Diagnosis Kehamilan Ektopik
Diagnosis kehamilan ektopik umumnya diawali dengan wanita yang datang dengan keluhan nyeri perut, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam. Setelah itu, diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan kadar human chorionic gonadotropin (hCG), dan ultrasound transvaginal. Namun, apabila pencitraan radiologi gagal untuk mengonfirmasi kehamilan ektopik, visualisasi langsung dari massa yang mencurigakan dapat dilakukan melalui laparoskopi diagnostik.[1,2]
Anamnesis
Kehamilan ektopik bisa memiliki gejala bervariasi. Tanda dan gejala yang umum adalah nyeri perut atau pelvis, amenorrhea atau haid yang terlambat, dan adanya perdarahan pervaginam dengan atau tanpa gumpalan darah.
Selain itu, gejala lain dapat berupa nyeri payudara, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah, pusing, lemas, dan sinkop. Terkadang, pasien juga mengalami gejala infeksi saluran kemih, keluarnya jaringan pervaginam, dan nyeri saat defekasi atau rasa seperti ada tekanan pada rektum.
Pada semua wanita usia reproduktif, dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan kehamilan dan perlu menawarkan pemeriksaan kehamilan meskipun gejalanya tidak spesifik. Dokter harus mengidentifikasi faktor risiko kehamilan ektopik, seperti riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, kerusakan tuba falopi yang diketahui (riwayat penyakit radang panggul, operasi tuba, dan obstruksi), serta kehamilan yang memakai assisted reproductive technology.[2,9]
Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama, dokter perlu memeriksa tanda vital. Jika ada takikardi dan hipotensi, pasien berada dalam keadaan pra-syok. Pada umumnya, dokter dapat menemukan tenderness pada pelvis, adneksa, dan abdomen. Selain itu, temuan bermakna lain bisa berupa nyeri goyang serviks, nyeri lepas/tanda peritoneal, distensi abdomen, dan pembesaran uterus. Pemeriksaan pelvis bimanual juga memungkinkan palpasi adneksa bilateral untuk menilai adanya struktur abnormal atau nyeri tekan adneksa.[1,2]
Diagnosis Banding
Hanya sebanyak 50% pasien dengan kehamilan ektopik memiliki gejala klasik nyeri abdomen, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam yang jelas. Sebagian pasien dapat memiliki gambaran klinis yang tidak spesifik (menyerupai penyakit lain), seperti:
- Appendicitis
- Salpingitis
- Ruptur kista atau folikel ovarium
- Abortus
- Torsio ovarium
- Infeksi saluran kemih
- Mola hidatidosa
- Tumor ovarium
- Endometrioma[1]
Pemeriksaan Penunjang
Ketersediaan berbagai modalitas biokimia, ultrasonografi, dan bedah dapat membantu dokter menetapkan diagnosis kehamilan ektopik dan menyingkirkan diagnosis banding.
Kadar Beta-Human Chorionic Gonadotropin (β-hCG)
Kadar β-hCG serum berkorelasi dengan ukuran dan usia kehamilan pada pertumbuhan embrio normal. Pada kehamilan normal, kadar β-hCG berlipat ganda setiap 48–72 jam hingga mencapai 10.000–20.000 mIU/mL. Pada kehamilan ektopik, kadar β-hCG biasanya meningkat lebih sedikit.
Zona diskriminatif β-hCG adalah tingkat di mana kehamilan intrauterin normal dapat divisualisasikan. Setelah mencapai tingkat 700–1000 mIU/mL, kantung kehamilan harus terlihat di dalam rahim pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Setelah mencapai 6000 mIU/mL, kantung kehamilan harus dapat divisualisasikan dalam rahim pada USG abdomen.[1,4,9]
Tidak adanya kehamilan intrauterin saat kadar β-hCG berada di atas zona diskriminatif bisa menandakan kehamilan ektopik atau abortus baru-baru ini. Meskipun titer β-hCG serial dapat digunakan untuk membedakan antara kehamilan normal dan abnormal, tes ini tidak dapat menunjukkan lokasi kehamilan. Oleh karena itu, diperlukan modalitas diagnostik tambahan, termasuk ultrasonografi.
Kekurangan lain dari pemeriksaan β-hCG adalah pada kehamilan multipel (seperti pada kehamilan yang dihasilkan dari reproduksi terbantu), kadar β-hCG bisa berada di atas zona diskriminatif sebelum bukti ultrasonografi kehamilan terlihat.[1,4]
Kadar Serum Progesteron
Serum progesteron telah dikembangkan sebagai penanda untuk kehamilan non-viable, termasuk kehamilan ektopik. Hal ini dikarenakan kadar progesteron telah terbukti lebih rendah pada kehamilan ektopik dan kehamilan non-viable.
Beberapa penelitian menunjukkan batas progesteron 10 ng/mL untuk identifikasi kehamilan ektopik spontan yang paling akurat. Dalam sebuah meta analisis terhadap pasien dengan usia kehamilan <14 minggu dan nyeri perut dan/atau perdarahan, kadar progesteron serum yang <10 ng/mL dapat memprediksi kehamilan non-viable dengan sensitivitas 66,5% dan spesifisitas 96,3%.[10]
Serum Marker Lain
Beberapa penelitian telah menemukan serum marker alternatif untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, dengan fokus pada protein yang diasosiasikan dengan plasenta, endometrium, korpus luteum, angiogenesis, dan inflamasi. Korpus luteum memproduksi protein inhibin A. Plasenta memproduksi activin A, pregnancy-associated plasma protein-A (PAPP-A), A disintegrin, dan metalloprotease-12 (ADAM-12).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) yang diproduksi oleh berbagai sel juga merupakan faktor krusial untuk angiogenesis. Namun, serum marker ini belum dapat digunakan secara luas dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat menggantikan β-hCG sebagai pembeda kehamilan intrauterin atau ekstrauterin.[4,11]
Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan alat terpenting untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Visualisasi kantung gestasional intrauterin, dengan atau tanpa aktivitas jantung janin, sudah cukup untuk mengeksklusi kehamilan ektopik.
Namun, pada pasien yang menjalani stimulasi ovarium dan assisted reproductive technology, skrining adneksa dengan USG adalah wajib bahkan ketika kehamilan intrauterin telah divisualisasikan. Hal ini dikarenakan pasien seperti ini memiliki risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan heterotopik.
USG juga dapat mendemonstrasikan cairan bebas di cul-de-sac. Namun, meskipun cairan bebas dapat mewakili hemoperitoneum, hal ini tidak spesifik untuk kehamilan ektopik yang terganggu. Cairan bebas di gambar ultrasonografi dapat mewakili cairan peritoneal fisiologis atau darah dari menstruasi retrograde dan kehamilan ektopik yang tidak pecah.
USG transvaginal dapat memvisualisasikan kehamilan intrauterin pada 24 hari pasca ovulasi atau 38 hari setelah periode menstruasi terakhir (1 minggu lebih awal daripada USG transabdominal). USG dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan atau di unit gawat darurat dengan sensitivitas 90% dan spesifisitas 99,8%. Sekitar 75% kehamilan ektopik dapat terdeteksi oleh USG transvaginal.[4,9]
Pada USG, dokter mungkin menemukan kantung gestasional dengan tepi ekogenik tebal yang mengelilingi pusat sonolusen yang sesuai dengan reaksi desidual trofoblas yang mengelilingi kantung korionik.
Pseudosac adalah kumpulan cairan dalam rongga endometrium akibat perdarahan desidualisasi, yang sering dikaitkan dengan kehamilan ekstrauterin. Hal ini tidak boleh disalahartikan sebagai kehamilan intrauterin dini yang normal. Kantung kehamilan yang sebenarnya terletak secara eksentrik di dalam rahim di bawah permukaan endometrium, sedangkan pseudosac mengisi rongga endometrium.[4,9]
Jika uterus terlihat kosong pada USG transvaginal pasien yang memiliki peningkatan kadar β-hCG di atas zona diskriminatif, diagnosis harus dinyatakan sebagai kehamilan ektopik sampai terbukti sebaliknya. Uterus yang kosong juga dapat terjadi pada abortus yang baru terjadi. Pada kehamilan ektopik, ada massa adneksa yang bergerak secara terpisah ke ovarium dengan kantung kehamilan yang kosong (tubal ring/bagel sign).[9]
Konfirmasi diagnostik terbaik dari kehamilan ektopik adalah dengan mengidentifikasi detak jantung janin di luar rongga rahim pada pencitraan ultrasonografi. Namun, tidak semua kehamilan ektopik memiliki janin dengan jantung yang sempurna.[3,12]
Laparoskopi Diagnostik
Jika pencitraan radiologi gagal untuk mengonfirmasi adanya kehamilan ektopik secara memadai, visualisasi langsung dari massa yang mencurigakan dapat dilakukan melalui laparoskopi diagnostik. Nyeri perut hebat maupun kondisi hemodinamik tidak stabil merupakan indikasi dilakukannya laparoskopi.
Laparoskopi dapat menilai struktur panggul, ukuran dan lokasi pasti kehamilan ektopik, hemoperitoneum, dan kondisi lain seperti kista ovarium atau endometriosis yang dapat menyerupai kehamilan ektopik. Selain itu, laparoskopi memberikan pilihan untuk menata laksana kehamilan ektopik setelah diagnosis ditegakkan.
Laparoskopi tetap menjadi kriteria standar untuk diagnosis. Namun, penggunaan rutin pada semua pasien yang dicurigai mengalami kehamilan ektopik dapat menyebabkan peningkatan risiko, morbiditas, dan biaya yang tidak perlu.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani