Penatalaksanaan Nekrosis Tubular Akut
Penatalaksanaan nekrosis tubular akut hanya bersifat suportif. Penatalaksanaan suportif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit, terutama pada fase maintenance, dan supaya gagal ginjal akut tidak beralih menjadi penyakit ginjal kronis.
Terapi untuk gagal ginjal akut adalah suportif. Diagnosis dan pemantauan terapi untuk gagal ginjal akut perlu dilakukan dengan baik. Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut dan memfasilitasi kesembuhan. KDIGO menyarankan terapi berdasarkan stage penyakit sebagai tata laksana AKI.[3,4]
Selain yang diberi tanda*, terdapat gradasi peningkatan prioritas seiring peningkatan stage AKI.
Tabel 4. Tata laksana AKI berdasarkan KDIGO. Sumber: karya pribadi dr. Michael Susanto, 2017.
Kontrol Volume Cairan dan Penghentian Obat
Volume cairan pada pasien dapat dimonitor dengan pemeriksaan fisik serta penghitungan tekanan darah dan nadi. Dokter juga harus menghentikan obat serta penggunaan kontras yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis tubular akut nefrotoksik.[4,5]
Diet
Diet harus dikhususkan pada pasien dengan gagal ginjal akut. Selain mendapatkan jumlah kalori yang cukup, jumlah konsumsi protein pada pasien perlu diperhatikan. 0.8-1.0 g/kg/hari protein pada pasien gagal ginjal akut nonkatabolik yang tidak memerlukan dialisis dan 1.0-1.5 g/kg/hari protein untuk pasien dengan renal replacement therapy (RRT) hingga maksimum 1.7 g/kg/hari pada pasien dengan terapi pengganti ginjal berkepanjangan (continuous renal replacement therapy / CRRT) dan pada pasien hiperkatabolik.[5]
Kelainan Elektrolit
Hiperkalemia sebaiknya diatasi dengan insulin, dekstrosa, infus bikarbonat, dan/atau nebulisasi salbutamol. Apabila nilai kalium >7 mmol/L atau terdapat EKG abnormal, 10 mL 10% kalsium glukonas sebaiknya diberikan secara intravena. Hiponatremia dapat mempengaruhi sistem saraf pusat dan disarankan untuk dipertahankan dalam batas 8-12 mmol/L. Kelainan elektrolit lainnya yang dapat terjadi termasuk hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan hypermagnesemia.[11]
Uremia dan Aspek Tata Laksana Lainnya
Uremia yang terjadi dapat menyebabkan komplikasi yang membahayakan nyawa dan perlu dilakukan terapi secepatnya.
Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas dan dapat terjadi pada 30-70% pasien dengan gagal ginjal akut. Infeksi dapat terjadi oleh karena penurunan sistem imun tubuh seperti dari uremia serta penggunaan kateter dan suntikan intravena yang banyak dipakai.
Anemia dapat terjadi karena penurunan eritropoiesis dan perdarahan. Hal ini dapat diatasi oleh transfusi darah.[11]
Pada nekrosis tubular akut, pemberian dopamine tidak disarankan. Pemberian diuretic juga tidak bermanfaat, kecuali jika terjadi kelebihan cairan.[4]
Renal Replacement Therapy
Indikasi mutlak untuk terapi pengganti ginjal (Renal replacement therapy/ RRT) adalah:
- Anuria (tidak ada output urin selama 6 jam)
- Oliguria berat (output urin <200 mL selama lebih dari 12 jam)
- Hiperkalemia (kalium >6.5 mmol/L)
- Asidosis metabolik berat (pH <7.2 walau dengan tekanan parsial karbon dioksida normal atau menurun pada pembuluh darah arteri)
- Berlebihan cairan, terutama edema paru yang tidak berespon terhadap diuretik.
- Azotemia parah (konsentrasi urea >30 mmol/L atau kreatinin >300umol/L)
- Komplikasi klinis uremia seperti ensefalopati, perikarditis, dll. [5]
Selain indikasi mutlak yang telah tertera tersebut, masih tidak diketahui waktu yang optimal untuk memulai RRT. Terdapat 3 jenis RRT yaitu berkelanjutan (continuous), intermiten, dan dialisis peritoneal. Berdasarkan KDIGO, tidak ada keuntungan yang signifikan dari ketiga modalitas RRT ini sehingga pilihan modalitas terapi dapat diserahkan pada klinisi.[4,5]