Penatalaksanaan Bell's Palsy
Penatalaksanaan Bell’s palsy yang penting diketahui oleh dokter umum adalah mengidentifikasi dan merujuk ke dokter spesialis saraf. Dengan kata lain, dokter umum harus mampu menyingkirkan diagnosis lain yang mungkin sebelum menegakkan diagnosis Bell’s palsy. Yang pertama kali harus dilakukan setelah penegakan diagnosis adalah segera memulai farmakoterapi dan melindungi mata.
Medikamentosa
Karena paralisis otot wajah akan berdampak terhadap penampilan, kualitas hidup, dan psikologis, maka seringkali farmakoterapi diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya pemulihan yang tidak sempurna. Farmakoterapi diberikan sesuai dengan penyebabnya.
Kortikosteroid
Karena umumnya gejala dipicu oleh edema dan pembengkakan nervus fasialis, maka bisa diberikan antinflamasi kortikosteroid, kecuali bila ada kontraindikasi. Baugh, et al. merekomendasikan bahwa pemberian kortikosteroid sebaiknya diberikan dalam 72 jam setelah onset. Terapi bisa dimulai dengan 60 mg prednisone selama 6 hari kemudian ditappering off 10 mg per hari pada 5 hari berikutnya. Kedua metode ini dilaporkan mempunyai efektivitas yang sama.[2,6,8]
Pemberian kortikosteroid harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan tuberkulosis, kondisi immunocompromise, kehamilan, infeksi aktif, sarkoidosis, sepsis, tukak lambung, diabetes mellitus, disfungsi renal atau hepar, dan hipertensi.
Antiviral
Bila terdapat kecurigaan penyebab viral, maka antivirus bisa dipertimbangkan. Namun sebaiknya antiviral tidak digunakan sebagai modalitas tunggal tapi dikombinasikan dengan kortikosteroid.[2,6] Antivirus yang bisa diberikan adalah acyclovir 400 mg lima kali sehari selama tujuh hari dan valacyclovir 1 gram tiga kali sehari selama tujuh hari[3]. Kombinasi kortikosteroid dan antiviral direkomendasikan pada dengan yang mengalami gejala berat sampai paralisis sempurna.[1]
Terapi Suportif
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya gangguan dalam penutupan kelopak mata (muskulus orbicularis oculi), maka perlu diberikan intervensi untuk menjaga kelembaban kornea. Intervensi yang diberikan berupa pemberian air mata buatan pada siang hari dan salep lubrikan pada malam hari untuk mencegah iritasi pada mata.
Hal ini karena air mata yang disekresikan oleh kelenjar lakrimal diratakan ke seluruh mata gerakan menutup kelopak mata. Akibatnya pada Bell’s palsy terjadi epiphora karena air mata yang disekresikan tidak bisa diratakan ke seluruh mata. Bila mata dibiarkan kering terlalu lama, maka iritasi yang terjadi akan bisa memicu timbulnya keratitis dan ulserasi. Jika terdapat tanda-tanda adanya keratitis atau ulserasi, pasien perlu dirujuk ke spesialis mata.[2,6]
Pertimbangkan juga untuk melakukan oklusi mata menggunakan plester atau eye patch selama 1-2 hari jika terdapat erosi pada kornea untuk membantu penyembuhannya. Pastikan kelopak mata tertutup sempurna.
Gangguan pada muskulus orbicularis oris juga bisa menimbulkan abrasi sampai ulserasi mukosa akibat proses mastikasi makanan. Jika kelemahan pada muskulus orbicularis oculi signifikan, maka disarankan untuk diet cair atau lunak. Bisa juga diberikan dental spacer untuk mencegah mukosa buccal tergigit ketika mengunyah makanan.[6]
Nonfarmakoterapi
Terapi operatif dengan tujuan untuk dekompresi bisa dilakukan pada kasus dengan pemulihan tidak sempurna, namun tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama [2]. Terapi nonfarmakologis lain yang bisa diberikan termasuk heat therapy, electrostimulation, denervasi, pijat, mime therapy, dan biofeedback.[6]
Manajemen Sekuele
Manajemen untuk penanganan sekuele Bell’s palsy telah berkembang dari tehnik untuk suspensi sudut bibir dan penutupan kelopak mata menjadi pendekatan multimodal yang mencakup fisioterapi, chemodenervation, dan prosedur bedah selektif untuk mengoptimalkan fungsi dan kosmetik.[6]
Sinkinesis bisa ditangani dengan fisioterapi, dengan focus pada latihan-latihan biofeedback untuk melatih kembali simetri fasial dan denervasi selektif dengan injeksi toksin botulinum. Pendekatan lainnya adalah dengan metode operatif untuk mengangkat otot (myomektomi) atau inervasi (neurektomi).[6]