Pendahuluan Osteoporosis
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang dan perburukan jaringan tulang, yang menyebabkan penurunan kepadatan tulang atau tulang keropos. Pasien yang menderita osteoporosis akan lebih berisiko mengalami fraktur akibat bone mineral density atau BMD yang rendah, gangguan mikroarsitektur atau mineralisasi tulang, dan penurunan kekuatan tulang.
Osteoporosis tidak menyebabkan gejala dan sering tidak terdiagnosis sampai bermanifestasi sebagai low-trauma fracture pada pinggul, tulang belakang, humerus proksimal, panggul, atau pergelangan tangan.[1,2]
Osteoporosis terjadi akibat ketidakseimbangan resorpsi dan remodeling tulang yang menyebabkan penurunan massa tulang. Pada kebanyakan individu, massa tulang mencapai puncaknya pada dekade ketiga, setelah itu resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang. Kegagalan untuk mencapai puncak massa tulang yang normal atau percepatan pengeroposan tulang dapat menyebabkan osteoporosis.
Osteoporosis dikelompokkan menjadi osteoporosis primer dan sekunder. Osteoporosis primer berkaitan dengan abnormalitas sintesis atau pemrosesan kolagen, misalnya pada osteogenesis imperfekta atau menopause. Osteoporosis sekunder berkaitan dengan penyakit lain atau pengobatan yang sedang dijalani pasien. Contoh penyebab osteoporosis sekunder adalah gangguan makan, hipertiroid, dan hipogonadisme.[2-4]
Diagnosis definitif osteoporosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan BMD dengan skor T di bawah -2,5. Pasien umumnya tidak bergejala sampai terjadi fraktur pada area skeletal mayor, seperti fraktur tulang belakang, fraktur panggul, fraktur femur proksimal, dan fraktur radius distal. Osteoporosis harus dianggap memiliki penyebab sekunder sampai terbukti tidak.
Pencegahan merupakan pendekatan penanganan osteoporosis yang terbaik. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga gaya hidup yang aktif, asupan kalsium dan vitamin D yang cukup, berhenti merokok, membatasi konsumsi alkohol, dan mencegah jatuh. Intervensi farmakologi disarankan pada pasien osteoporosis berusia 50 tahun ke atas atau wanita post menopause dengan risiko fraktur yang tinggi. Obat yang paling sering diberikan adalah bifosfonat seperti alendronate, risedronate, zoledronic acid, ibandronate, dan raloxifene. Meski demikian, terdapat berbagai terapi hormonal dan nonhormonal lain yang bisa dipilih.[5-7]
Penulisan pertama oleh: dr. Debtia Rahma