Prognosis Kehamilan Ektopik
Prognosis kehamilan ektopik tergantung pada ketepatan dan kecepatan diagnosis serta pemilihan metode tata laksana. Komplikasi kehamilan ektopik dan prognosis yang lebih buruk dapat terjadi bila ada misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis.[1,2]
Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat disebabkan oleh misdiagnosis, keterlambatan diagnosis, dan pilihan tata laksana. Kegagalan untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik yang tepat dapat menyebabkan ruptur tuba atau uterus yang menyebabkan perdarahan masif, syok, koagulopati intravaskular diseminata (DIC), hingga kematian.
Kehamilan ektopik adalah penyebab utama kematian ibu pada trimester pertama, yakni sebesar 9–13% dari semua kematian terkait kehamilan. Setiap kali pembedahan dipilih sebagai tata laksana, pertimbangkan komplikasi yang disebabkan oleh pembedahan, baik secara laparotomi atau laparoskopi.
Komplikasi pembedahan dapat berupa perdarahan, infeksi, dan kerusakan pada organ sekitar, seperti usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah. Infertilitas juga dapat terjadi akibat hilangnya organ reproduksi setelah pembedahan.[1]
Prognosis
Prognosis pasien kehamilan ektopik dengan tingkat β-hCG relatif rendah dilaporkan lebih baik dengan menggunakan methotrexate (MTX) dosis tunggal. Semakin lanjut suatu kehamilan ektopik, semakin kecil kemungkinan terapi MTX dosis tunggal akan berhasil. Pasien yang datang dengan ketidakstabilan hemodinamik memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi seperti syok hemoragik.
Prognosis tergantung pada deteksi dini dan ketepatan diagnosis serta intervensi. Hasil kesuburan dengan operasi konservasi tuba (salpingotomi) masih diperdebatkan karena beberapa data studi menunjukkan tidak adanya perbedaan tingkat kehamilan intrauterin saat membandingkan salpingektomi dan pengelolaan tuba konservatif.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani