carcinoma (HCC) dengan memfasilitasi penyimpangan genetik dan mendorong klon neoplastik.[2,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Gisheila Ruth Anggitha