Patofisiologi Kanker Ovarium
Patofisiologi kanker ovarium masih belum diketahui secara pasti. Meski demikian, terdapat beberapa teori yang diduga berperan dalam terjadinya kanker ovarium, yakni teori ovulasi incessant, teori two-pathways, dan teori tuba falopi.[1,3]
Teori Ovulasi Incessant
Kanker ovarium pada mulanya selalu berasal dari lapisan epitel dari permukaan sel-sel ovarium. Selama proses ovulasi, permukan sel epitel mengalami trauma, yang nantinya akan diperbaiki dengan cepat dan secara otomatis. Selama siklus hidup wanita, ovulasi terjadi berulang kali yang menyebabkan trauma berulang pada epitel, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan seluler DNA.
Sel-sel epitel yang mengalami kerusakan DNA sangat rentan terhadap perubahan yang dapat memfasilitasi terjadinya invaginasi pada stroma kortikal. Invaginasi ini pada akhirnya akan terjebak dan membentuk bola sel epitel di dalam stroma yang disebut dengan kista inklusi kortikal. Sementara itu, di dalam ovarium sel epitel terpapar dengan hormon ovarium yang menstimulasi terjadinya proliferasi sel, sehingga terbentuklah sel kanker.
Kelemahan dari teori ini adalah tidak dapat menjelaskan beberapa tipe histologik lain dari kanker ovarium. Selain itu, teori ini kontradiktif pada pasien dengan kondisi sindrom ovarium polikistik (PCOS), yang memiliki siklus ovulasi lebih sedikit tapi memiliki risiko tinggi untuk mengalami kanker ovarium.[3]
Teori Tuba Falopi
Berdasarkan teori ini, diduga lesi prekursor dari kanker ovarium berasal dari tuba falopi. Pada 50% tuba falopi wanita yang memiliki mutasi pada gen BRCA 1/2 mengalami displasia epitelial. Displasia epitelial atau disebut dengan Karsinoma Intraepitelial Tubal (TIC) ini memiliki karakteristik histologik yang serupa dengan karsinoma ovarium tipe serosa derajat tinggi (high grade serous ovarian carcinoma) dan kanker peritoneum tipe serosa derajat tinggi.
Pada pasien dengan kanker ovarium yang disertai dengan displasia epitelial pada tuba falopi, ditemukan bahwa pada ovarium yang sehat (kontralateral) tidak ditemukan adanya kelainan histologik ataupun morfologik, sehingga dapat disimpulkan bahwa tuba falopi merupakan lesi prekursor kanker yang kemudian menyebar ke ovarium. Selain adanya keterlibatan dari mutasi gen BRCA, mutasi gen TP53 juga diduga berperan dalam terjadinya TIC. Ekspresi dari TP53 merupakan respon dari kerusakan DNA pada sel epitelial pada tuba akibat paparan dari sitokin dan oksidan.[3]
Teori Two-Pathways
Berdasarkan teori ini, kanker ovarium terbagi menjadi 2 tipe, yakni tipe I dan tipe II. Kanker ovarium tipe I terdiri dari serosa derajat rendah, musinosa, endometrioid, clear cell, dan tipe histologik transisional. Kanker ovarium tipe II terdiri dari serosa derajat tinggi, undifferentiated, dan tipe histologik karsinosarkoma.
Pada kanker ovarium tipe I, lesi prekursor diduga berasal dari ovarium, bersifat jinak, secara genetik stabil, dan pertumbuhan kanker sifatnya lambat. Patogenesisnya pun bersifat tradisional, permukaan ovarium menerima stimulasi proliferasi dari lingkungan, dan terjadi perubahan menjadi sel kanker. Mutasi genetik yang paling sering ditemukan pada tipe I yakni mutasi KRAS dan BRAF, keduanya mengaktivasi jalur onkogenik MAPK.[3]
Pada kanker ovarium tipe II, lesi prekursor berasal dari luar ovarium, salah satunya yakni tuba falopi. Kanker umumnya bersifat ganas, secara genetik tidak stabil, dan pertumbuhan kanker sifatnya cepat. Biasanya kanker ovarium tipe II baru terdiagnosis pada stadium lanjut. Mutasi gen yang paling sering ditemukan pada kanker ovarium tipe II yakni mutasi gen BRCA1/2, gen TP53, HER2/neu, dan gen AKT.[1,3]
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani
Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta