Epidemiologi Kehamilan Ektopik
Secara epidemiologi, estimasi kejadian kehamilan ektopik adalah 1–2% pada populasi umum dan 2–5% pada populasi yang menggunakan assisted reproductive technology. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di tuba falopi (97,7%) tetapi dapat juga terjadi pada serviks, ovarium, kornu uteri, dan rongga abdomen.[2]
Global
Pada kehamilan ektopik tuba, ampula adalah tempat implantasi yang paling umum (80%), diikuti oleh isthmus (12%), fimbria (5%), cornua (2%), dan interstitia (2–3%). Kehamilan ektopik dengan implantasi yang terjadi di luar tuba falopi adalah <10% dari semua kehamilan ektopik.
Kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada 1 dari 500 kehamilan pada perempuan yang menjalani setidaknya satu sectio caesarea sebelumnya. Kehamilan ektopik interstisial dilaporkan mencakup 4% dari semua lokasi implantasi ektopik. Sementara itu, kehamilan ektopik intramural miometrium dilaporkan terjadi pada 1% kehamilan ektopik. Rongga abdomen mencakup 1,3% dari lokasi implantasi ektopik.[2]
Indonesia
Epidemiologi kehamilan ektopik di Indonesia tidak berbeda jauh dengan epidemiologi global. Terdapat kurang lebih 60.000 kasus tiap tahunnya atau sekitar 0,03% dari total populasi. Suatu penelitian kehamilan ektopik di Surabaya memaparkan bahwa dari 98 pasien, sebanyak 30,6% orang berusia antara 26–30 tahun.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pada pasien dengan kehamilan ektopik, penggunaan intrauterine device (IUD) hormonal lebih banyak daripada nonhormonal. Sebanyak 7% pasien menderita kehamilan ektopik rekuren, sebanyak 12,1% pernah menjalani bedah area pelvis atau abdomen, dan sebanyak 26,4% mengalami infeksi panggul.[8]
Mortalitas
Mortalitas kehamilan ektopik di Amerika berkisar antara 3–4% dari seluruh kematian akibat kehamilan. Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian terkait kehamilan selama trimester pertama. Hampir semua kehamilan ektopik dianggap tidak dapat bertahan hidup dan pada akhirnya berisiko pecah dan menyebabkan perdarahan.
Selain morbiditas langsung yang disebabkan oleh kehamilan ektopik, kemampuan reproduksi pasien di masa depan juga dapat terganggu. Akan tetapi, pasien yang didiagnosis dengan kehamilan ektopik sebelum ruptur memiliki angka kematian yang rendah dan juga memiliki peluang untuk mempertahankan kesuburan.
Kehamilan ektopik di lokasi interstisial memiliki angka kematian hingga 7 kali lebih tinggi daripada di tempat implantasi ektopik lainnya. Peningkatan morbiditas dan mortalitas ini disebabkan oleh tingginya tingkat perdarahan pada kehamilan ektopik interstisial.[1,2]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelsi Khairani