Patofisiologi Perdarahan Postpartum
Patofisiologi perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhage (PPH) disebabkan oleh beberapa faktor. PPH dapat disebabkan oleh gangguan pada 4T (tonus, tissue, trauma, dan thrombin).[2-4]
Selama masa kehamilan, volume darah ibu meningkat hingga 50% atau setara dengan 4‒6 liter, dan volume plasma mengalami peningkatan hingga melebihi kadar total sel darah merah. Kondisi ini menimbulkan kesan penurunan konsentrasi hemoglobin dan penurunan jumlah hematokrit. Peningkatan volume darah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perfusi uteroplasenta, serta untuk menggantikan volume perdarahan yang akan terjadi pada saat proses persalinan.[5]
Fisiologi Penghentian Perdarahan pada Persalinan
Pada saat persalinan, plasenta akan terpisah secara spontan dari tempat implantasinya beberapa menit setelah bayi lahir. Dibalik tempat melekatnya plasenta, terdapat pembuluh-pembuluh darah uterus yang melintas di antara serat-serat otot miometrium. Selama proses melahirkan, otot-otot ini akan mengalami kontraksi dan retraksi.[5]
Proses kontraksi dan retraksi akan mengkompresi pembuluh-pembuluh darah tersebut, sehingga perdarahan dapat berhenti. Hal ini sering kali disebut “jahitan fisiologis”, yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh pada wanita hamil tanpa penyulit atau komplikasi.[5]
Kegagalan Mekanisme Fisiologi
Pada keadaan-keadaan tertentu, mekanisme “jahitan fisiologis” bisa tidak terjadi, misalnya pada kondisi atonia uteri, retensio plasenta, trauma jalan lahir, plasenta akreta, atau plasenta previa.
Atonia Uteri
Hal ini dikarenakan terdapat gangguan pada tonus uteri (atonia uteri), di mana proses kontraksi dan retraksi tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Sehingga pembuluh-pembuluh darah pada uterus tidak terkompresi, dan perdarahan tidak dapat dihentikan. Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum.[5,6]
Retensio Plasenta
Selain itu, proses kontraksi dan retraksi yang tidak berjalan dengan baik juga dapat mengganggu proses pelepasan plasenta secara utuh sehingga pada akhirnya akan menyebabkan keadaan yang kita kenal sebagai retensio plasenta.[5,6]
Trauma Jalan Lahir
Pada kasus trauma jalan lahir, jumlah pembuluh darah di jalan lahir meningkat selama kehamilan, sehingga adanya trauma akan menimbulkan perdarahan yang lebih signifikan dibandingkan pada wanita tidak hamil.[7]
Plasenta Akreta dan Plasenta Previa
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi pada kasus dimana implantasi plasenta tidak normal, misalnya pada plasenta akreta atau plasenta previa. Pada plasenta previa, letak plasenta yang rendah akan menyebabkan gangguan kontraksi uterus. Pada plasenta akreta, implantasi plasenta terlalu dalam hingga ke miometrium sehingga perlukaan akan mencapai miometrium dan menyebabkan perdarahan yang lebih banyak saat plasenta lepas.[2]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini